Hidup Dalam Pengharapan
Yeremia 29:4-11
Sebab Aku ini mengetahui rancangan-rancangan apa yang ada pada-Ku mengenai kamu, demikianlah firman TUHAN, yaitu rancangan damai sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan, untuk memberikan kepadamu hari depan yang penuh harapan.
- Yeremia 29:11
Seorang ayah menyuruh anak-anaknya pergi ke hutan melihat sebuah pohon pir di waktu yang berbeda dan memberikan laporannya. Anak pertama disuruhnya pergi pada musim dingin dan melaporkan bahwa pohon pir tersebut sangat jelek dan batangnya bengkok. Anak kedua pergi pada musim semi dan melaporkan bahwa pohon pir dipenuhi kuncup-kuncup hijau yang menjanjikan. Anak ketiga pergi pada musim panas dan melaporkan bahwa pohon pir dipenuhi dengan bunga-bunga harum. Anak keempat pergi pada musim gugur dan melaporkan bahwa ia tidak setuju dengan saudara-saudaranya. Ia berkata pohon pir penuh dengan buah yang matang dan ranum. Sang ayah lalu menimpali, “Kalian semua benar, hanya saja kalian melihat di waktu yang berbeda,” dan berpesan, “mulai sekarang jangan pernah menilai kehidupan hanya berdasarkan satu masa yang sulit.”
Surat Nabi Yeremia kepada orang-orang Yahudi yang terbuang dan tertawan ditulis sekitar setahun setelah tiba di Babel. Yeremia menyampaikan pengharapan dan menasihati agar mereka hidup secara normal—membangun rumah, menikah, dan mengusahakan kesejahteraan kota di mana Allah menempatkan mereka—karena mereka tidak akan kembali ke tanah perjanjian sampai genap tujuh puluh tahun (ay. 4-7, 10). Mereka tidak boleh mendengarkan para nabi palsu yang meramalkan bahwa masa pembuangan akan singkat waktunya (ay. 8-9). Yeremia meyakinkan mereka untuk menerima situasi tersebut dengan rasa percaya bahwa kejadian tersebut adalah rancangan damai sejahtera Allah, bukan rancangan kecelakaan. Hajaran Allah di masa sulit ini akan menuntun mereka pada pertobatan sehingga dapat merasakan kembali tangan kasih dan penyertaan-Nya. Mereka akan mengalami pemulihan yang berasal dari Allah sendiri.
Demikian juga kita, terkadang Tuhan mengizinkan penderitaan dan masa-masa sulit sebagai disiplin Tuhan atas dosa-dosa kita. Hendaklah kita sadar dan bertobat, kembali datang kepada-Nya dengan iman dan pengharapan. Jangan memandang hidup hanya berdasarkan satu masa sulit saja. Percayalah, di balik setiap peristiwa dan masa sulit yang terjadi di dalam kehidupan kita, pasti ada rencana Tuhan yang indah buat umat-Nya.
Refleksi Diri:
- Bagaimana sikap Anda jika berada dalam posisi sebagai “bangsa Israel yang dibuang ke Babel”? Apakah ada dosa-dosa yang belum kita bereskan di hadapan Tuhan?
- Apa yang Anda lakukan agar tetap memiliki iman dan pengharapan kepada Tuhan di tengah masa-masa sulit tersebut?