Misteri Allah
Mazmur 7
TUHAN mengadili bangsa-bangsa. Hakimilah aku, TUHAN, apakah aku benar,
dan apakah aku tulus ikhlas.
- Mazmur 7:9
Dosa, murka Allah, dan hukuman Allah adalah tiga hal yang sering dikaitkan. Karena berdosa, maka Allah murka, hukuman menimpa, akibatnya muncul penderitaan. Dengan kata lain, jika manusia menderita, itu karena hukuman dari Allah yang murka atas dosa manusia.
Pemazmur juga berpikiran yang sama. Ia mengalami penderitaan akibat musuh- musuhnya. Ia lantas mengaitkannya dengan kemungkinan dosa yang diperbuatnya (ay. 4). Ia meminta Allah menunjukkan kepadanya. Jika ternyata benar, ia rela menerima penderitaan bahkan sampai titik terendah (ay. 6). Namun, pemazmur tidak menemukan tanggapan Tuhan atas permintaannya. Tuhan tidak mengiyakan dan juga tidak menidakkan.
Mengapa Allah tidak menjawab pertanyaan manusia tentang penyebab penderitaannya? Mungkin ada kasus Allah menyatakan secara jelas, tetapi umumnya tidak. Bukankah lebih baik Allah mengatakan secara tegas apakah saya berdosa atau tidak? Itulah misteri. Diamnya Allah adalah misteri. Misteri itu baik. Baik dalam arti justru menjadi bahan refleksi dan pemicu pertumbuhan iman kita. Seandainya Allah menyatakan, “Ya, kamu berdosa”, apakah kita lantas langsung bertobat? Bisa ya, bisa tidak. Bisa jadi kita malah sibuk mencari-cari dosa apakah itu, membela diri, dan berdebat dengan Allah. Kemungkinan lain, kita malah jatuh lebih dalam lagi ke dalam perasaan bersalah. Semakin terpuruk dan tidak bangkit-bangkit. Sebaliknya, kalau Allah menyatakan, “Tidak, kamu tidak berdosa”, apakah kita langsung lega? Belum tentu juga. Kita malah “mencecar” Allah, “Lalu, mengapa saya menderita begitu hebat?” Kita menuduh Allah keji. Bisa saja Allah mengatakan, “Itu untuk menguji imanmu.” Tidaklah mudah menerima ujian iman yang berat, misalnya kehilangan anak. Bisa-bisa kita malah membenci dan meninggalkan Allah.
Diamnya Allah adalah ruang bagi kita untuk refleksi. Allah ingin memberi kita ruang untuk menemukan jawaban sendiri tanpa Dia menyatakannya. Kitalah yang menjawab sendiri dan bertanggung jawab sendiri. Atau malah kita tidak menemukan jawaban sama sekali. Tujuan akhirnya bukan “menang-menangan”, Allah atau saya, tetapi agar kita semakin teguh dalam iman kepada-Nya. Apa pun kejadiannya, apa pun pengalaman hidup kita—baik atau buruk—di tangan Allah itu dapat menjadi alat untuk membentuk kita.
Refleksi diri:
- Apa perspektif Anda selama ini, saat melihat diamnya Allah atas pertanyaan Anda tentang penderitaan yang dialami?
- Bagaimana penderitaan tersebut dapat membentuk Anda?