Masihkah Ada Panggilan Sayang?
Kidung Agung 5:2
Lakukanlah segala pekerjaanmu dalam kasih!
- 1 Korintus 16:14
Saya pernah menghadiri pemberkatan nikah kakak sepupu yang membuat saya berkesan karena khotbah si pendeta. Ketika membicarakan ketundukan istri pada suami, ia memakai ilustrasi demikian, “Jadi, bagaimana? Apakah harus seperti Nyonya Bapak X yang memanggilnya ‘Bos’?” Kenangan ini selalu membuat saya terpingkal-pingkal, lebih-lebih karena Bapak X dan nyonyanya adalah orangtua saya. Mama saya berdalih bahwa sesudah menikah, ia merasa papa semakin bossy. Karena itu ia memanggilnya demikian.
Pernikahan bisa mengubah panggilan “honey” menjadi “bos”. Apakah harus selalu begini? Tentu saja tidak! Bagian yang kita baca menceritakan kehidupan sang raja dan istrinya sesudah menikah. Sang raja, setelah seharian lelah bekerja, menyempatkan diri bertemu dengan istrinya. Rambutnya penuh tetesan embun malam, mungkin karena berjalan kaki di tengah malam yang dingin dan berkabut. Dalam konteks masa sekarang, bayangkan seorang suami yang pulang dari kantor dengan keadaan basah kuyup akibat kehujanan.
Perhatikan bagaimana ia memanggil sang istri. “Dinda”, “manisku”, “merpatiku”, “idam-idamanku”. Ia memanggil kekasihnya dengan empat panggilan sa- yang. Bandingkan dengan banyaknya panggilan sayang saat malam pengantin, yakni hanya dua (Kid. 4:1). Justru dalam pernikahannya, panggilan sayang kepada si istri bertambah. Tanggung jawab dan kesibukan suami sesudah pernikahan tidak memudarkan kemesraannya, justru membuatnya makin rindu kehadiran istri yang memberi semangat dan penghiburan.
Sayang sekali, di zaman sekarang hal ini jarang terjadi. Panggilan sayang berganti dengan nama langsung, “kamu”, ”hei”, “eh”, dan lain sebagainya. Masih lumayan kalau memanggil “papi” dan “mami”. Kemesraan mulai pudar tidak begitu lama setelah pesta pernikahan usai. Kidung Agung tidak sependapat mengenai ini, demikian pula Kitab Wahyu. Apa yang terjadi sesudah perkawinan Anak Domba dalam Kitab Wahyu? Sorga! Kebahagiaan mutlak selamanya!
“Apalah arti sebuah nama,” kata orang. “Apalah arti sebuah panggilan,” Anda mungkin berkata. Memang panggilan kelihatan seperti sesuatu yang sepele. Namun bagaimana cara kita memanggil pasangan menggambarkan apa yang kita lihat dalam dirinya. Jika Anda memanggilnya “sayang”, Anda melihat sosok yang tersayang. Jika Anda memanggilnya “bos”, apa yang Anda lihat dalam dirinya?
Refleksi Diri:
- Bagaimana Anda menilai kemesraan dengan pasangan? Apakah memudar atau masih baik?
- Apa panggilan yang Anda dan pasangan gunakan ketika berpacaran? Apakah berbeda dengan sesudah menikah?