Lebih Dari Masa Depan
Pengkhotbah 3:11-13; 8:9-17
Sebab itu janganlah kamu kuatir akan hari besok, karena hari besok mempunyai kesusahannya sendiri. Kesusahan sehari cukuplah untuk sehari.
- Matius 6:34
Apa yang membedakan manusia dan hewan? Menurut beberapa studi, salah satunya adalah binatang tidak seperti manusia yang bisa mengantisipasi maupun merencanakan masa depan. Namun, ada beberapa studi lain menyanggah hal ini. Menurut studi-studi ini, binatang dapat mengantisipasi masa depan. Itulah sebabnya beberapa spesies burung bermigrasi dari satu tempat ke tempat lain.
Ya, mungkin binatang dapat memikirkan masa depan. Namun, tidak seperti manusia, binatang tidak bisa berefleksi, “Mengapa ini menimpaku?” “Apa salahku?” “Apakah ada maksud dari peristiwa ini?” Manusia mengaitkan masa depan dengan tindakannya di waktu lampau—dengan kata lain, dengan kehidupan moralnya. Inilah yang dimaksud Pengkhotbah dengan Allah “memberikan kekekalan dalam hati mereka. Tetapi manusia tidak dapat menyelami pekerjaan yang dilakukan Allah dari awal sampai akhir” (Pkh. 3:11 bdk. 8:17).
Ya, kita manusia berbeda dengan binatang. Tidak hanya bisa memikirkan masa depan, kita juga bisa mengaitkannya dengan moralitas dan hukum sebab-akibat. Namun, konsekuensinya adalah manusia, makhluk yang “hidup di masa depan”, mengenal depresi, kecemasan, dan nihilisme. Binatang tidak. Hal-hal ini muncul karena kesadaran bahwa tidak hanya kita tidak bisa mengontrol peristiwa-peristiwa yang terjadi tidak peduli seberapa mengagumkannya kebaikan dan kesalehan kita, seperti yang kita renungkan sebelumnya, kita bahkan tidak mengerti mengapa peristiwa-peristiwa tersebut menimpa kita. Pada akhirnya, banyak orang yang hidup dalam ketakutan akan apa yang terjadi di masa depan dan keputusasaan karena merasa tidak ada gunanya mempertahankan hidup bermoral.
Raja Salomo memberikan solusi untuk masalah ini. Tidak bisa mengontrol masa depan? Tidak tahu kenapa ini-itu terjadi? Jawabannya bukan kecemasan maupun keputusasaan, melainkan “bersuka-suka dan menikmati kesenangan dalam hidup mereka” (Pkh. 3:12 bdk. 8:15). Mengapa? Karena sukacita dan kesenangan adalah “pemberian Allah” (Pkh. 3:13).
Pesan Salomo dan Tuhan Yesus sama, yakni tidak perlu mengkhawatirkan hari esok. Kekhawatiran akan hari esok akan melumpuhkan kita hari ini dan membuat kita tidak bisa menikmati yang Tuhan berikan. Asal hari ini kita telah mempersembahkan yang terbaik— entahkah dalam pekerjaan, relasi, dan pelayanan kita—kita boleh menikmati apa yang Tuhan berikan sebagai upah kita, tanpa perlu tertekan dengan hari esok.
Refleksi Diri:
- Apa perasaan-perasaan yang Anda rasakan saat memikirkan masa depan? Mengapa muncul perasaan-perasaan tersebut?
- Bagaimana cara Anda mengatasi perasaan-perasaan negatif dan tidak lagi mengkhawatirkan masa depan?