Bahaya Iri Hati
Pengkhotbah 4:4
Hati yang tenang menyegarkan tubuh, tetapi iri hati membusukkan tulang.
- Amsal 14:30
Alkisah, hiduplah seorang pedagang kaya raya. Meskipun kaya, pedagang ini begitu iri dengan saingannya yang lebih kaya daripada dirinya. Segala upaya dilakukan untuk melampaui kekayaan saingannya tersebut. Raja dari kerajaan yang mendengar kabar persaingan tersebut kemudian memanggil si pedagang kaya ke istana. “Aku akan memberikan apa pun yang kau inginkan,” sang raja menjanjikan, “tetapi aku akan memberikan dua kali lipatnya kepada sainganmu.” Dengan janji ini, ia berharap dapat meredakan persaingan tersebut. Pedagang tersebut berpikir keras selama beberapa hari, kemudian kembali ke istana untuk memberi jawaban. Betapa kagetnya sang raja ketika ia menjawab, “Aku ingin raja mencungkil satu mataku.”
Itulah iri hati. Terdengar sangat aneh bahwa seseorang berusaha keras, tetapi dimotivasi oleh iri hati terhadap orang lain. Tidak perlu jauh-jauh. Cukup lihat anak-anak muda zaman sekarang yang hampir setiap jam memeriksa media sosialnya untuk melihat apakah mendapatkan likes atau followers. Mengapa mereka begitu tekun? Tentu saja karena ingin seperti teman-temannya yang mendapatkan likes dan punya followers lebih banyak. Tidak hanya dalam hal media sosial, bahkan dalam hal pekerjaan dan pelayanan pun mungkin saja kita dimotivasi oleh iri hati.
Raja Salomo mengatakan bahwa ini adalah usaha menjaring angin. Mengapa? Karena seperti si pedagang kaya, ia bukan berdukacita karena penderitaannya, melainkan berbahagia atas penderitaan orang lain. Itulah sebabnya yang paling diinginkannya bukan kebahagiaannya sendiri, melainkan penderitaan saingannya. Pedagang kaya rela kehilangan satu matanya, asalkan saingannya buta. Bodoh sekali, bukan?
Jeff Cook, seorang filsuf Kristen, mengatakan bahwa dari tujuh dosa maut— kesombongan, ketamakan, kemarahan, hawa nafsu, kerakusan, kemalasan, dan iri hati— iri hati adalah dosa yang paling menyedihkan (the most miserable). Jika keenam dosa yang lain membawa kenikmatan maka iri hati justru membuat seseorang sengsara. Ia tidak bisa menikmati kebahagiaan apa pun yang ada di depannya sebelum melihat orang lain menderita.
Ingat perumpamaan Tuhan Yesus tentang anak yang hilang. Keserakahan membuat Anda menjadi si bungsu, tetapi iri hati menjadikan Anda si sulung. Dari antara mereka, siapa yang kembali pulang dan siapa yang sampai akhir tetap menolak Bapanya? Itulah sebabnya iri hati adalah dosa paling menyedihkan.
Refleksi Diri:
- Apakah saat ini Anda sedang memendam iri hati terhadap seseorang? Siapa dan mengapa?
- Apa yang dapat Anda lakukan untuk meredakan iri hati dan memurnikan motivasi Anda dalam mengerjakan segala sesuatu?