Merayakan Kasih Allah
Kisah Para Rasul 16:19-26
Tetapi kira-kira tengah malam Paulus dan Silas berdoa dan menyanyikan puji-pujian kepada Allah dan orang-orang hukuman lain mendengarkan mereka.
- Kisah Para Rasul 16:25
Merayakan adalah salah satu disiplin rohani yang penting, tetapi yang paling diabaikan dan disalah mengerti. Disiplin merayakan melengkapi disiplin penyembahan karena merayakan berarti tinggal dalam keagungan Allah seperti yang terlihat dalam kebaikan-Nya kepada kita. Kita merayakan ketika menikmati diri, hidup, dan dunia kita, serta dengan iman kita juga menikmati keagungan, keindahan, dan kebaikan Allah. Kita melihat hidup dan dunia ini sebagai karya dan pemberian Allah bagi kita.
Yesus memulai pelayanan publik-Nya dengan memproklamasikan tahun Yobel (salah satu perayaan keagamaan dalam tradisi Yahudi), yaitu ketika terjadi pembebasan kepada orang-orang tawanan, penglihatan bagi orang-orang buta, pembebasan bagi orang-orang yang tertindas, dan pemberitaan bahwa tahun rahmat Tuhan telah datang (Luk. 4:18-19). Penulis Richard Foster menunjukkan bahwa kita pun dipanggil memiliki roh yang selalu merayakan. “Kita merayakan karena kita tahu Dia peduli pada kita dan kita bisa membawa segala kekhawatiran kita kepada-Nya. Allah telah mengubah duka kita menjadi tarian.”
Merayakan Allah tidak tergantung pada situasi sempurna atau perasaan senang. Bahkan ketika di penjara sekalipun, Paulus dan Silas dapat merayakan. Meskipun secara fisik mereka didera, terbelenggu, dan terpenjara, secara mental tertekan, tetapi rohani mereka bisa berdoa dan memuji kebesaran Tuhan. Mereka bisa merasakan kekuatan dan penghiburan jiwa yang berasal dari Tuhan. Sementara Yeremia, nabi yang suka meratap, menemukan alasan untuk bersukacita dan berpengharapan kepada Allah di tengah ratapannya (Rat. 3:20-24).
Disiplin merayakan adalah ketika kita memilih untuk bersukacita di tengah berbagai situasi hidup yang membelenggu. Kita bisa dimampukan untuk bersukacita karena kita terkoneksi terus dengan Allah, sumber segala pengharapan. Galatia 5:22 mencatat bahwa sukacita adalah buah roh. Dan buah roh hanya bisa dihasilkan ketika sebagai carang kita terkoneksi terus dengan Kristus, Sang Pokok dari Pohon Kehidupan. Marilah senantiasa merayakan dengan sukacita sebab kesenangan kudus semacam ini merupakan penangkal yang sangat baik bagi keputusasaan dan merupakan sumber ucapan syukur yang tulus.
Refleksi Diri:
- Apakah Anda mengenali berkat kecil dan besar yang Allah berikan di dalam hidup keseharian Anda?
- Sudahkah Anda mengucap syukur kepada Yesus untuk kesetiaan-Nya, terlepas dari apa pun kondisi Anda saat ini?