Psikologi Babi
Zefanya 3:5-8
Seperti anjing kembali ke muntahnya, demikianlah orang bebal yang mengulangi kebodohannya.
- Amsal 26:11
Judul di atas berasal dari ungkapan yang sering kali papa saya tuturkan kepada anak- anaknya yang makin dilarang melakukan sesuatu, makin keras keinginannya untuk melakukannya. Sebaliknya, makin disuruh, makin enggan.
Sebagai pembelaan saya, tidakkah kebanyakan manusia seperti itu? Punya psikologi babi? Lihat saja tingkah bangsa Yehuda dari bagian yang kita baca! Setiap hari Tuhan mengingatkan mereka akan hukum-hukum-Nya (ay. 5). Tidak hanya itu, Tuhan memperingatkan mereka dengan cara menghukum bangsa-bangsa yang sudah berlarut-larut tenggelam dalam kelaliman (ay. 6). Seharusnya mereka akan menaati-Nya, bukan? Namun ternyata, tidak hanya mereka tetap hidup dalam dosa, kejahatan mereka makin menjadi-jadi (ay. 7)!
Inilah sebabnya Tuhan mengatakan “tunggulah Aku” (ay. 8). Pada umumnya, kata “menunggu Tuhan” bermakna positif. Namun kini, frasa ini mengandung konotasi negatif, yakni menunggu keadilan Tuhan. Sebagaimana Kerajaan Yehuda bertingkah tidak ada bedanya dengan bangsa-bangsa lain, Tuhan pun akan mengumpulkan mereka di antara bangsa-bangsa itu untuk menghukumnya.
Menghadapi orang-orang seperti ini memang serba salah. Kalau tidak dilarang, pasti akan melakukan. Tapi kalau dilarang, justru malah akan ingin melakukan.
Sebelum kita menunjuk orang lain yang kita anggap punya mentalitas seperti ini, bagaimana dengan kita sendiri? Adakah kita pun memiliki sikap bebal? Mungkin tidak ditunjukkan kepada Tuhan, tetapi kepada orang lain. Mungkin bukan di dalam hal-hal besar, tetapi dalam hal-hal kecil. Sudah dibilang jangan mengonsumsi makanan-makanan yang tidak sehat, melanggar peraturan jalan raya, main gawai selama kebaktian, dan sebagainya. Tapi tetap saja dilakukan! “Tidak apa-apa! Tinggal minum obat!” “Biarin lah! Nggak ada polisi ini!” “Gapapa! Yang penting di-silent!” Tidak peduli berapa kali kita melihat orang-orang yang kesehatannya jadi buruk akibat pola makan tidak sehat, kecelakaan karena pelanggaran peraturan jalan raya, dan gawai yang mendadak bunyi selama kebaktian, tetap saja kita melakukannya.
Baik dalam hal kecil maupun hal besar, kebebalan bisa muncul. Kitab Amsal menggunakan gambaran anjing yang kembali ke muntahannya untuk orang-orang bebal. Anjing… babi… gambaran-gambaran yang tidak mengenakkan, bukan? Oleh karena itu, janganlah kita menjadi orang bebal.
Refleksi Diri:
- Adakah hal-hal yang Anda tahu seharusnya tidak boleh dilanggar, tetapi tetap saja Anda lakukan, baik hal kecil maupun hal besar? Mengapa Anda melakukannya?
- Apakah Anda memiliki niat untuk menghentikan hal-hal ini? Jika ya dan sulit, apakah Anda sudah meminta pertolongan Tuhan Yesus?