Di Antara Binatang-binatang Liar
Markus 1:12-13
Sebab Imam Besar yang kita punya, bukanlah imam besar yang tidak dapat turut merasakan kelemahan-kelemahan kita, sebaliknya sama dengan kita, Ia telah dicobai, hanya tidak berbuat dosa.
- Ibrani 4:15
Hari ini adalah Rabu Abu, hari dimana umat Katolik memulai empat puluh hari puasa menjelang penyaliban Tuhan Yesus. Empat puluh hari puasa ini mengikuti puasa yang Yesus lakukan sebelum memulai pelayanan-Nya, sebagaimana tertulis dalam Matius 4:1-11 dan Lukas 4:1-13, dimana Yesus dicobai tiga kali oleh Iblis.
Sayang sekali kisah yang sama menurut versi Injil Markus, yakni bagian yang kita baca hari ini, jarang mendapat perhatian karena sangat pendek dan tidak menuliskan tentang bagaimana Iblis mencobai Tuhan Yesus. Namun, sebenarnya ada detail menarik yang dituliskan Markus yang tidak ditulis oleh Matius dan Lukas, yakni bahwa Yesus berada di antara binatang-binatang liar (ay. 13) atau di terjemahan Alkitab KJV menggunakan kata “wild beasts”, artinya binatang buas. Mengapa hal ini menarik?
Beberapa tahun kemudian, pada masa Injil Markus ditulis, orang-orang Kristen mula-mula menerima penganiayaan yang sangat hebat dari kaisar-kaisar Roma. Salah satu penganiayaan yang mereka terima adalah dilempar ke koloseum untuk dijadikan tontonan saat diadu dan dimangsa oleh binatang-binatang liar (buas). Markus melalui bagian ini seolah mengatakan, “Tuhan kita pun pernah mengalami hal serupa.”
Berbeda dengan Matius dan Lukas yang menarik kisah ini ke masa lampau, yakni kala orang-orang Israel berada di padang gurun selama empat puluh tahun (Ul. 8:2) maka Markus menarik kisah ini ke masanya. Sebagaimana Yesus dalam ketaatan-Nya kepada Bapa menjalani kengerian seperti itu, demikian pula mereka, orang Kristen mula-mula, harus setia dalam ketaatan tak peduli seperti apa pun penderitaan yang mereka hadapi. Mereka tidak boleh menyangkali iman.
Pesan ini juga berlaku untuk kita. Penderitaan apa pun yang pernah kita alami, Tuhan Yesus pun merasakannya. Puncaknya adalah ketika ketaatan menggiring-Nya ke kayu salib. Umat Katolik yang mengadakan puasa atau pantang selama empat puluh hari rindu untuk mengimitasi ketaatan-Nya.
Bagaimana dengan kita? Apakah berpuasa atau tidak? Ini adalah keputusan Anda. Namun yang terpenting, maukah kita taat kepada Tuhan? Kepada Yesus yang tidak sekadar memberikan perintah tetapi juga teladan ketaatan melalui penderitaan-Nya.
Refleksi Diri:
- Apakah Anda selama ini, demi kenyamanan pribadi, hidup dalam ketidaktaatan dengan berbuat dosa?
- Bagaimana Anda akan menggunakan empat puluh hari menjelang Jumat Agung untuk berhenti melakukan hal-hal tersebut, meski mengorbankan kesenangan/kenyamanan Anda?