Bagikan artikel ini :

Penyembahan Yang Pragmatis

Yehezkiel 14:1-5

Bangsa ini memuliakan Aku dengan bibirnya, padahal hatinya jauh dari pada-Ku. Percuma mereka beribadah kepada-Ku, sedangkan ajaran yang mereka ajarkan ialah perintah manusia.
- Matius 15:8-9

Penyembahan adalah sebuah bentuk penyerahan diri kepada Tuhan, lebih dari sekadar keharusan meluangkan waktu untuk Tuhan. Sikap penyembahan inilah yang ingin ditunjukkan oleh para tua-tua Israel dengan meminta petunjuk Tuhan melalui Nabi Yehezkiel. Mereka ingin menunjukkan kerendahan hati mereka untuk datang dan mengakui bahwa Tuhan tahu hal yang terbaik bagi mereka. Sebuah sikap penyembahan yang baik, bukan? Namun, Tuhan justru meminta Yehezkiel untuk menegur mereka. Mengapa Tuhan menentang penyembahan para tua-tua Israel?

Penyembahan yang ditunjukkan oleh para tua-tua Israel hanya bersifat lahiriah. Hati mereka sebenarnya tidak tunduk berserah kepada Tuhan. Tuhan mampu melihat hati, bukan tampilan lahiriah semata (lih. 1 Sam. 16:7). Para tua-tua Israel memang datang dengan merendahkan diri di hadapan Yehezkiel, tetapi sesungguhnya hati mereka terpaut kepada berhala-berhala. Tuhan pernah menegur orang Israel melalui Nabi Yesaya mengenai sikap ini, “Oleh karena bangsa ini datang mendekat dengan mulutnya dan memuliakan Aku dengan bibirnya, padahal hatinya menjauh dari pada-Ku, dan ibadahnya kepada-Ku hanyalah
perintah manusia yang dihafalkan, (Yes. 29:13).

Para tua-tua Israel tidak mau rugi ketika mengikut Tuhan. Istilah “menjunjung berhala-berhala mereka dalam hatinya” (ay. 3) dapat ditafsirkan secara figuratif maupun secara literal. Secara figuratif, hati manusia berdosa punya kecenderungan menolak mengikut Allah seperti yang pernah dikatakan John Calvin, “Hati manusia adalah pabrik berhala.” Secara literal, para tua-tua Israel mungkin mengenakan jimat-jimat berupa kalung seperti yang lazim dilakukan orang-orang Babel. Mereka menunjukkan sikap penyembahan yang pragmatis. Di satu sisi mereka menunjukkan mau ikut Tuhan, tetapi di sisi lain tidak mau
melepas “perlindungan” dari ilah-ilah lain. Mereka ingin mendapat untung dari keduanya.

Penyembahan yang pragmatis bukanlah penyembahan sejati karena tidak sepenuh hati mengikut Tuhan, bagaikan komitmen untuk menikahi seseorang, tetapi masih menjalin hubungan spesial dengan orang lain. Tuhan Yesus tidak suka sikap ini. Orang Kristen harus tetap waspada dengan “berhala-berhala dalam hati” yang mungkin belum dilepaskan saat mengikut Yesus. Berhala tersebut bisa jadi tradisi-tradisi tertentu yang ada dalam gereja, yang diutamakan melebihi Tuhan Yesus (lih. Mat. 15:1-9). Marilah kita mawas diri agar tidak terjebak penyembahan yang pragmatis.


Refleksi Diri:

  • Apa saja berhala-berhala dalam hati Anda yang mungkin membuat Anda mendua hati terhadap Tuhan?
  • Apakah Anda berani melepas kepercayaan terhadap berhala-berhala tersebut dan mengikut Tuhan Yesus dengan sepenuh hati?