Guru Kencing Berdiri, Murid Kencing Berlari
Pengkhotbah 5:7
Saudaraku yang kekasih, janganlah meniru yang jahat, melainkan yang baik. - 3 Yohanes 1:11a
Meskipun terdengar jorok, pepatah guru kencing berdiri, murid kencing berlari akan selalu berlaku di setiap zaman. Murid akan selalu meniru contoh buruk gurunya, bahkan menjadikannya lebih buruk daripada sebelumnya.
Ini pula yang disampaikan Salomo pada ayat bacaan hari ini, meski bukan memakai hubungan guru-murid, melainkan pejabat-rakyat. Mengapa begitu banyak penindasan terjadi dimana-mana? Karena pejabat yang lebih tinggi menindas pejabat yang di bawahnya, kemudian pejabat itu menindas yang di bawahnya lagi, begitu seterusnya sampai pada akhirnya rakyat jelata yang berada di paling bawah tidak bisa melawan. Ini bukan lagi sekadar “guru kencing berdiri, murid kencing berlari,” tetapi “guru mengencingi muridnya”. Pejabat yang satu meniru atasannya yang korup, yang rupanya juga meniru orang di atasnya, sampai seluruh negara menjadi negara yang korup.
Theodor Adorno, seorang filsuf Jerman pada masa Perang Dunia II, mengatakan, “Manusia menjadi manusia hanya dengan meniru manusia lainnya” (a human being only becomes human at all by imitating other human beings). Memang benar adanya. Seorang bayi belajar menjadi manusia yang berbudaya dengan meniru orangtuanya. Di sekolah, ia kemudian meniru gurunya. Sampailah ia kepada masa remaja, masa pencarian jati diri. Jika ia belum memiliki jati diri yang jelas, ia akan meniru tindakan teman-temannya yang buruk.
Oleh karena keberadaan kita sebagai manusia yang telah jatuh ke dalam dosa, lebih mudah meniru yang buruk daripada yang baik. Kita tahu bahwa tujuan hidup kita adalah untuk menjadi serupa Kristus (Rm. 8:29). Sayangnya, lebih mudah bagi kita untuk menjadi “serupa dengan dunia ini” (Rm. 12:2), bahkan kita yang sudah tua. Jadi, bayangkan betapa sulitnya bagi anak-anak kita serta generasi muda yang belum menemukan jati diri mereka untuk meneladani yang baik.
Salah seorang paman saya dulunya adalah perokok. Yang membuatnya berhenti adalah ketika memiliki anak laki-laki, ia tidak ingin anaknya menjadi sama seperti dirinya. Dengan kata lain, ia ingin menjadi teladan yang baik. Itulah yang seharusnya menjadi prioritas orangtua: bukan sekadar mengajarkan yang baik melalui kata-kata, melainkan melalui tindakan.
Kalau bukan kita yang menjadi teladan baik bagi mereka yang muda, siapa lagi?
Refleksi Diri:
- Apakah selama ini Anda telah menjadi teladan yang baik bagi mereka yang lebih muda, misalnya anak-anak atau junior Anda di tempat kerja?
- Apa langkah praktis yang dapat Anda lakukan untuk menjadi teladan baik bagi mereka?