Bagikan artikel ini :

Pengakuan

Ketika berbicara tentang pengakuan, maka sebuah pengakuan harus mencakup beberapa hal berikut ini: Pertama, pengakuan itu selalu mengandung unsur pilihan. Hal ini terlihat seperti yang diungkapkan dalam catatan Yosua 24:14-15: ‘Oleh sebab itu, takutlah akan TUHAN dan beribadalah kepadaNya dengan tulus ikhlas dan setia. Jauhkanlah allah yang kepadanya nenek moyangmu telah beribadah di seberang sungai Efrat dan di Mesir, dan beribadahlah kepada TUHAN. Tetapi jika kamu anggap tidak baik untuk beribadah kepada TUHAN, pilihlah pada hari ini kepada siapa kamu akan beribadah; allah yang kepadanya nenek moyangmu beribadah di seberang sungai Efrat, atau allah orang Amori yang negerinya kamu diami ini. Tetapi aku dan seisi rumahku, kami akan beribadah kepada TUHAN.’

Kedua, pengakuan itu sesuatu yang sifatnya juga personal (bersifat pribadi). Karena sifatnya personal maka itu berarti tidak boleh diwakilkan atau digantikan oleh orang lain. Dalam kaitannya dengan pengakuan iman kepada Yesus Kristus sebagai satu-satunya Juruselamat juga berlaku hal yang sama. Pengakuan iman ini tidak boleh diwakilkan. Harus dilakukan dan dinyatakan oleh pribadi tersebut sebagai sebuah pertanggungjawaban langsung kepada Allah.

Pengakuan yang sifatnya personal ini juga sering dikaitkan dengan persoalan pengakuan dosa. Inipun juga selalu sifatnya personal dan tidak boleh diwakilkan. Salah satu contoh yang jelas mengenai hal ini melalui kisah Daud dalam catatan Mazmur 32:5 yang berbunyi: ‘Dosaku kuberitahukan kepada-Mu dan kesalahanku tidaklah kusembunyikan; aku berkata: Aku akan mengaku kepada TUHAN pelanggaran-pelanggaranku, dan Engkau mengampuni kesalahan karena dosaku.’

Ketiga, selain daripada pengakuan sifatnya personal, pengakuan juga harus bersifat benar. Apa artinya bahwa pengakuan itu bersifat benar? Benar artinya tidak ada kerancuan di dalam pengakuan tersebut. Dalam bacaan Matius 16:13-20 misalnya, terlihat sekilas adanya kerancuan di dalam pemahaman orang banyak terhadap pribadi Yesus. Ada yang mengira bahwa Yesus itu Yohanes Pembaptis, Elia, Yeremia atau salah seorang dari nabi. Persepsi-persepsi yang ada diantara orang banyak nampaknya menimbulkan kerancuan. Yesus bukanlah salah satu perwujudan dari nama-nama yang disebutkan oleh orang banyak itu. Yesus juga bukanlah pribadi yang dapat disejajarkan sebagai salah satu dari sekian banyak tokoh agama. Dia adalah Anak Allah yang datang ke dalam dunia menjelma menjadi manusia untuk menebus umat manusia dari dosa. Dengan demikian, pengakuan bukan sekadar bersifat personal namun juga harus benar adanya. 

Keempat, pengakuan yang bersifat personal dan benar itu dimungkinkan ketika anugerah Allah datang menyapa. Tanpa anugerah Allah, pengakuan yang sifatnya personal dan benar itu tidak akan dimungkinkan. Sesungguhnya natur manusia yang berdosa ini selalu berupaya untuk menyalahkan orang lain dan mulut orang berdosa mengucapkan dusta (ketidakbenaran). Satu kali Yesus pernah berkata: ‘Pada waktu itu berkatalah Yesus: Aku bersyukur kepada-Mu, Bapa, Tuhan langit dan bumi, karena semuanya itu Engkau sembunyikan bagi orang bijak dan orang pandai, tetapi Engkau nyatakan kepada orang kecil. Ya Bapa, itulah yang berkenan kepada-Mu. Semua telah diserahkan kepada-Ku oleh Bapa-Ku dan tidak seorang pun mengenal Anak selain Bapa, dan tidak seorang pun mengenal Bapa selain Anak dan orang yang kepadanya Anak itu berkenan menyatakannya.’ (Matius 11:25-27) Melalui ayat ini, seorang penafsir yang bernama David Platt mengatakan: the fact that the only way to know the Father is through the Son means that knowing God comes only by divine grace. (fakta bahwa satu-satunya jalan untuk mengenal Bapa ialah melalui Anak berarti bahwa mengenal Allah dimungkinkan hanya melalui anugerah ilahi.) Dengan kata lain bahwa ketika seseorang memilih secara personal bahwa Yesus Kristus sebagai satu-satunya Juruselamat di dalam dirinya maka itu hanya dimungkinkan jika anugerah Allah menghampiri orang tersebut. Senada dengan hal ini, Rasul Paulus pernah menuliskan bahwa tidak ada seorangpun yang dapat mengaku Yesus adalah Tuhan jika bukan karena karya Roh Kudus (1 Korintus 12:3).

Kelima, perjumpaan dengan anugerah Allah yang memampukan seseorang untuk memiliki pengakuan yang personal dan benar harus diresponi dengan penghayatan hidup yang sungguh. Pengakuan bukan sekadar untuk dinyatakan secara lantang melainkan juga dihidupi secara nyata. Rasul Paulus menjadi salah satu dari antara banyak orang yang mengalami perjumpaan dengan Allah yang hidupnya selaras antara pengakuan dan penghayatan. Misalnya saja dalam catatan Filipi 1:21-22a: ‘Karena bagiku hidup adalah Kristus dan mati adalah keuntungan. Tetapi jika aku harus hidup di dunia ini, itu berarti bagiku bekerja memberi buah.’ Paulus dalam bagian ini sadar betul bahwa mengakui Yesus sebagai Tuhan dan satu-satunya Juruselamat berarti jika diberi kesempatan untuk hidup itu berarti hidup bekerja bagi Yesus dan jika mati maka itu berarti hidup bersama-sama dengan Yesus.(NT)