Diet vs Puasa
Zakharia 7:1-7
Hari itu harus menjadi sabat, hari perhentian penuh, bagimu dan kamu harus merendahkan diri dengan berpuasa. Itulah suatu ketetapan untuk selama-lamanya.
— Imamat 16:31
Seorang teman non-Kristen pernah bertanya kepada saya, “Kenapa kamu juga berpuasa? Kan tidak diwajibkan di agamamu?” Saya yang saat itu masih belum menjadi hamba Tuhan, menjawab setengah bercanda, “Sekalian diet.” Apa sebenarnya tujuan berpuasa? Di bagian ini, orang-orang Israel yang telah mendengar penglihatan-penglihatan Zakharia, bertanya kepada Tuhan, “Apakah kami perlu berpuasa untuk menunjukkan pertobatan kami?” Jawaban Tuhan pada ayat 5-7 bernada sarkastik sekali. Tuhan seolah bertanya balik, “Memangnya selama ini kamu benar-benar berpuasa?”
Puasa bukanlah untuk mengurangi kalori, tetapi untuk merendahkan diri. Demikianlah yang dikehendaki Tuhan. Coba saja baca perintah Tuhan di dalam Imamat 16:29, 31;
23:27, 29, 32 dan sebagainya. Frasa yang banyak digunakan pada ayat-ayat tersebut adalah “merendahkan diri dengan berpuasa”. Yang penting adalah sikap merendahkan diri di hadapan Tuhan. Puasa hanyalah ekspresi sikap tersebut.
Namun kenyataannya, puasa yang selama ini dilakukan umat Tuhan hanyalah rutinitas rohani belaka. Tidak ada kesungguhan hati untuk bertobat. Apa bedanya dengan diet?
Orang Kristen zaman Perjanjian Baru seperti kita memang tidak diwajibkan untuk berpuasa. Namun, esensinya tetap berlaku, yakni bahwa kita harus merendahkan diri di hadapan Tuhan. Itulah sebabnya Imamat 16:31 mengatakan bahwa merendahkan diri adalah ketetapan untuk selama-lamanya.
Malah, tuntutan kepada kita lebih tinggi. Meski tidak ada puasa wajib, Tuhan meng-hendaki kita agar senantiasa merendahkan diri di hadapan-Nya, tidak hanya satu kali se-tahun atau sebelum Perjamuan Kudus saja, tetapi setiap saat ketika kita memikirkan atau melakukan dosa. Sayangnya, seringkali kita sudah menyiapkan seribu satu alasan untuk berdalih di hadapan Tuhan. “Kenapa kamu marah kepada istrimu?” “Karena dia terlambat menyiapkan makan, padahal aku sudah lapar sehabis pulang kerja.” “Kenapa kamu mendiamkan suamimu?” “Karena dia lupa memperbaiki pipa ledeng.” Kita selalu bisa berdalih di hadapan Tuhan.
Bagian ini tidak hanya mengajarkan tentang puasa, tetapi prinsip tentang merendahkan diri. Merendahkan diri berarti sadar bahwa dosa adalah dosa. Sudahlah, tidak perlu mencari seribu satu alasan seolah-olah Tuhan tidak tahu keadaan kita. Tuhan Yesus memang mengerti keadaan kita, tetapi ini tidak berarti Dia memberi lampu hijau untuk dosa.
Refleksi Diri:
• Cobalah menghitung dosa yang Anda lakukan dalam sehari. Bandingkan berapa kali Anda secara jujur merendahkan diri dan berapa kali Anda berdalih kepada Tuhan.
• Mana yang lebih banyak? Maukah Anda belajar merendahkan diri di hadapan Tuhan?