Allah Yang Menanti-nantikan
Yesaya 30:12-18
Sebab itu TUHAN menanti-nantikan saatnya hendak menunjukkan kasih-Nya kepada kamu; sebab itu Ia bangkit hendak menyayangi kamu. Sebab TUHAN adalah Allah yang adil; berbahagialah semua orang yang menanti-nantikan Dia!
- Yesaya 30:18
Seorang penatua menceritakan pengalamannya ketika harus menghadap seorang kepala daerah untuk kepentingan bisnis. Setelah diberikan tanggal dan waktu untuk bertemu, ia bersiap dan tiga puluh menit sebelumnya sudah
tiba di kantor pejabat tersebut. Setibanya di sana ia melapor kepada sekretaris sang pejabat bahwa ia sudah datang. Namun setelah menanti setengah jam, satu jam, satu setengah jam, ia belum juga ia dipersilakan menghadap. Nyaris dua setengah jam setelah menanti, barulah akhirnya ia berkesempatan untuk bertemu. Penatua tersebut mengatakan, pengalaman menanti tersebut tidak jadi masalah baginya karena ia memang harus menemui seorang petinggi.
Penatua ini lalu menghubungkan pengalaman tersebut dengan refleksinya dari ayat emas di atas yang baginya terasa mencengangkan. Memang umum seorang bawahan menanti atasan. Demikian juga manusia sebagai ciptaan, seharusnya dan sepantasnya menanti-nantikan Allah Sang Pencipta. Namun, di sini justru sebaliknya. Tuhan menanti-nantikan saat untuk menunjukkan kasih-Nya kepada kita.
Mengapa Allah sampai menantikan seperti itu? Konteks ayat ini adalah pemberontakan yang terus-menerus dilakukan orang Israel. Allah telah mengikat janji dengan bangsa pilihan-Nya. Selama waktu itu, Allah tetap terus memelihara dan menolong umat-Nya karena Dia begitu mengasihi mereka. Namun, tetap saja bangsa Israel memberontak kepada-Nya. Bukannya mengandalkan Allah, berkali-kali mereka justru mencari pertolongan dari bangsa-bangsa yang tidak mengenal Allah. Berulang kali Allah mengingatkan melalui para utusan-Nya, termasuk Nabi Yesaya. Namun, mereka tetap tegar tengkuk dan akhirnya, ketidaktaatan mereka berujung pada kehancuran dan pengasingan diri mereka dari Tanah Perjanjian.
Kita semua adalah umat pilihan-Nya. Allah memberi kita anugerah untuk menjadi anak-anak yang dikasihi-Nya melalui Yesus Kristus. Namun, seringkali kita juga seperti banga Israel yang menolak Allah, memberontak kepada-Nya, dan tidak menaati-Nya. Padahal Allah begitu rindu untuk memberkati kita. Karena itu, Dia perlu terlebih dulu membentuk hati kita. Allah menantikan agar kita bisa siap menerima berkat-berkat-Nya dengan iman. Allah secara aktif bergerak mempersiapkan hati dan karakter kita melalui berbagai cara. Maukah kita menyambut kasih Allah ini dengan sepenuhnya datang kepada-Nya dan menerima pembentukan-Nya?
Refleksi Diri:
- Apakah selama ini ada hal-hal yang membuat Anda kecewa kepada Allah sehingga membuat hati Anda memberontak kepada-Nya? Segeralah berbalik kepada Tuhan.
- Bersediakah Anda menerima kasih-Nya yang teramat besar dan tidak berkeras hati saat dibentuk oleh-Nya?