Bagikan artikel ini :

Kita Adalah Anak Allah

2 Samuel 9:1-13

Lihatlah, betapa besarnya kasih yang dikaruniakan Bapa kepada kita, sehingga kita disebut anak-anak Allah, dan memang kita adalah anak-anak Allah.
- 1 Yohanes 3:1a

Status kita sebagai anak Allah bukan terjadi karena kita secara natural adalah anak-Nya, tetapi karena kita diadopsi ke dalam keluarga Allah melalui Kristus. Proses adopsinya dilakukan oleh Roh Kudus serta dilakukan di dalam Kristus dan oleh Kristus. Melalui adopsi sebagai anak, Kristus menjadi yang sulung bagi kita. “Ialah kepala tubuh, yaitu jemaat. Ialah yang sulung, yang pertama bangkit dari antara orang mati, sehingga Ia yang lebih utama dalam segala sesuatu.” (Kol. 1:18).

Allah mengasihi kita bukan karena kita baik dan benar, tetapi karena Kristus baik dan benar. Teolog R.C. Sproul mencontohkan kasus adopsi ini melalui kisah Mefiboset, anak Yonatan, sahabat baik Daud. Ketika Daud sudah menjadi raja ia mencari sisa keluarga Saul sesuai janji kasihnya kepada Yonatan. Rupanya masih ada Mefiboset, anak laki-laki Yonatan.

Ketika Mefiboset dipanggil menghadap, Daud berkata kepadanya, “Janganlah takut, sebab aku pasti akan menunjukkan kasihku kepadamu oleh karena Yonatan, ayahmu; aku akan mengembalikan kepadamu segala ladang Saul, nenekmu, dan engkau akan tetap makan sehidangan dengan aku.” (ay. 7). Ayat 11b menyatakan bahwa Mefiboset makan sehidangan dengan Daud sebagai salah seorang anak raja. Ini berarti Daud mengadopsi Mefiboset sebagai anaknya.

Menarik bahwa ayat 13 mengungkapkan bahwa kedua kaki Mefiboset timpang. Ketika ia berumur lima tahun, datang kabar tentang Saul dan Yonatan yang mati terbunuh. Maka inang pengasuhnya mengangkat ia lalu lari. Namun karena pengasuhnya lari terburu-buru, Mefisobet jatuh dan menjadi timpang. Inangnya kabur karena takut kepada Daud. Itulah sebabnya waktu Mefiboset menghadap Daud ia begitu ketakutan sampai Daud harus menenangkan dirinya. Ketika Daud menyatakan maksud baiknya, Mefiboset terkejut dan mengatakan “Apakah hambamu ini, sehingga engkau menghiraukan anjing mati seperti aku?” (ay. 8)

Anjing bukan hewan favorit di Israel kuno dan bahkan dianggap kotor. Mefiboset rupanya melihat dirinya tidak berharga. Sebagian dari kita pun mungkin merasa demikian. Namun, Allah mengasihi kita dan menjadikan kita anak-Nya terlepas dari kondisi diri kita. Allah melihat Kristus yang sudah memilih untuk mengasihi dan menebus kita.

Refleksi Diri:

  • Apakah Anda sadar akan status Anda sebagai anak Allah?
  • Bagaimana status ini akan memengaruhi sikap dan kehidupan Anda?