Bagikan artikel ini :

Miskin = Bahagia?

Matius 5:1-12

Berbahagialah orang yang miskin di hadapan Allah, karena merekalah yang empunya Kerajaan Sorga.
-Matius 5:3

Perhatikan ayat di atas. Apakah berarti miskin sama dengan bahagia? Apa sebetulnya maksud ayat ini? Saat membaca Alkitab kita perlu belajar melihatnya dari sudut pandang Allah. Allah tidak memandang harta. Kata “miskin” tidak ada kaitannya dengan harta, takhta, dan kuasa. Miskin yang dimaksud pada ayat ini adalah tidak berdaya, suatu kondisi tidak mampu. Seseorang yang tidak berdaya akan bergantung kepada Tuhan. Orang yang bergantung kepada Tuhan pasti dekat dengan Tuhan. Ia akan membina terus relasinya dengan Tuhan. Di dalam segala hal ia melibatkan dan mengikuti keinginan Tuhan.

Ketika kita dekat Tuhan gimana sih perasaannya? Takut? Susah? Tertekan? Nggak nyaman? Nggak tenang? Itu pasti bukan dekat Tuhan melainkan dekat setan atau minimal dekat debt collector, penagih hutang, hehehe...

Terkadang Tuhan membiarkan kita mengalami ketidakberdayaan yang justru membuat kita dekat dengan Tuhan. Kondisi sakit, pasangan bertindak kasar, anak melawan, bangkrut, ditipu rekan bisnis, dan sebagainya Tuhan izinkan terjadi. Situasi-situasi seperti ini memang membuat kita dekat Tuhan. Kita jadi berseru, curhat, rajin baca firman dan merenungkannya. Kita rindu dan berusaha mendekat kepada Tuhan karena kedekatan membuat kita kuat, tenang, dan penuh kelegaan.

Jadi, kondisi miskin sebetulnya identik dengan bahagia, benar nggak? Benar. Begitu banyak orang yang kaya, hartanya melimpah, punya kuasa, tapi setiap malam minum obat penenang, obat tidur. Hati sepi, hidup hampa. Ia bisa tertawa tetapi hatinya luka. Orang-orang seperti ini punya kuasa tetapi kehidupannya kosong, jauh dari kata bahagia.

Jadi, kita miskin aja gitu, Bu? Bukan begitu donk.. tetaplah bekerja dengan giat, berusahalah dengan sungguh-sungguh. Namun ingat, bekerja bukan untuk kejar harta dan kuasa. Kalau kita sudah diberkati dengan kekayaan, tetaplah ingat semua kekayaan itu adalah milik Tuhan. Saya sesungguhnya tidak berdaya tanpa Allah. Tanpa Tuhan saya tidak bisa berhasil dan sukses seperti sekarang. Nah, sikap seperti inilah yang Tuhan Yesus maui.

Orang yang “miskin” di hadapan Tuhan Yesus hidupnya bergantung kepada-Nya. Mau?

Refleksi Diri:

  • Apakah Anda sudah memiliki sikap mental “miskin” di hadapan Tuhan Yesus?
  • Saat mengalami ketidakberdayaan, apa yang biasa Anda lakukan supaya lebih dekat kepada-Nya? Apa yang Anda rasakan kemudian?