Duduk Sama Rendah
Zakharia 7:8-10
Janganlah engkau memperkosa hak orang asing dan anak yatim; juga janganlah engkau mengambil pakaian seorang janda menjadi gadai. Haruslah kau ingat, bahwa engkau pun dahulu budak di Mesir dan engkau ditebus TUHAN, Allahmu, dari sana;
- Ulangan 24:17-18a
Masih berkenaan dengan pembahasan hari sebelumnya, mengapa topik puasa tiba-tiba berganti menjadi topik mengenai keadilan sosial? Apa hubungannya?
Kita telah mempelajari bahwa esensi berpuasa adalah merendahkan diri di hadapan Tuhan. Bagian yang kita baca hari ini memperjelas mengapa merendahkan diri sangat penting. Ketika umat Tuhan merendahkan diri, mereka mengingat bahwa mereka adalah orang-orang tidak berdaya yang Tuhan kasihani. Oleh sebab itulah mereka pun seharusnya berbelas kasihan kepada orang-orang miskin. Dengan kata lain, mereka duduk sama rendah.
Inilah alasan mengapa penyembahan berhala sangat dekat kaitannya dengan ketidakadilan sosial. Ilah-ilah palsu bukanlah Allah yang berbelas kasihan dan memberikan anugerah secara cuma-cuma. Sebaliknya, mereka menuntut pengikutnya memberikan sesuatu terlebih dahulu, baru berkat akan diberikan. Itulah mengapa ketika orang-orang Israel menyembah dewa-dewa palsu ini, mereka lantas mengabaikan belas kasihan kepada orang-orang yang tidak berdaya. Sebagaimana ilah mereka memperlakukan mereka dengan bersyarat, demikian mereka memperlakukan sesama.
Bagaimana dengan kita? Kita harus ingat bahwa dahulu kita adalah budak dosa yang ditebus oleh Tuhan Yesus secara cuma-cuma. Ini semua adalah karena belas kasihan-Nya. Oleh sebab itu, sudah sewajarnya kita pun berbelas kasihan kepada orang-orang yang lebih lemah.
Mungkin kita tidak secara langsung menindas orang-orang miskin. Tetapi hal-hal kecil bisa menunjukkan bahwa kita tidak memiliki belas kasihan kepada mereka. Saya teringat kisah mengenai wanita kaya yang ingin berderma kepada seorang penjual telur miskin dengan membeli dagangannya. Ketika si penjual telur menyebutkan harga tertentu, si wanita malah menawar habis-habisan. Si penjual, yang putus asa karena dagangannya tidak laku seharian, akhirnya menjual rugi. Sesudah membeli, wanita itu tersenyum berpikir bahwa ia telah berderma padanya.
Kisah di atas memang konyol. Tetapi kita mungkin melakukan hal serupa, misalnya menekan dan serba hitung-hitungan soal upah pegawai atau asisten rumah tangga kita. “Lho? Aku kan juga tidak mau rugi?” Yah, kalau Tuhan Yesus berpikir seperti itu, kita semua masih calon penghuni neraka saat ini.
Refleksi Diri:
- Seberapa hitung-hitungankah Anda soal uang dengan orang-orang yang secara status berada di bawah Anda?
- Apa hal sederhana yang dapat Anda lakukan untuk menunjukkan belas kasihan kepada mereka yang berkekurangan?