Mengasihi dan Mendoakan Musuh
Matius 5:38-48
Tetapi Aku berkata kepadamu: Kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu.
- Matius 5:44
Manusia hidup di dunia yang membutuhkan relasi. Diciptakan Tuhan sebagai makhluk sosial, tak ada manusia yang tidak membutuhkan sesamanya. Manusia didesain Allah sebagai makhluk yang berelasi dan berinteraksi satu sama lain. Relasi dapat membuat seseorang merasa tidak kesepian, merasa dikasihi, dan mendapat kebahagiaan. Namun, relasi juga memiliki jebakan-jebakan yang dapat menimbulkan luka batin dan rasa benci. Relasi persahabatan punya potensi berubah menjadi permusuhan. Kita semua pasti memiliki pengalaman punya musuh dan tentu tidak mudah untuk mengasihi musuh kita.
Yesus mengajarkan tentang mengasihi musuh. Pengajaran Yesus bertolak belakang dengan apa yang diajarkan dunia, yaitu membalas kejahatan dengan kejahatan. Dia justru menekankan untuk membalas kejahatan dengan kebaikan.
Saat Yesus menegaskan pengajaran ini, orang Israel sudah memiliki kitab Taurat. Sayangnya dalam pelaksanaan, mereka mencampurkan ketetapan-ketetapan Allah dengan tradisi nenek moyang sehingga Taurat yang mereka terima dan aplikasikan keliru. Pengajaran yang berlaku waktu itu adalah “kasihilah sesamamu dan bencilah musuhmu”. Yesus hadir bukan untuk meniadakan hukum Taurat melainkan untuk meluruskannya.
Dua hal yang Yesus koreksi dari pengajaran keliru saat itu. Pertama, konsep sesama yang salah. Konsep sesama bagi orang Israel adalah sesama orang Yahudi sementara Yesus menekankan sesama sebagai semua umat manusia. Kedua, pengajaran yang salah tentang membenci musuh. Taurat tidak mengajarkan untuk membenci musuh, justru sebaliknya harus mengasihi musuh. Pengajaran membenci musuh adalah tradisi yang ditambahkan. Karena itu, Yesus menegaskan kembali supaya mengasihi musuh. Coba renungkan, kalau sesama adalah semua manusia maka musuh pun termasuk manusia yang harus dikasihi. Jadi, tidak ada alasan untuk tidak mengasihi musuh karena itu yang dikehendaki Allah.
Sebagai bentuk mengasihi, Yesus mengajarkan kita untuk mendoakan musuh. Isi doanya bukan supaya musuh kita bernasib jelek tetapi agar Tuhan memberkati dan mengubahkan hidupnya. Mengasihi dan mendoakan musuh tentu sulit, tapi inilah yang dikehendaki Allah untuk setiap anak Tuhan lakukan. Sadarilah kita dulu adalah seteru Allah, tetapi Allah tetap mengasihi kita. Dia telah mencari kita yang terhilang dan membawa kita untuk menjadi anak-anakNya.
Refleksi Diri:
• Siapakah musuh terbesar di dalam hidup Anda? Sudahkah Anda mengasihi dan mendoakannya?
• Apa yang Anda mau lakukan sebagai wujud mengasihi orang-orang yang telah menyakiti Anda?