Bagikan artikel ini :

Murka Allah

Mazmur 6

Ya TUHAN, janganlah menghukum aku dalam murka-Mu, dan janganlah menghajar aku dalam kepanasan amarah-Mu.
- Mazmur 6:2

Sudah jatuh tertimpa tangga. Sudah sakit dikejar-kejar musuh pula. Itulah nasib pemazmur. Tak jelas sakitnya apa, walaupun disebutkan tulang gemetar, mata rabun, susah tidur. Pemazmur mengalami sakit fisik, mental, dan rohani. Ia merasa Allah menghukumnya karena dosa-dosanya. Maka ia bertanya-tanya, kapan penderitaannya berakhir? Berapa lama lagi?

Dosa dan murka Allah. Sering kali orang-orang mengaitkan kedua hal ini. Allah murka karena saya berdosa. Pada masa Perjanjian Lama, keyakinan ini lebih-lebih lagi dipercaya oleh karena mereka melihat Allah sebagai pemegang kedaulatan mutlak. Tidak ada hal di luar kendali Allah, termasuk hal-hal buruk. Jika Allah mendatangkan hal-hal baik, maka hal-hal buruk pun berasal dari-Nya. Barulah setelah masa Perjanjian Baru, kita semakin diperlengkapi dengan ajaran yang lebih terang dan lengkap: Allah bukan sumber yang jahat.

Dari Mazmur 6 kita belajar bahwa manusia harus lebih takut akan murka Allah daripada manusia. Bagi pemazmur, menyakiti Allah lebih berbahaya daripada menyakiti manusia meskipun ia tidak melihat Allah secara fisik. Bukan berarti Allah itu keji, tetapi Allah itu kudus. Dia tidak akan membiarkan dosa leluasa. Banyak orang lebih berpikir jangan sampai menyakiti orang lain apalagi orang penting, besar, dan berkuasa. Demi hal itu, ia akhirnya menyakiti hati Allah. Rasul Petrus mengatakan bahwa kita harus lebih takut pada Allah daripada manusia (Kis 4:19).

Oleh sebab itu, jika kita menderita, bisa jadi itu hukuman Allah untuk mengingatkan kita agar kembali kepada-Nya. Hukuman itu adalah wujud disiplin untuk membangun hidup kita (bdk. Ibrani 12:4-11). Jangan cepat-cepat marah kepada Allah karena sesungguhnya Allah justru sedang mengambil langkah untuk membawa hidup kita kembali ke jalan yang benar. Disiplin, seperti pisau bedah, pasti tidak akan menyenangkan tetapi pada akhirnya membawa kesembuhan. Jika sekalipun Anda merasa tidak berbuat dosa yang mengakibatkan terjadinya masalah tersebut, maknailah masalah itu sebagai tantangan untuk hidup lebih baik di hadapan Allah Bapa dan Tuhan Yesus Kristus.

Refleksi diri:

  • Apa penderitaan yang Anda pernah alami yang Anda melihatnya sebagai wujud disiplin Allah?
  • Bagaimana Anda memaknainya? Apa disiplin yang hendak Allah tanamkan di dalam diri Anda?