Setelah Generasi Pertama
Hakim-hakim 2:6-13
Hanya takutlah akan TUHAN dan setialah beribadah kepada-Nya dengan segenap hatimu, sebab ketahuilah, betapa besarnya hal-hal yang dilakukan-Nya di antara kamu. 1 Samuel 12:24
Ada mitos beredar mengenai perusahaan keluarga. Dikatakan bahwa generasi pertama membangun, generasi kedua menikmati, generasi ketiga menghancurkan. Dalam sebagian kasus, mitos tersebut terbukti kebenarannya karena beberapa perusahaan keluarga memang tidak bisa bertahan lebih dari tiga generasi.
Demikian juga dalam kasus iman Kristiani, hal ini kadang kala terjadi. Generasi pertama percaya kepada Tuhan Yesus. Kadangkala mereka harus bersusah payah menghadapi tantangan bahkan persekusi. Generasi kedua masih hidup dalam kesetiaan kepada Tuhan. Namun, generasi ketiga yang tidak lagi mengalami sulitnya perjalanan iman menjadi abai dan lalai. Ada yang meninggalkan Tuhan. Ada yang hidup dalam iman yang suam-suam kuku.
Setelah Yosua dan para sesepuh meninggal dunia, lahirlah generasi baru yang tidak mengenal Tuhan dan perbuatan-Nya. Mereka tidak lagi melihat mukjizat Tuhan. Mereka hidup tenang di tanah baru itu. Mulailah mereka berinteraksi dengan penduduk sekitar. Mulailah mereka menyerap budaya dan agama sekitar. Tampaknya, Baal cukup menarik bagi mereka. Kuil dan patung berhala lebih “hidup” bagi mereka. Tuhan ditinggalkan. Tuhan adalah Tuhan masa lalu. Tuhan nenek moyang.
Tidak mudah mewariskan iman kepada generasi penerus. Tidak mudah memastikan bahwa generasi setelah kita tetap beribadah kepada Tuhan Yesus. Kita perlu terus berdoa meminta kemurahan dan anugerah Tuhan.
Mereka menghadapi tantangan yang tidak mudah. Namun, penting bagi kita sebagai orangtua untuk tetap mengingatkan mereka akan perjalanan iman kita. Menceritakan bagaimana Tuhan menolong kita. Penting bagi kita mengajari mereka keindahan dan kemuliaan hidup bersama Kristus. Ciptakan kesempatan untuk membawa mereka mengalami kuasa Allah secara pribadi. Mungkin bukan mukjizat yang dahsyat tetapi perkara hidup sehari-hari dapat menjadi bahan kita untuk mengajari mereka tentang kasih dan kebaikan Allah. Jangan berpikir kalau kita membawa mereka beribadah di kebaktian anak-anak (sekolah minggu) itu sudah cukup. Kita ikut merajut masa depan iman mereka.
TELADAN ORANGTUA MELALUI KESAKSIAN PERJALANAN IMAN BERBICARA LEBIH KUAT TERHADAP PERTUMBUHAN IMAN ANAK.