Akal dan EmosI
Matius 22:34-40
Jawab Yesus kepadanya: “Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu.
- Matius 22:37
Allah menciptakan manusia menurut gambar dan rupa-Nya. Itu berarti manusia mempunyai karakter atau sifat Allah dalam hal kapasitas akal dan emosi.
Dalam Yohanes 1:1, dikatakan bahwa Firman (yaitu Tuhan Yesus) adalah Allah. Dalam bahasa aslinya, istilah Firman adalah logos. Logos adalah kata dasar dari kata logika. Logika mengandung arti akal atau rasio. Jadi, Allah kita adalah Allah yang berakal. Karena kita menyandang gambar dan rupa Allah maka kita adalah makhluk yang berakal. Allah memerintahkan kita untuk menggunakan akal, misalnya di dalam 2 Korintus 10:5b untuk “menawan segala pikiran dan menaklukkannya kepada Kristus.”
Di sisi lain, Alkitab mencatat tentang Allah yang beremosi. Misalnya, Tuhan Yesus merasa sedih dan menangis ketika mengetahui Lazarus meninggal dunia. Ia marah ketika halaman bait Allah dijadikan tempat berdagang. Masih banyak bagian lain dari Injil yang mencatat belas kasihan Yesus melihat mereka yang menderita. Jika Tuhan beremosi maka kita sebagai ciptaan-Nya juga demikian. Emosi bukan sesuatu yang negatif dalam kehidupan.
Kesimpulannya jelas, manusia adalah makhluk yang berakal dan beremosi. Mengutamakan salah satu atas yang lainnya adalah mendistorsi gambar dan rupa Allah dalam diri kita. Dalam hukum yang terutama, perintah mengasihi Tuhan juga mencakup unsur akal dan emosi (Mat 22:37).
Karena akal dan emosi sama pentingnya dalam hidup, maka iman yang sehat dibangun di atas dua hal tersebut. Jangan kita mengatakan, “Pokoknya saya yakin itu pimpinan Tuhan atau gerakan Roh kudus” padahal akal sehat menyatakan itu keliru. Misalnya, ada orang yang merasa Tuhan berbicara kepadanya untuk berdoa saja bagi kesembuhannya, padahal di sisi lain, Tuhan menghendakinya menggunakan akal untuk mendapatkan pengobatan medis. Mendapatkan pengobatan medis bukanlah tanda tidak beriman. Di sisi lain, sebagai makhluk beremosi, kita tidak perlu menekan emosi, mengeraskan hati atau menyangkali pergumulan hati kita. Tuhan senang mendengar keluh kesah kita seperti yang dilakukan penulis kitab Mazmur. Hiduplah dengan akal dan emosi yang Tuhan Yesus karuniakan.
Refleksi Diri:
- Apakah Anda cenderung mengutamakan akal atau emosi?
- Setelah membaca renungan ini, bagaimana Anda menyeimbangkan penggunaan emosi yang telah Yesus karuniakan kepada Anda?