Homo Sapiens , Si Manusia Bijak
Pengkhotbah 3:16-22; 9:11-12
Sungguh, Allah tidak berlaku curang, Yang Mahakuasa tidak membengkokkan keadilan.
- Ayub 34:12
Nama ilmiah manusia adalah homo sapiens, secara literal berarti manusia bijak. Ini menunjukkan superioritasnya di atas binatang. Namun, di dua bagian bacaan Alkitab hari ini, Raja Salomo mempertanyakan hal tersebut. Apakah benar manusia lebih dari binatang, kalau toh pada akhirnya mereka sama-sama berakhir dengan kematian? Lebih jauh lagi, keadaan si manusia bijak ternyata lebih buruk dari binatang! Binatang yang cepat akan mendapatkan buruannya, tetapi untuk manusia “kemenangan perlombaan bukan untuk yang cepat” (Pkh. 9:11). Binatang yang kuat akan menjadi predator menguasai hewan-hewan lemah di bawahnya, tetapi untuk manusia “keunggulan perjuangan bukan untuk yang kuat” (Pkh. 9:11). Kok sepertinya kehidupan binatang lebih adil? Bukankah manusia dijuluki sapiens atau bijak? Mengapa justru hidup binatang lebih masuk akal daripada hidup kita?
Memang, manusia memiliki kapasitas intelektual yang jauh lebih tinggi daripada binatang dan itulah sebabnya mereka disebut homo sapiens. Namun, ingat bahwa hanya manusialah satu-satunya ciptaan yang jatuh ke dalam dosa. Dengan kata lain, hanya manusialah satu-satunya yang dapat menggunakan kecerdikan, kepandaian, dan kefasihan bicaranya untuk berbuat dosa. Bahkan seringkali justru mereka yang paling pandailah yang melakukan berbagai macam penipuan dan tindak kriminal.
Ini semua adalah pengamatan yang benar. Namun, Salomo menyatakan keyakinannya, “Allah akan mengadili baik orang yang benar maupun yang tidak adil.” (Pkh. 3:17). Memang mereka yang melakukan kejahatan bisa saja terlihat menang. Di dalam peristiwa ketidakadilan tertinggi misalnya, yakni penyaliban Tuhan Yesus, kejahatan seolah berkuasa. Namun, ada Hakim adil yang tidak bisa ditipu oleh intelektualitas maupun kekuatan manusia, yakni Allah Pencipta langit dan bumi.
Ya, sepertinya kehidupan binatang lebih adil daripada kehidupan manusia. Ya, hanya manusia yang dapat merancangkan kejahatan dengan begitu liciknya. Namun, Tuhan akan bertindak dengan adil pada waktunya. Pertanyaannya sekarang adalah: di sisi manakah Anda? Di sisi kebenaran atau di sisi kejahatan?
Tentunya jika Anda berada di pihak yang benar, Tuhan akan mengganjar orang yang bersalah kepada Anda. Namun, jangan sampai Anda berdoa memohon dan menantikan keadilan Tuhan, tetapi rupanya Dia justru menemukan Anda lebih bersalah daripada orang yang Anda tuduh. Anda pun tidak akan luput dari ganjaran meski menyebut diri “Kristen”.
Refleksi Diri:
- Kapan Anda terakhir kali mengalami ketidakadilan (misal: tidak mendapatkan bantuan hukum, diperas oleh oknum pemerintahan, mengalami penipuan dan kerugiannya tidak dikembalikan)? Apa yang Anda rasakan?
- Bagaimana Kemahaadilan Tuhan menjadi penghiburan Anda kala mengalami hal-hal tersebut?