Couch Potato
Zefanya 1:12-13
Kemalasan mendatangkan tidur nyenyak, dan orang yang lamban akan menderita lapar.
- Amsal 19:15
Couch potato adalah istilah yang dipakai (kebanyakan di Amerika) untuk menggambarkan orang-orang obesitas yang kerjaannya hanya berselonjor di atas sofa sambil nonton TV dengan cemilan berupa es krim, McDonald, popcorn, atau makanan-makanan tidak sehat lainnya. Secara literal, couch potato berarti kentang sofa. Gambaran yang kocak, bukan? Orang-orang pemalas seperti ini digambarkan sebagai kentang.
Di dalam kitab Zefanya, orang-orang seperti ini pun termasuk golongan orang-orang yang dimurkai Tuhan. Gambaran yang dipakai Alkitab untuk orang-orang yang sehari-harinya malas memang bukan kentang, tetapi anggur yang mengental di atas endapannya. Namun pesannya sama: mereka yang malas dan menganggap bahwa Tuhan tidak menganggap ini sebagai suatu dosa akan mengalami kerugian.
Mungkin di sini Tuhan terlihat kejam. Masakan orang yang malas sampai dihukum dengan kehilangan segala-galanya (ay. 13)? Namun, ini adalah konsekuensi logis dari kemalasan.
Anak kecil saja sudah diajari dengan peribahasa: malas pangkal miskin.
Kemalasan pun bentuknya bermacam-macam. Ada orang-orang yang pada umumnya rajin, tetapi di suatu titik di dalam hidupnya ia mengalami burn out dan menjadi malas. Ini wajar, tetapi jangan sampai dibiarkan. Keadaan seperti ini harus segera diatasi, entah dengan liburan atau mungkin dengan variasi jadwal. Di level yang lebih akut adalah orang yang suka menunda pekerjaan, bahkan melewati tenggat. Tidak hanya merugikan diri sendiri, ini pun akan merugikan orang lain dalam satu tim.
Namun, kemalasan yang paling parah dan mengerikan adalah ketika seseorang hidup di dalam ketiadaan gairah, semangat, dan sukacita. Di dalam bahasa Inggris, keadaan ini disebut sloth. Ini bukan sekedar kemalasan (laziness) biasa, tetapi di dalam tradisi Katolik dianggap sebagai satu dari tujuh dosa maut. Mengapa? Karena ketidakpedulian seperti ini membuat kita menjadi seorang ateis praktis, yaitu orang yang hidup seolah-olah Tuhan tidak ada, meski secara nalar masih memercayai keberadaan Tuhan.
Memang benar Allah Bapa adalah Allah yang memelihara dan mencukupkan kita. Tetapi ini tidak seharusnya menjadikan kita para pemalas. Justru Tuhan Yesus yang selalu hadir di dalam kehidupan kita seharusnya membuat kita makin giat melayani-Nya dalam hidup kita sehari-hari.
Refleksi Diri:
- Bagaimana tingkat kemalasan Anda? Apakah kemalasan membuat Anda menjadi seorang ateis praktis?
- Apa usaha yang ingin Anda lakukan untuk menumbuhkan kerajinan?