Bagikan artikel ini :

Ketekunan Orang-orang Kudus (Perseverance of the Saints)

Doktrin ketekunan orang-orang kudus tidak mengajarkan bahwa penganut agama Kristen pasti akan masuk surga. Penekanan doktrin ini bukan pada orang beragama Kristen, tetapi pada orang-orang kudus, yakni orang-orang yang telah dipilih Allah Tritunggal dan yang dilahir-barukan oleh Roh Kudus. Dengan kata lain, hanya orang-orang percaya sejati di dalam Kristus akan dipeliharakan sampai akhir dan memiliki kepastian keselamatan. Penganut agama Kristen bisa saja terjatuh, meninggalkan iman mereka, dan bahkan murtad menjadi penganut agama lain atau tidak beragama sama sekali. Tetapi mereka yang memiliki iman sejati di dalam Kristus akan dipeliharakan sampai akhir dan tidak akan murtad. Orang Kristen sejati tentu saja bisa, untuk sementara, meninggalkan iman Kristen mereka, seperti domba-domba yang terhilang, namun mereka tidak akan terhilang selamanya. Pada waktu-Nya mereka akan kembali lagi ke jalan Tuhan.

Di bawah ini akan diuraikan secara singkat doktrin ketekunan orang-orang kudus menurut teologi Reformed, terutama dari Herman Bavinck.

Beberapa Catatan dari Alkitab

Alkitab mencatat tiga hal penting berkenaan dengan ketekunan orang-orang kudus. Pertama, ia mengajarkan bahwa orang-orang percaya perlu berjuang untuk mempertahankan iman mereka sampai akhir. Hanya orang yang menang dan setia sampai kesudahannya akan diselamatkan (Mat. 10:22; 24:13; Why. 2:7, 10, 17, 26). Pengikut Yesus harus tinggal terus di dalam Kristus dan kasih-Nya (Yoh. 15:1-10) dan mereka tidak boleh goyah dalam imannya (Kol. 1:23). Kedua, Alkitab juga mencatat fakta bahwa ada orang-orang percaya, karena kelemahannya, terjatuh ke dalam dosa. Sebagai contoh, Daud terjatuh dalam dosa perzinahan (2Sam. 23:1-27), Petrus menyangkal Tuhannya (Mat. 26:69-75), dan Tomas meragukan kebangkitan-Nya (Yoh. 20:26-28). Ketiga, Alkitab juga memperingatkan akan bahaya kemurtadan. Ada orang-orang murtad, yakni mereka yang berbalik dan meninggalkan jalan Tuhan selamanya (Mat. 13:21; 1Tim. 4:1; 2Tes. 2:3; Ibr. 6:4-6).

Ada 2 respon berbeda mengenai catatan-catatan di atas. Ada pendapat bahwa ayat-ayat tersebut di atas mengajarkan orang Kristen bisa kehilangan keselamatannya. Kelompok Pelagian, Arminian, Katolik, dll., mengikuti pendapat ini. Bapa gereja Agustinus, sebaliknya, mengajarkan doktrin ketekunan orang-orang kudus, yakni, bahwa orang-orang Kristen sejati tidak akan murtad. Mereka akan dipeliharakan sampai akhir hidup mereka. Kelompok Reformed mengikuti pendapat Bapa gereja Agustinus.

Arti ketekunan orang-orang kudus

Ketekunan orang-orang kudus bukan berarti orang Kristen sejati dapat dengan kekuatan sendiri bertahan sampai akhir. Namun, bahwa mereka dapat setia sampai kesudahannya, karena Allah yang memulai, akan terus menopang, dan menyelesaikan karya-Nya dalam diri mereka. Dengan demikian, ketekunan orang kudus, bukan mengenai perbuatan manusia tetapi karunia dari Allah. Pada dasarnya, ketekunan orang kudus (perseverance of the saints) adalah pemeliharaan ilahi (divine preservation).

Orang kudus dapat bertahan, jika dan hanya jika, karena Allah memelihara mereka. Allah memulai karya-Nya dalam hidup manusia, dengan memilih mereka dalam kekekalan. Kemudian pada waktu-Nya, Ia memberikan anugrah-Nya untuk melahirbarukan mereka (Ef. 2:8). Ia akan terus memeliharakan anugrah ini sampai kesudahan hidup mereka di dunia ini (Flp. 1:6). Namun karya pemeliharaan ini tidak terlepas dari, tetapi di dalam, hidup orang percaya. Mereka yang dipilih, akan dipanggil, dibenarkan, dipeliharakan sampai mereka dimuliakan-Nya (Ro. 8:30). Ini merupakan rangkaian karya Allah yang terkait satu dengan yang lain.

Alkitab memperingatkan agar orang-orang kudus untuk tetap bertahan dan setia dalam iman mereka. Peringatan-peringatan ini tidak bertentangan dengan doktrin ketekunan orang kudus. Sebaliknya, mengaminkan anugrah Allah yang memeliharakan dari awal sampai akhir. Dengan kata lain, ketekunan orang kudus adalah cara Allah mewujudkan pemeliharaan-Nya. Pemeliharaan Allah dalam hidup orang percaya tidak bersifat memaksa, tetapi karunia ilahi yang mendorong manusia dengan suka rela berjuang sampai akhir. Dengan demikian adalah salah menafsirkan peringatan ini sebagai kemungkinan adanya kehilangan anugrah keselamatan di tengah jalan. Orang percaya akan dipeliharakan sampai akhir, namun mereka tetap harus berusaha untuk bertahan untuk setia. Ke-2 hal ini tidak saling bertentangan. Paulus tahu, oleh ketetapan Allah, orang-orang yang ada di kapalnya akan selamat, namun ia tetap memperingatkan mereka, “Jika mereka tidak tinggal di kapal, kamu tidak mungkin selamat" (Kis. 27:22, 31).

