Melayani Bukan Dilayani
Markus 10:35-45
Karena Anak Manusia juga datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang.
—Markus 10:45
Pada tahun 2018, Jusuf Kalla, mantan wakil presiden Indonesia, berpidato dan menyampaikan arahan kepada ribuan calon pegawai negeri sipil (CPNS). Ia meminta para CPNS untuk mempunyai mental yang siap melayani masyarakat, bukan malah minta dilayani. Jusuf Kalla menyadari adanya kecenderungan seseorang untuk memiliki kenyamanan hidup dan enggan bekerja keras. Kecenderungan ini membuat seseorang ingin meraih kedudukan terhormat sehingga tidak perlu melayani, melainkan dilayani.
Rupanya kecenderungan ini juga dipikirkan oleh murid-murid Yesus. Ini dilontarkan pertama kali oleh Yakobus dan Yohanes saat berkata, “Perkenankanlah kami duduk dalam kemuliaan-Mu kelak, yang seorang lagi di sebelah kanan-Mu dan yang seorang di sebelah kiri-Mu.” (ay. 37). Mereka menginginkan kedudukan yang terhormat dan menjadi “orang besar”. Yesus meresponi permintaan mereka, “Kamu tidak tahu apa yang kamu minta. Dapatkah kamu meminum cawan yang harus Kuminum dan dibaptis dengan baptisan yang harus Kuterima?” (ay. 38). Kedua murid Yesus ini menjawab dengan naif, “Kami dapat.” Mereka gagal memahami apa maksud Yesus.
Murid-murid Yesus yang lain ternyata juga memiliki pemikiran yang sama. Yesus lalu menasihati mereka, “Barangsiapa ingin menjadi besar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu, dan barangsiapa ingin menjadi yang terkemuka di antara kamu, hendaklah ia menjadi hamba untuk semuanya.” (ay. 43-44).
Konsep melayani dan menjadi hamba bukanlah sesuatu yang lazim ditemui di masyarakat. Yesus sendiri telah menjadi teladan dalam melayani. Yesus adalah Allah, pencipta Alam semesta. Dia Raja di atas segala raja, yang seharusnya paling layak untuk dilayani. Namun, Kristus datang ke dunia bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang (ay. 45). Yesus yang adalah Allah, rela mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama seperti manusia bahkan taat sampai mati, mati di kayu salib untuk menebus setiap kita (Flp. 2:7-8).
Sebagai anak-anak Tuhan, marilah kembali mengerjakan panggilan kita sebagai hamba yang melayani dengan baik dan setia (Mat. 25:21). Biarlah kita tidak mencari perkenanan manusia dan dunia, melainkan hanya perkenanan Tuhan.
Refleksi Diri:
- Apakah Anda tergoda untuk mendapatkan kedudukan dan ketenaran dalam pelayanan? Apa yang membuat Anda sulit untuk melayani?
- Bagaimana cara Anda melatih diri untuk memiliki hati seorang hamba