Bagikan artikel ini :

Membentuk Keluarga Kristen Tangguh

Lukas 2:41-52

Dan Yesus makin bertambah besar (prokopto) dan bertambah hikmat-Nya dan besar-Nya (heilikia), dan makin dikasihi oleh Allah dan manusia.
- Lukas 2:52

Ayat di atas menuliskan dua kata “besar” yang sama, tetapi dalam bahasa Yunani kata “besar” menggunakan dua istilah yang berbeda: prokopto dan heilikia. Prokopto berarti besar dalam perawakannya, sedangkan heilikia berarti besar dalam hal mental yang tangguh dan kematangan sikap. Heilikia berkaitan dengan berbagai peristiwa, tempaan, hikmat, dan pengajaran.

Yesus hadir di dunia di tengah keluarga yang tangguh. Maria adalah wanita tangguh. Ia harus mengandung sesuai kehendak Tuhan dengan risiko dipergunjingkan banyak orang karena hamil sebelum nikah. Namun, ia tidak peduli dengan olok-olok orang di kemudian hari. “Jadilah padaku menurut perkataanmu itu.” (Luk 1:38). Yusuf pun lelaki tangguh. Ia harus menikahi seorang wanita yang hamil bukan karena dirinya. Mereka berdua berpindah-pindah dari satu kota ke kota lain untuk mempersiapkan kelahiran Yesus di kandang domba.

Sewaktu Yesus dikandung, Herodes ingin membunuh semua bayi. Yusuf dan Maria berusaha menyelamatkan janin Yesus, mereka pasti menghadapi tantangan yang tidak mudah. Lalu dalam membesarkan anak, mereka mendidik, mengajar, dan melatih untuk hidup, terutama dengan nilai firman Tuhan (ay. 41-42). Semua didikan dan tempaan tersebut, secara manusia membuat Yesus kuat dan tangguh sehingga tidak takut menghadapi olokan dan hinaan serta segala kesulitan, bahkan risiko misi-Nya sampai ke kayu salib di Golgota.

Kemajuan Tiongkok tidak lepas dari pendidikan dasar, yakni pendidikan di tingkat keluarga. Anak-anak Tiongkok dididik untuk benar-benar menjadi seperti “naga” yang gesit, dinamis, dan selalu bisa menyesuaikan diri di tempat atau bangsa mana pun di dunia. Zaman dulu di Indonesia, keluarga Tionghoa mampu membentuk anak-anak berkarakter kuat dan tangguh.

Bagaimana membina anak menjadi tangguh? Didik, ajar, latih anak untuk gesit, memiliki mental juang yang baik, dan tidak gampang menyerah ketika kesulitan menghadang. Para orangtua dituntut untuk memberikan teladan. Mari belajar dari Yusuf dan Maria yang tangguh sehingga anaknya pun tangguh. Milikilah keluarga tangguh di dalam Tuhan.

Salam tangguh.

Refleksi Diri:

  • Apa teladan Yusuf dan Maria yang bisa Anda terapkan di dalam mendidik anak di tengah keluarga Anda?
  • Setelah membaca renungan ini, bagaimana rencana Anda untuk mendidik dan mengajar anak menjadi tangguh dan matang karakternya?