Kasus orang Kristen menjadi murtad

Bagaimana menjelaskan catatan Alkitab tentang orang-orang percaya yang tidak setia, terjatuh ke dalam dosa, dan bahkan ada menjadi murtad? Ada dua kemungkinan. Pertama, jika mereka adalah orang-orang Kristen sejati, namun oleh kelemahan daging mereka, kemudian terjatuh ke dalam dosa, mak mereka ini tidak akan murtad dan terhilang selamanya. Pada saat-Nya, mereka akan bertobat, diperbaharui, dan dipulihkan. Mereka seperti domba-domba yang terhilang yang suatu hari akan ditemukan kembali (cf. Luk. 15:1-7). Daud, Salomo, Petrus, dll., adalah contoh mereka yang terjatuh ke dalam dosa, namun kemudian dipulihkan kembali. Dalam sejarah gereja juga ada Bapa gereja Agustinus, yang pada masa mudanya seperti anak yang hilang, ia kemudian bertobat dan dipakai luar biasa oleh Tuhan untuk melayani gereja-Nya.

Kedua, mereka yang terjatuh dan kemudian menjadi murtad adalah orang-orang Kristen yang tidak pernah lahir baru. Mereka mungkin saja memiliki karunia-karunia Roh Kudus untuk menjadi rasul, berbuat mujizat, dsb, namun mereka tidak pernah diperbaharui hatinya oleh Roh Kudus. Yudas Iskariot, Himeneus, Aleksander, Demas, dll., adalah contoh pelayan-pelayan Tuhan yang hatinya tidak pernah diperbaharui oleh Roh Kudus. Mereka tidak melayani dengan hati nurani yang murni (1Tim. 1:19-20; Kis. 1:16-18; 2Tim. 4:10). Mereka pada akhirnya terjatuh dan meninggalkan iman mereka.

Ada juga orang-orang yang telah bergabung dalam gereja Tuhan, namun hanya memiliki iman yang sementara saja. Ketika pencobaan dan penganiayaan datang, mereka tidak mampu bertahan dan menjadi murtad. Dalam perumpamaan tentang penabur, Yesus mengumpamakan mereka seperti benih terjatuh di tanah yang berbatu-batu. Benih itu bertumbuh dengan cepat, namun karena tidak berakar, maka ia tahan sebentar saja. Ketika penindasan atau penganiayaan datang, mereka menjadi murtad (Mat. 13:20-21).

Ibrani juga mencatat orang yang memiliki iman sementara. Mereka ini dikatakan “pernah diterangi hatinya…pernah mengecap karunia sorgawi, dan…pernah mendapat bagian dalam Roh Kudus, dan…mengecap firman yang baik dari Allah dan karunia-karunia dunia yang akan datang,” namun mereka sesungguhnya belum pernah diperbaharui hatinya, mereka ini akan menjadi murtad dan terhilang selamanya (Ibr. 6:4-6). Rasul Yohanes mengatakan: “memang mereka berasal dari antara kita, tetapi mereka tidak sungguh-sungguh termasuk pada kita; sebab jika mereka sungguh-sungguh termasuk pada kita, niscaya mereka tetap bersama-sama dengan kita” (1Yoh. 2:19). Dengan demikian jelaslah bahwa mereka yang murtad dan terhilang selamanya adalah orang-orang kelihatan seperti orang Kristen, namun sesungguhnya hati mereka tidak pernah diperbaharui oleh Roh Kudus.

Respon dan Aplikasi

Doktrin ketekunan orang-orang kudus harus diaplikasi dengan benar. Pertama, doktrin ini menyatakan bahwa setiap orang percaya sejati di dalam Kristus, akan dipeliharakan sampai akhir. Namun, mereka tetap harus berusaha menjaga diri, hidup suci, bertahan, dan setia sampai kesudahannya.

Kedua, doktrin ini tidak boleh dipergunakan untuk menghakimi sesama orang percaya yang mundur, terjatuh, atau bahkan terhilang dari gereja. Selalu ada 2 kemungkinan. Pertama, mereka mungkin saja adalah domba-domba yang hilang. Jika demikian, pada waktu-Nya mereka akan kembali, bertobat, dan dipulihkan. Kedua, jika mereka benar-benar murtad dan meninggalkan iman Kristen selamanya, maka hal ini membuktikan bahwa mereka tidak pernah menjadi orang Kristen lahir baru.

Namun, apakah mereka adalah domba-domba yang hilang, ataukah hanya memiliki iman yang sementara saja, tidak ada manusia yang dapat memastikan dari awalnya. Dengan demikian kita perlu menahan diri untuk tidak memberikan penghakiman dari awalnya. Sebaliknya, kita harus berbelas kasihan, mendoakan, dan mencoba mencari kembali mereka yang terhilang.(PD)