Saksi-saksi Iman: Rahab
Ibrani 11:31; Yosua 2:8-21
Sebab seperti tubuh tanpa roh adalah mati, demikian jugalah iman tanpa perbuatan-perbuatan adalah mati.”
- Yakobus 2:26
Sekitar empat puluh tahun setelah kenaikan Tuhan Yesus, orang-orang Romawi berperang melawan pemberontak Yahudi. Para pemberontak ini melarikan diri ke sebuah kota di atas bukit, dan pasukan Romawi mengejar dan mengepung mereka. Menarik untuk diperhatikan bahwa ketika mereka dikepung, jendral Romawi bernama Josephus yang memimpin pasukan Romawi, yang sebenarnya memiliki darah Yahudi, berteriak kepada orang-orang sebangsanya, “Bertobatlah dan percayalah kepadaku!” Seruan yang mirip dengan seruan Tuhan Yesus, “Bertobatlah dan percayalah kepada Injil!” (Mrk. 1:15).
Itulah pistis, kata dalam bahasa Yunani yang di LAI ditafsirkan sebagai “percaya” atau “iman”. Meski tidak selalu demikian, kata pistis seringkali tidak hanya mengenai memercayai sebuah fakta. Jendral Josephus tidak hanya meminta pemberontak-pemberontak itu untuk memercayai fakta bahwa ia adalah jendral Roma dan bahwa dirinya lebih kuat daripada mereka. Yang diinginkannya ketika mengatakan “pistis-lah kepadaku” adalah agar mereka berhenti dari pemberontakan mereka dan menundukkan diri pada kedaulatan Roma. Kata pistis bernuansa politik, yakni mengenai sikap seorang warga kerajaan atau warga yang takluk kepada seorang penguasa.
Itulah sebabnya penulis Ibrani mengutip kisah Rahab. Bukankah yang terjadi sangat mirip? Yerikho dikepung dan siap dihancurkan orang-orang Israel. Rahab, seorang non- Israel, tidak hanya tahu dan mengamini bahwa Allah Israel adalah “Allah di langit atas dan di bumi bawah” (Yos. 2:11), dalam imannya ia menundukkan diri kepada-Nya dengan cara menyelamatkan para pengintai Israel.
Seringkali kita mendiskon kata “pistis”. “Aku percaya/beriman Tuhan Yesus adalah Tuhan dan Juruselamatku” sekadar berarti kepercayaan kita terhadap fakta sejarah tertentu. Namun, ini tidak benar. Beriman bahwa Tuhan Yesus adalah Tuhan dan Juruselamat kita berarti menundukkan seluruh hidup kita kepada-Nya sebagai penguasa hidup kita. Apa yang seharusnya kita lakukan kepada seorang penguasa? Kita menuruti setiap perkataan-Nya. Inilah mengapa Yakobus, sesudah mengutip Rahab sebagai contoh iman yang benar, mengatakan bahwa iman tanpa perbuatan adalah mati.
Apakah iman Anda adalah iman yang mati atau iman yang hidup, hanya Anda dan Tuhan sendiri yang tahu. Jangan-jangan Anda hanya menerima fakta dan pernyataan-pernyataan doktrin tertentu, tanpa memiliki hidup yang sungguh-sungguh diperbarui dalam ketaatan akan Kristus. Jangan sampai KTP Anda lebih Kristen daripada Anda.
Refleksi Diri:
- Apakah iman yang Anda miliki adalah iman yang sungguh-sungguh hidup?
- Apakah Anda mau sungguh-sungguh menjadikan Tuhan Yesus sebagai Raja dan Penguasa satu-satunya dalam hidup Anda dan hidup dalam ketaatan penuh kepada-Nya?