Buah Jatuh Tak Jauh Dari Pohonnya
1 Samuel 20:35-42
TUHAN akan ada di antara aku dan engkau serta di antara keturunanku dan keturunanmu sampai selamanya.”
- 1 Samuel 20:42b
Sebuah pepatah berbunyi: Air cucuran jatuhnya ke pelimbahan juga. Maksudnya, sifat atau budi pekerti anak biasanya mengikuti sifat atau budi pekerti orangtuanya. Buah jatuh tak jauh dari pohonnya. Akan tetapi, pepatah itu tidak selamanya benar. Nyatanya, Yonatan berbeda sekali dengan Saul, bapaknya.
Kalau membaca 1 Samuel dari awal, Anda pasti menemukan fakta bahwa kualitas kepribadian Yonatan memang berbeda jauh dari bapaknya. Ia tahu betul bahwa takhta Israel tidak akan jatuh ke tangannya. Ia bisa menerima hal tersebut dan tidak berusaha menggagalkan rancangan Tuhan. Bahkan dalam 1 Samuel 18:4 diceritakan tentang Yonatan menanggalkan jubah yang dipakainya, baju perang, dan peralatan lainnya, lalu memberikannya kepada Daud. Ini menjadi simbol ia “menyerahkan” hak warisnya sebagai raja kepada Daud. Mana ada orang seperti ini? Kalau dalam renungan kemarin saya mengatakan Saul tidak pernah selesai dengan dirinya sendiri sampai tua maka Yonatan sudah selesai dengan dirinya bahkan sebelum ia menua.
Kepribadian dan kerohanian Yonatan bukan kaleng-kaleng. Dalam 1 Samuel 20 saja, saya menghitung Yonatan menyebut nama TUHAN sebelas kali! Ia tidak asal menyebut. Ia membuktikan diri sebagai orang yang kenal Tuhan dan takut akan Tuhan. Ucapan dan kelakuannya menyatakan hal tersebut seperti saya singgung di atas. Ia tahu mana kehendak Tuhan, mana bukan. Ia taat pada kehendak Tuhan. Kualitas hubungannya dengan Tuhan juga ia buktikan dalam hubungan dengan sesama manusia. Ia mengasihi Daud dengan tulus (1Sam. 20:17) padahal Daud adalah “saingannya”. Jadi, Yonatan bukan saja pandai menyebut nama Tuhan, tetapi benar-benar menghidupi firman Tuhan. Tuhan hadir dalam pikiran, ucapan, tindakan, dan relasinya dengan sesama.
Mari kita belajar dari Yonatan. Jalanilah hidup tanpa ambisi yang tidak berkenan di hadapan Allah, yang tidak kudus. Jauhkan diri dari keinginan untuk mengejar jabatan, kekuasaan, kekayaan atau kenikmatan duniawi. Sebaliknya, dengarkanlah suara Tuhan Yesus dan berjalanlah dalam kehendak-Nya. Kejarlah ambisi yang kudus, yaitu hidup berkenan di hadapan Tuhan.
Refleksi Diri:
- Apa ambisi yang ada dalam hati Anda sekarang? Apakah ambisi tersebut kudus di hadapan Tuhan?
- Bagaimana cara Anda hidup berkenan di hadapan Allah?