Belajar Dari Sejarah
Pengkhotbah 1:8-10
Ingatlah kepada zaman dahulu kala, perhatikanlah tahun-tahun keturunan yang lalu, tanyakanlah kepada ayahmu, maka ia memberitahukannya kepadamu, kepada para tua-tuamu, maka mereka mengatakannya kepadamu.
- Ulangan 32:7
Perikop yang baru saja kita baca mungkin terdengar aneh. Dengan segala teknologi yang ada, bagaimana bisa “tak ada sesuatu yang baru”? Memang perikop hari ini tidak sedang berbicara tentang inovasi teknologi, melainkan moralitas manusia, termasuk di antaranya kejahatan dan kebodohan manusia. Jadi, apa yang sedang Salomo bicarakan? Raja Salomo melihat orang-orang acap kali melakukan hal-hal bodoh dan mengambil keputusan-keputusan yang merugikan dalam hidup mereka. Sayangnya, alih-alih mengakui kesalahan dan belajar dari pengalaman, mereka malah berusaha membela diri sendiri
dengan berkata, “Tapi aku belum pernah mengalami ini sebelumnya!” “Ini adalah hal baru!” Berselang waktu kemudian, mereka akan kembali melakukan hal yang salah. Keledai saja tidak jatuh ke lubang yang sama!
Di dalam bagian ini, Salomo mengkritik orang-orang yang tidak belajar dari sejarah, baik sejarahnya sendiri maupun sejarah orang lain. Di saat yang sama Salomo juga mencibir orang-orang yang mudah terkaget-kaget ketika melihat suatu fenomena. Melihat berita tentang orangtua yang membunuh bayinya sendiri, “Lihatlah, ini baru!” Virus yang mematikan banyak orang, “Lihatlah, ini baru!” Salomo di dalam bagian ini mengatakan, “Tidak perlu kaget begitu! Cobalah belajar dari sejarah. Hal-hal seperti itu sudah ada sebelumnya.”
Belajar dari sejarah, dalam hal ini kesalahan dan kejahatan orang lain, sangatlah penting. Dengan demikian, kita sendiri tidak perlu melakukan kesalahan tersebut. Begitu pula dengan belajar dari kesalahan sendiri! Sayang sekali, seringkali kita bersikap sok tahu dengan dalih “berani ambil risiko”. Tentu segala keputusan yang kita ambil menuntut keberanian untuk menghadapi risiko, tetapi tidak berarti menghilangkan tanggung jawab kita untuk mempelajari masa lalu.
Sebagian Anda mungkin mengklaim belajar dari sejarah. Namun, apakah Anda mempelajarinya dengan netral dan tanpa bias? Seringkali yang kita lakukan adalah pilih-pilih sejarah untuk membenarkan keputusan atau pandangan kita di hadapan orang lain. Istilahnya, pilih-pilih fakta untuk “membangun narasi”.
Mintakan hikmat dari Tuhan supaya Anda bisa belajar dari sejarah. Pelajaran paling penting adalah belajar dari kesalahan-kesalahan di masa lalu dan berdoalah supaya Tuhan Yesus mengubahkannya menjadi sesuatu yang baik dan menumbuhkan karakter Anda.
Refleksi Diri:
- Apakah ada kebodohan/kesalahan (misalnya: terjebak hutang, relasi yang salah, gaya bercanda yang menyakiti perasaan, dan sebagainya) yang sudah berkali-kali Anda lakukan?
- Apakah Anda sudah dan sering mengintrospeksi diri atas kesalahan-kesalahan Anda di masa lalu dan membuat komitmen untuk tidak mengulangi kesalahan yang sama?