Bagikan artikel ini :

Rasa Ingin Memiliki dalam Kehidupan Relasi Manusia

Dalam kamus bahasa Indonesia, akhiran “-ku” menyatakan dengan jelas suatu kepemilikan tertentu dari seseorang baik suatu hal (barang) maupun seseorang (individu). Sebagai contoh jika ada seorang anak yang menyatakan bahwa mainan mobil itu sebagai “milikku” atau seorang pria yang dengan jelas menyatakan bahwa seorang wanita itu adalah “milikku” maka itu berarti akhiran -ku ini adalah menyatakan kepemilikan secara mutlak. Akhiran “-ku” ini dengan jelas menyatakan kepemilikan secara total akan sesuatu hal, barang atau seseorang secara mutlak.

Berbicara tentang kepemilikan, maka manusia secara umumnya memiliki kecenderungan “ingin memiliki”. Rasa ingin memiliki ini biasanya didefinisikan di dalam suatu relasi antar manusia dan menjadi suatu kepemilikan antar satu sama lainnya. Rasa ingin memiliki ini pada dasarnya adalah netral dan wajar dimiliki oleh manusia, namun dalam perkembangannya, manusia akhirnya memiliki kecenderungan rasa ingin memiliki yang berlebihan baik akan suatu hal, barang atau bahkan relasi antar sesama manusia yang juga sering kita sebut sebagai “posesif”. Dalam kamus bahasa Indonesia, posesif adalah sifat merasa menjadi pemilik atau mempunyai sifat cemburu. Munculnya rasa memiliki dan sifat cemburu ini karena pada dasarnya karena takut akan kehilangan.

Keinginan untuk memiliki adalah hal yang lumrah dalam suatu hubungan. Namun, jika rasa memiliki menjadi berlebihan dan membuat seseorang merasa berhak untuk mengatur, membatasi serta melarang, maka ini dinamakan posesif. Lebih dalam lagi jika ingin menelisik mengapa manusia pada umumnya mempunyai sifat ingin memiliki atau ada suatu label kepemilikan yang dikenakan oleh manusia untuk sesuatu hal, barang atau seseorang (individu) dalam hidupnya, maka kita perlu melihat bagaimana manusia diciptakan dan juga kita melihat bagaimana ketika manusia jatuh ke dalam dosa dan dosa mengaburkan banyak hal dalam kehidupan manusia termasuk kecenderungan ingin memiliki dalam kehidupan manusia.

Relasi Pencipta dengan Ciptaan yang Saling Memiliki

Ketika Tuhan menciptakan manusia dalam kitab Kejadian maka kita dengan jelas melihat bahwa Tuhan menciptakan manusia sebagai makhluk berelasi yang memiliki rasa memiliki satu sama lainnya. Itu lebih jelas terlihat ketika manusia Adam ditempatkan di taman Eden untuk berelasi dengan Allah dan memiliki semua yang ada di taman itu bersama-sama dengan Allah. Allah pun memberikan Hawa kepada Adam sebagai pendamping yang akan menolongnya bersama-sama dalam taman Eden sehingga relasi saling memiliki ini tercipta antara manusia Adam dan Hawa bersama dengan Allah di dalam taman Eden itu. Relasi saling memiliki ini tidak bisa dilepaskan dari Allah sendiri yang memiliki manusia sebagai ciptaan-Nya dan manusia saling memiliki satu sama lainnya. Taman Eden menjadi tempat kepemilikan Allah untuk semua yang diciptakan-Nya termasuk manusia.

Namun, ketika manusia jatuh dalam dosa maka rasa ingin memiliki manusia itu beralih menjadi egosentris dan sangat selfish. Manusia menjadi egois, serakah, tidak memedulikan orang lain dan bahkan tidak mempedulikan Tuhan lagi dalam menjalani kehidupannya. Di usirnya manusia dari taman Eden itu juga menunjukkan bahwa manusia tidak lagi ingin memiliki Allah karena manusia lebih tertarik memiliki hal lain di luar dari Allah itu sendiri. Dosa membuat kepemilikan manusia menjadi kabur dan manusia tidak lagi ingin memiliki Allah dalam menjalani kehidupannya.

