Bagikan artikel ini :

Anugerah Atau Kerja Keras?

Jika Anda mendapat kabar bahwa banjir akan melanda daerah tempat Anda tinggal, apakah Anda akan berdoa dan berserah kepada Tuhan, atau Anda akan segera beres-beres dan mengungsi ke wilayah yang lebih aman?

Pertanyaan ini menguak kebingungan atau dilema yang kadang dialami oleh orang Kristen tentang apakah mereka harus ‘beriman’ (bersandar pada anugerah Allah) atau ‘bekerja keras’ (bersandar pada usaha). Apakah jika kita hidup bersandar kepada anugerah Allah, itu berarti kita tidak perlu bekerja keras? Atau sebaliknya, apakah jika kita bekerja keras itu berarti kita tidak beriman? Apakah kesuksesan kita bersandar pada anugerah Allah atau pada kerja keras kita? Apakah hubungan antara anugerah Allah dan kerja keras di dalam kehidupan Kristen?

Di satu sisi, ada orang Kristen yang berpikiran, “Allah sudah memberikan anugerah-Nya, jadi saya hanya perlu duduk tenang, tidak perlu berusaha, biarkan Allah yang bekerja. Let go and let God.” Mereka berpikir bahwa mereka tidak perlu berjuang melawan dosa atau tidak perlu memberitakan Injil karena anugerah Allah akan membereskan segalanya. Di sisi lain, ada orang Kristen yang bekerja sangat keras, melayani dengan tak henti-hentinya karena berpikir bahwa kesejahteraan dan keselamatan orang-orang di sekitarnya bergantung kepada seberapa keras usaha yang dia keluarkan. Kedua ekstrim ini tidaklah Alkitabiah.

Jadi, apa kata Alkitab? Pertama-tama, perlu kita ingat bahwa ketika Alkitab menyebutkan frase “hanya karena anugerah”, konteksnya adalah ketika membahas tentang keselamatan – bahwa keseluruhan keselamatan yang kita peroleh adalah seutuhnya hanya karya Allah dan adalah pemberian gratis dari Allah. Sebagai contoh, Efesus 2:8 berbunyi, “Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman; itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah”.  Jelas sekali di sini konteksnya adalah berbicara tentang keselamatan.

Namun, ketika kita berbicara tentang proses setelah keselamatan, seperti dalam pengudusan (sanctification), pelayanan, atau pekerjaan baik, maka konsep “hanya karena anugerah” tidaklah berlaku lagi. Rasul Paulus, dalam 1 Korintus 15:10, berkata, “Tetapi karena kasih karunia Allah aku adalah sebagaimana aku ada sekarang, dan kasih karunia yang dianugerahkan-Nya kepadaku tidak sia-sia. Sebaliknya, aku telah bekerja lebih keras dari pada mereka semua; tetapi bukannya aku, melainkan kasih karunia Allah yang menyertai aku.”

Di ayat-ayat sebelumnya Rasul Paulus sedang menceritakan tentang Injil dan mengakui bahwa hanya karena anugerah sajalah dia diubahkan dari seorang penganiaya orang Kristen menjadi seorang Rasul. Namun, anugerah Allah tidak berhenti hanya pada membuka pintu keselamatan. Anugerah Allah juga memacunya dan membakar semangatnya untuk menghidupi kehidupan baru di dalam Kristus. Sebagai akibatnya, hidup Rasul Paulus dipenuhi kerja keras, baik dalam pemberitaan Injil, pelayanan kepada jemaat Tuhan, maupun dalam pekerjaannya sebagai tukang tenda. Anugerah Allah menjadi sumber, fondasi, dan alasan Rasul Paulus bekerja keras.

Tidak bisa dipungkiri bahwa Rasul Paulus adalah salah satu pengikut Kristus yang paling berpengaruh di abad pertama gereja. Dia melakukan begitu banyak hal bagi penyebaran Injil dan telah mengatasi berbagai macam tantangan yang luar biasa. Rasul Paulus dipukuli, dicambuk, mengalami kapal karam, dipenjara, dan dikhianati, namun dia tetap bekerja keras bagi Allah. Dan di dalam kerja kerasnya, kasih karunia Allah menyertainya. Kerja kerasnya adalah ekspresi dan bukti nyata dari anugerah Allah. Bahkan, faktor yang paling penting dari usaha Rasul Paulus bukanlah kerja kerasnya, melainkan anugerah Allah. Dari mana kita dapat melihat anugerah

Allah dalam pelayanan Rasul Paulus? Roh Kudus telah memberikan karunia rohani dalam diri Rasul Paulus sehingga memampukannya menjalankan berbagai macam pelayanan. Selain itu, di dalam anugerah Allah, Rasul Paulus diberikan penghiburan di tengah banyaknya tantangan pelayanan dan diberikan kekuatan di tengah kelemahannya.

