Bagikan artikel ini :

By Faith, Not By Sight

Satu-satunya alat indera manusia untuk melihat adalah mata. Tuhan memberikan kedua mata sebagai alat penglihatan untuk membantu kita melihat apa yang ada dan yang terjadi di sekitar kita. Kedua mata manusia sangat penting sebagai alat untuk mengumpulkan informasi mengenai kejadian atau peristiwa yang berlangsung. Dengan kedua mata, manusia dapat melihat pemandangan, karya Tuhan yang sangat indah dalam alam semesta ini. Dengan kedua mata, manusia dapat merekam semua informasi yang terjadi dalam kehidupannya dan kemudian menganalisisnya menjadi sebuah pengalaman dan sejarah. Yang menarik dari kedua mata manusia adalah manusia dapat melihat dengan kedua matanya hanya jika ada cahaya. Tanpa cahaya, manusia tidak dapat melihat dengan baik. Proses melihat pada mata dimulai ketika benda memantulkan cahaya masuk ke mata dan diterima oleh kornea, pupil, lensa dan dipusatkan pada retina. Pada retina, cahaya diubah menjadi muatan listrik yang dikirim ke otak untuk diproses melalui serabut saraf penglihatan sehingga kerja otak menghasilkan orang dapat melihat benda yang dilihatnya. Kedua mata yang diberikan Tuhan sangat penting untuk membantu manusia untuk melihat seluruh objek di sekitarnya secara jelas.

Dibalik segala kelebihannya, mata manusia ternyata sangatlah terbatas untuk melihat semua yang terjadi dalam kehidupannya. Kedua mata manusia hanya mampu melihat apa yang terjadi di depan dan sekarang dan tidak bisa melihat apa yang akan terjadi dan yang tidak akan terjadi di depan. Oleh karena itu, selain menggunakan penglihatannya, manusia juga menggunakan imannya untuk melangkah dan bertindak ke depan.

Iman sebagai indra untuk melihat sesuatu yang tidak terlihat

Dalam prinsip kekristenan, iman menjadi suatu “indra” untuk melihat apa yang tidak bisa dilihat oleh mata manusia. Ibrani 11:1 menyatakan dengan jelas bahwa iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat. Penulis surat Ibrani dengan jelas menyatakan bahwa iman akan membawa kita menjalani suatu kehidupan yang berpengharapan meskipun tidak terlihat secara mata fisik kita. Iman mampu menerobos aspek yang sangat tidak terlihat dan kurang jelas dalam kehidupan manusia. Iman bukan sesuatu yang didasarkan pada kekosongan. Dalam kitab Ibrani, penulis memaparkan banyak tokoh Alkitab yang menjalani imannya yang tidak kosong di hadapan Tuhan. Semua tokoh Alkitab yang dituliskan menjalani imannya dengan suatu kepastian dan kejelasan akan panggilan dan suara Tuhan dalam hidup mereka. Sebagai contoh, jika kita melihat kisah dari Abraham, maka Abraham dipanggil Tuhan menuju ke tanah perjanjian dengan suatu “kepastian” walaupun Abraham tidak mampu melihat tanah perjanjian itu. Dengan imannya, kita juga dapat melihat bagaimana Nuh menjalankan suara Tuhan untuk membuat bahtera meskipun saat itu ia tidak melihat kejelasan mengapa harus membuatnya. Disini kita dapat melihat dengan jelas bahwa iman bukan didasarkan kepada kekosongan, melainkan kepada “kepastian” akan suara Tuhan melalui Firman-Nya untuk dijalani dalam kehidupan kita. Dalam kitab Roma 10:17, Rasul Paulus menyatakan bahwa iman timbul dari pendengaran dan pendengaran akan Firman Kristus. Dengan jelas, kita dapat menyimpulkan bahwa iman berasal dari Firman Tuhan dan Roh Kudus menumbuhkan iman itu semakin kuat dan semakin berkembang sehari demi sehari. Dalam Roma 1:17, Paulus memberikan sebuah konsep yang sangat penting tentang iman, yaitu “from faith to faith (dari iman menuju kepada iman)” yang kemudian ia hubungkan dengan konsep yang sudah terungkap dalam Perjanjian Lama (kitab Habakuk), yaitu “orang benar akan hidup oleh iman”. Konsep ini membawa kita kepada pengertian bahwa iman akan membawa seseorang kepada kepastian keselamatan dan hidup yang dimana iman itu sebagai fondasi untuk menjalankan kehidupan manusia. Iman merupakan suatu sikap (attitude) percaya dan memercayakan diri kepada Tuhan dan percaya bahwa Tuhan mengasihi kita dan akan mempunyai rencana yang terbaik yang akan terjadi dalam kehidupan manusia. Iman juga merupakan ketaatan (obedience) dan kesetiaan (faithful) kepada Tuhan untuk selalu menghidupi hidup yang beriman kepada Tuhan.

Iman untuk melihat dan kemudian melangkah

Setelah melihat dengan iman, maka pelajaran berikutnya yang perlu dilakukan sebagai seorang yang beriman adalah bagaimana melangkah dengan iman. Setiap orang Kristen harus belajar melangkah dengan imannya. Di dalam Alkitab, orang-orang pilihan Allah disebut sebagai orang-orang yang beriman karena mereka melangkah dengan iman dalam kehidupannya. Yang menarik adalah iman seringkali ditemukan dalam setiap persoalan dan pergumulan hidup manusia. Iman akan semakin diuji di dalam pencobaan, permasalahan, kebutuhan, keinginan dan pergumulan manusia sehari-hari dalam hidupnya. Sebagai orang beriman terkadang kita tidak mengetahui bagaimana menerapkan iman di dalam situasi dan kondisi tertentu dalam menjalani kehidupan kita. Oleh sebab itu, kepekaan akan suara Tuhan melalui relasi yang dibangun dengan Firman Tuhan setiap harinya akan memampukan kita berhikmat dalam melangkah dengan iman dalam kehidupan kita. Iman bukanlah sekadar sarana untuk memperoleh keselamatan yang Tuhan anugrahkan. Iman adalah sarana yang mutlak diperlukan untuk tetap hidup di dalam pimpinan-Nya di seluruh aspek kehidupan ini. Natur iman bukanlah lari dari tanggung jawab dan dari realitas kehidupan ini, sebaliknya natur iman adalah bertanggung jawab atas realitas dalam hidup ini. Dengan kata lain, iman adalah keberanian untuk menghadapi seluruh tanggung jawab dan realitas kehidupan itu berdasarkan pada pemeliharaan Tuhan (providensia) dan penyertaan Tuhan yang tidak pernah lepas dalam kehidupan anak-anak-Nya.

Ketika melangkah dengan iman, tentu kita mungkin tidak akan langsung melihat hasil yang terjadi. Memang iman tidak berpusat kepada hasil, melainkan adalah sebuah proses perjalanan dengan mata terarah pada anugerah Tuhan yang menuntun dan menopang anak-anak-Nya dalam menjalani seluruh pergumulan dan tanggung jawab. Sekali lagi, hidup beriman tidak sekadar berbicara tentang percaya, melainkan berbicara tentang menghidupinya dalam kehidupan sehari-hari.*(HH)