Sok Tahu Versus Maha Tahu
Pengkhotbah 2:12-14
Jalan orang bodoh lurus dalam anggapannya sendiri, tetapi siapa mendengarkan nasihat, ia bijak.
- Amsal 12:15
Satu lelucon di seminari sering terlontar. Mereka yang menempuh jenjang sarjana akan diberi gelar S.Th. (Sarjana Teologi) dan mereka yang mengambil program magister akan digelari M.Th. (Magister Teologi). Kami sering bercanda bahwa S.Th. adalah singkatan untuk “sok tahu”, sementara M.Th. adalah singkatan untuk “maha tahu”. Ini bukannya berusaha membela diri, tetapi maaf terkadang teman-teman saya yang bergelar S.Th. bisa sangat sok tahu.
Perikop hari ini menyampaikan bagaimana Salomo memiliki sentimen yang sama. Sayangnya, ayat 12 kurang menggambarkan nuansa ini. Klausa “sebab apa yang dapat dilakukan orang yang menggantikan raja?” lebih bernuansa “apa yang dapat dilakukan seseorang yang tidak terlebih dahulu dilakukan seorang raja?” Maksudnya adalah, seperti yang telah kita baca di ayat 3, Raja Salomo berusaha menyelidiki “apa yang baik bagi anak-anak manusia untuk dilakukan”. Salomo sudah melakukan segala yang ia bisa, dan ia menyerah karena pada akhirnya semuanya sia-sia. Jika Salomo, raja yang begitu kaya raya dan berhikmat, gagal dalam pencarian kebahagiaan, maka apa yang dapat dilakukan oleh mereka yang bukan raja?
Pesan ini tidak hanya cocok untuk orang-orang muda, tetapi juga untuk orang segala usia. Dalam melihat tren, kita suka ikut-ikutan sesuatu yang viral. Atau dalam pergaulan, kita juga ikut-ikutan sesuatu yang menurut kita akan memberikan kesenangan. Kemudian seseorang yang lebih berpengalaman, entahkah orangtua atau kerabat atau kakak rohani, akan melarang kita untuk mengikuti tren tersebut karena bukannya mendatangkan berkat, malah membawa laknat. Apa yang kita lakukan? Seringkali kita sok tahu dan menganggap, “Ah! Orang-orang tua ini tidak tahu apa-apa!” Kita anggap mereka sudah “ketinggalan zaman” atau “tidak mengerti anak muda.”
Lihat apa yang diteladankan Tuhan kita, Yesus Kristus. Dia adalah Allah yang Mahatahu. Namun, ketika orangtua-Nya hendak membawanya pulang ke Nazaret, Dia menuruti mereka, meskipun sebetulnya dalam hal ini Maria dan Yusuf tidak mengerti apa-apa! Jika Allah yang Mahatahu saja mendengarkan apa yang diperintahkan orangtua-Nya, masakan kita yang bodoh ini bersikap sok tahu terhadap mereka yang lebih berpengalaman dari kita?
Refleksi Diri:
- Apakah Anda selama ini lebih cenderung sok tahu atau bersedia menerima nasihat mereka yang lebih tua?
- Apakah ada pengalaman yang Anda rasakan saat tidak mendengar nasihat mereka? Bagaimana pengalaman tersebut mengubahkan Anda menjadi lebih baik?