Bagikan artikel ini :

Amsal, Kemolekan dan Flexing

Film dokumenter berjudul The Tinder Swindler beberapa waktu lalu sangat popular. Berkisah tentang seorang pria Israel bernama Simon Leviev yang menggunakan aplikasi Tinder untuk memikat para wanita dan pada akhirnya menipu mereka habis-habisan. Kata kunci memahami kejadian ini adalah flexing.

Flexing berarti pamer. Yang dipamerkan adalah kegantengan, kecantikan dan kekayaan sehingga orang lain tertarik. Selain itu, pencapaian, keberhasilan, atau bahkan relationship juga bisa dipamerkan. Di negara tetangga, sudah ada training untuk para wanita yang ingin memikat pria kaya. Mereka diajar untuk traveling ke tempat tertentu dan membuat foto yang bagus, diajari cara membalas chat supaya kelihatan dari kalangan atas. Konon, aktor Hongkong, Aaron Kwok punya istri yang dari kalangan flexing itu. Flexing sudah menjadi gaya hidup sebagian orang padahal belum tentu mereka kaya benaran karena barang-barang bermerk terkenal sekarang bisa disewa! Flexing adalah gaya hidup penuh kepalsuan.

Amsal 31:30 yang ditulis ribuan tahun lalu ternyata relevan sekali dengan keadaan masa kini. “Kemolekan adalah bohong dan kecantikan adalah sia-sia, tetapi isteri yang takut akan TUHAN dipuji-puji.” Kata molek mengacu pada daya tarik lahiriah yang membangkitkan rasa kagum dari orang lain. Tentu saja Amsal tidak menolak kemolekan atau menganggapnya sebagai hal yang buruk. Penampilan yang bagus dihargai dalam Alkitab (misal Kej 39:6; 1Sam 16:18, 1Raj 20:3, Ams 5:19, Est 2:7, dll). Allah menciptakan manusia sebagai ciptaan yang sangat baik (Kej 1:31). Ayat ini harus dibaca dalam konteks keseluruhan yaitu pembandingan kemolekan dengan takut akan Tuhan. Kemolekan dapat di-make up. Hanya kelihatan cantik, tetapi tidak benar-benar cantik. Kecantikan pun tidak abadi. Sedangkan kualitas yang disebut takut akan Tuhan itu bernilai tinggi dan abadi.

Dalam bahasa sekarang, apa yang dimaksud dalam ayat itu adalah inner beauty. Kita menemukan wanita-wanita dalam Alkitab dengan inner beauty yang luar biasa, misalnya Rut, Ester, Abigail, dll. Inner beauty dalam konteks Alkitab mengutamakan relasi dengan Tuhan bukan hanya kepribadian yang baik. Dengan kata lain, mengutamakan kerohanian. Mengapa kerohanian? Mengapa bukan kepribadian yang menarik? Mengapa bukan sifat yang luhur? Karena kerohanian adalah dasar dari kehidupan. Relasi yang baik dengan Tuhan akan tampak dalam sifat-sifat dan kehidupan luar. Relasi yang baik dengan Tuhan akan mengubah hati dan perilaku manusia. Jadi, dari dalam keluar, bukan seperti orang yang flexing tadi, mereka mengubah luar lebih dahulu, sedangkan dalam hatinya penuh kepalsuan.

Ada beberapa catatan yang ingin saya sampaikan dalam kaitan dengan inner beauty.

Pertama, terimalah diri apa adanya. Mazmur 139:14 mengatakan, “Aku bersyukur kepada-Mu oleh karena kejadianku dahsyat dan ajaib; ajaib apa yang Kaubuat, dan jiwaku benar-benar menyadarinya.” Setiap kita diciptakan Tuhan dengan dahsyat dan ajaib. Kita adalah gambar dan rupa Allah dan berharga di mata-Nya. Setiap kita adalah masterpiece atau karya agung Tuhan. Tuhan tidak pernah asal dalam menciptakan seseorang. Jadi, tidak ada seorang pun boleh menganggap diri tidak berharga meskipun penampilan Anda tidak secantik atau seganteng orang lain. Siapa kita di mata Tuhan itu jauh lebih penting daripada siapa kita di mata manusia.

Kedua, fokuslah pada pembaruan batin atau kerohanian. Kepada wanita yang menerima suratnya, Rasul Petrus mengatakan, “Perhiasanmu janganlah secara lahiriah, yaitu dengan mengepang-ngepang rambut, memakai perhiasan emas atau dengan mengenakan pakaian yang indah-indah, tetapi perhiasanmu ialah manusia batiniah yang tersembunyi dengan perhiasan yang tidak binasa yang berasal dari roh yang lemah lembut dan tenteram, yang sangat berharga di mata Allah.” (1Pet 3:3,4). Seiring bertambahnya usia, lahiriah itu akan menjadi jelek atau buruk tetapi sebaliknya, batiniah justru bisa bertambah indah seiring bertambahnya usia. “Sebab itu kami tidak tawar hati, tetapi meskipun manusia lahiriah kami semakin merosot, namun manusia batiniah kami dibaharui dari sehari ke sehari (2Kor 4:16). Semakin kita bertambah umur, seharusnya semakin bertambah kerohanian kita.

Ketiga, fokuslah pada latihan rohani. Ini penjabaran konkret dari poin kedua. Jika Anda ingin fokus pada manusia batiniah, maka fokuslah pada latihan rohani. “Latihan badani terbatas gunanya, tetapi ibadah itu berguna dalam segala hal, karena mengandung janji, baik untuk hidup ini maupun untuk hidup yang akan datang” (1Tim 4:8). Rasul Paulus membandingkan antara latihan jasmani dengan latihan rohani. Manfaat latihan rohani bukan saja untuk hidup masa kini tetapi juga untuk hidup yang akan datang. Meskipun kita berjumpa dengan orang lain setiap hari, tetapi tujuan hidup kita bukanlah untuk manusia. Tujuan hidup kita adalah berkenan pada Allah. Dan hal yang berkenan pada Allah adalah relasi yang intim dengan-Nya. Relasi yang intim itu hanya bisa diwujudkan dengan latihan rohani yang tekun. * (BSB).