Anugerah Allah dan kerja keras itu bagaikan angin dan perahu layar. Kita memerlukan keduanya untuk dapat berlayar ke tempat yang kita mau tuju. Kita harus bekerja keras, namun kita juga mengakui bahwa anugerah Allah bekerja di dalam dan melalui kita. Usaha kita bukanlah murni karena kita semata, namun kita dimotivasi, dibimbing, dan dimampukan oleh kehadiran Allah di dalam diri kita dan di sekitar kita. Anugerah Allah adalah angin yang mendorong perahu kehidupan kita agar bisa berlayar mencapai tujuan Allah dalam hidup kita. Allah mengharapkan kita untuk mempersembahkan segenap apa yang kita miliki bagi Dia, memberikan yang terbaik, namun Dia juga akan memberikan kepada kita apapun yang kita perlukan untuk menuntaskan pekerjaan-Nya. Apa yang Tuhan tuntut dari kita, Dia juga akan memenuhinya dalam hidup kita.

 

Bagaimana konsep hubungan antara anugerah Allah dan kerja keras ini bisa kita aplikasikan dalam kehidupan kita? Pertama, dengan melihat bahwa anugerah Allah justru kita alami ketika kita berusaha atau bekerja keras. Ketika kita bekerja mencari uang, kita melakukannya bukan karena kita tidak beriman bahwa Allah akan memenuhi kebutuhan kita. Namun, lewat pekerjaan kita, Tuhan menganugerahkan uang untuk memenuhi kebutuhan hidup. Begitu pula ketika kita berobat ke dokter dan menjalani perawatan, bukan berarti kita tidak beriman bahwa Tuhan akan menyembuhkan, tapi kita beriman bahwa anugerah kesembuhan Tuhan bisa bekerja melalui pengobatan dan perawatan yang kita jalani. Ketika seorang hamba Tuhan berkhotbah, dia mempersiapkan apa yang dia khotbahkan. Dia tidak seharusnya beralasan tidak persiapan karena Roh Kudus nanti akan menuntunnya mengatakan apa harus dikatakan. Anugerah hikmat dan tuntunan Roh Kudus justru juga bekerja di dalam persiapan khotbah. Prinsip yang sama juga bisa diterapkan terhadap semua jenis pelayanan lainnya.

Kedua, dengan melihat bahwa anugerah Allah membuat kerja keras kita menjadi bermakna dan bertujuan kekal. Anugerah Allah menolong kita untuk menjadi pribadi yang tidak mengandalkan kekuatan dan pemikiran kita sendiri di dalam kerja keras kita. Jika kita mengandalkan hikmat manusia, kita akan lebih rentan untuk jatuh dalam dosa. Dalam pekerjaan kita, kita mungkin terdorong untuk berbohong, mengambil sesuatu yang bukan haknya kita, iri hati dengan kesuksesan orang lain, marah-marah, serta berbuat dosa yang lainnya. Ketika kita mengingat dan mengandalkan anugerah Allah, kita akan diberi kekuatan untuk melawan dosa, dan ketika kita hidup kudus dalam pekerjaan kita, keberhasilan kita akan menjadi keberhasilan yang memberkati dan menjadi kesaksian yang baik bagi orang lain, bukan keberhasilan yang memanfaatkan atau menyisihkan orang-orang di sekitar kita. Kita bekerja dengan menyadari bahwa pekerjaan kita membawa kemuliaan bagi Allah (Kolose 3:23), membuat kita berguna bagi masyarakat, menjadi berkat bagi orang-orang di sekitar kita.

Ketiga, mengandalkan anugerah Allah dalam kerja keras akan menolong kita untuk bisa beristirahat. Mengandalkan anugerah Allah dalam kerja keras kita berarti tidak memberhalakan pekerjaan, pelayanan, atau peran kita. Ketika kita mengistirahatkan jiwa kita di dalam Tuhan dan memasrahkan hidup kita ke dalam tangan Tuhan, hal ini akan menolong kita untuk tidak burnout atau kelelahan. Apakah kita mengaplikasikan Sabat? Apakah kita beristirahat ketika waktunya beristirahat? Ataukah ketika waktunya kita beristirahat kita masih menguatirkan tentang pekerjaan kita? Apakah kita bisa tidur nyenyak? Apakah pekerjaan dan pelayanan kita membuat kita menanggalkan waktu bersama keluarga? Kita memerlukan keseimbangan antara bekerja keras dengan istirahat. Mengambil waktu untuk beristirahat di tengah kerja keras kita berarti mempercayakan hidup kita kepada Allah – percaya bahwa Allah akan memenuhi kebutuhan kita. Marilah kita menjadi kuat di dalam anugerah Tuhan.     (YS)