Relasi Kristus dengan Murid-Murid-Nya yang Saling Memiliki

Sangat jelas, dalam Perjanjian Lama ketika Allah memanggil Israel menjadi umat kepunyaan-Nya dan menjadi milik kesayangan-Nya adalah simbol bahwa setiap orang-orang yang mengikuti dan bersandar kepada Allah akan disebut sebagai kepunyaan-Nya. Allah dengan segala cara terus memanggil umat kepunyaan-Nya untuk kembali kepada-Nya. Itu terlihat jelas bahwa Israel yang seringkali menjauh dan menghindari serta membuang Allah, namun Allah selalu mencari mereka dan menemukan mereka untuk membawa mereka kembali kepada-Nya. Bahkan ketika Israel menolak Allah dan menyakiti Allah dengan menjadikan ilah lain menjadi milik kepunyaan mereka, maka Allah senantiasa memeringatkan Israel melalui nabi-nabi-Nya untuk kembali menjadi milik kepunyaan Allah. Sehingga ketika kita melihat perjalanan Israel yang adalah milik Allah, maka dengan jelas kita dapat melihat bahwa Allah senantiasa berusaha mengembalikan manusia kepada esensi dasar dari penciptaan itu sendiri yaitu dimiliki oleh Allah dan memiliki Allah.

Dalam Perjanjian Baru secara khusus dalam Injil Yohanes, terlihat jelas bagaimana relasi Kristus dengan murid-murid-Nya yang saling memiliki. Injil Yohanes menggambarkan relasi Kristus dengan murid-murid-Nya seperti pokok anggur dan ranting-rantingnya (Yohanes 15) dimana keterikatan ranting-ranting dengan pokok anggur itu sangat penting dan tidak bisa dilepaskan. Tanpa pokok anggur, maka ranting-ranting tidak akan pernah bertumbuh dan menghasilkan buah, sehingga demikian pula dengan kita sebagai milik kepunyaan Tuhan, tanpa Tuhan kita tidak akan bisa melakukan apapun dan tidak dapat bertumbuh dalam menjalani kehidupan kita.

Demikianlah kita sebagai orang-orang yang disebut sebagai pengikut Kristus maka kita adalah milik kepunyaan Kristus dan kita memiliki Kristus. Dengan jelas, Firman Tuhan mengatakan bahwa tidak akan ada satupun yang dapat merebut kita dari Kristus (Yohanes 10-28-29; Roma 8:35) dan perlu diingat bahwa di luar Kristus, kita tidak akan mungkin bisa melakukan apapun dalam kehidupan kita. Kita tidak akan mungkin dapat menemukan arti hidup ini di luar dari Allah yang menciptakan kita. Menjadi kepunyaan Kristus itu berarti Kristus memiliki kita secara keseluruhan dalam segala aspek kehidupan kita dan kita memiliki Kristus dalam kehidupan kita. Menjadi kepunyaan Kristus itu juga berarti bahwa Kristus hanya “satu-satu-Nya” dan bukan “salah satunya” dalam kehidupan ini. Relasi saling memiliki ini perlu semakin diperkuat dan bertumbuh dengan semakin rindu memiliki Allah dan menginginkan Allah dibandingkan lainnya. Rasa ingin memiliki Allah semakin mendalam akan membuat kita tidak akan ingin lepas dari Allah dalam kehidupan ini. Dunia masa kini mempunyai sangat banyak distraksi-distraksi yang dapat mengalihkan kita di luar Tuhan dan akhirnya membuat kita tidak dimiliki lagi oleh Allah dan kita pun tidak lagi mau memiliki Allah dalam kehidupan kita karena kita lebih memilih memiliki hal lain atau pribadi lain dalam dunia ini di luar Allah. * HH