Bukannya Benci Tapi …..?
Kidung Agung 5:3
Dan karena makin bertambahnya kedurhakaan, maka kasih kebanyakan orang akan menjadi dingin.
- Matius 24:12
Elie Wiesel, seorang novelis Yahudi, mengatakan, “Lawan dari cinta bukanlah kebencian tetapi ketidakpedulian (the opposite of love is not hate, it’s indifference).” Memang, benci adalah lawan dari cinta. Namun, orang yang tidak peduli yang melakukan segala sesuatu tanpa cinta, sama dengan orang yang membenci.
Di ayat sebelumnya pada renungan kemarin, kita melihat bagaimana sang raja dalam keletihan masih merindukan istrinya dan memanggilnya dengan penuh kemesraan. Sayang sekali panggilan ini tidak dihiraukan, melainkan hanya menjadi sebuah pembanding betapa tidak pedulinya si istri. Si istri dengan apatis berkata, “Aku sudah rebahan di ranjang, nih! Sudah pakai krim malam dan rol rambut!” Si istri lupa bahwa awal mula ia memperbaiki dan mempercantik dirinya dari gadis hitam penjaga kebun anggur dan kini menjadi ratu seluruh Israel adalah karena cintanya kepada suaminya. Kini ia melakukannya tanpa cinta. Ia tidak memedulikan suaminya.
Ini juga mungkin terjadi dalam pernikahan. Di awal pernikahan, seorang istri giat memasak untuk suaminya yang pulang kerja, bahkan menemaninya makan. Kini ketika suaminya pulang dengan perut keroncongan, si istri berteriak dari dalam kamar, “Ambil di kulkas! Panasi sendiri!” Demikian pula si suami. Pada awal pernikahan menelepon istrinya dan bertanya, “Gimana kabarmu?” Sesudah menikah, “Gimana si kecil?” Kepedulian akan keadaan satu sama lain sudah tidak ada. Ini makin kentara saat pasangan suami-istri memiliki anak. Seiring berjalannya waktu, komunikasi hanya seputar anak, anak, dan anak saja. Inilah sebabnya di Amerika banyak suami istri bercerai sesudah memasuki masa empty nest, yakni masa ketika anak terakhir sudah meninggalkan rumah. Keduanya menjadi orang asing ketika tidak ada lagi anak yang harus diurus.
Musuh besar dalam pernikahan bukan kebencian, kecuali dalam kasus-kasus ekstrem. Anda tidak mungkin mendadak membenci pasangan Anda. Bagaimanapun, pasangan adalah orang yang Anda kasihi. Musuh pernikahan adalah ketidakpedulian, dimana segala sesuatu dilakukan tanpa cinta, dan Anda lupa untuk siapa Anda melakukan semua ini.
Refleksi Diri:
- Apakah Anda melakukannya tugas-tugas harian (bekerja, memasak, dan lain-lain) karena cinta atau karena “sudah biasa”?
- Berapa banyak komunikasi Anda dengan pasangan yang membicarakan keadaan, kabar, dan perasaan masing-masing? Berapa yang mengenai pekerjaan, uang, dan anak-anak?