To Listen Not To Hear
Markus 4:1-20
Dan kata-Nya: “Siapa mempunyai telinga untuk mendengar, hendaklah ia mendengar!”
- Markus 4:9
Komunikasi seringkali menjadi masalah di dalam hubungan suami-istri, orang tua-anak, pimpinan-bawahan, sesama rekan kerja, dan di antara sesama manusia. Kenapa? Karena komunikasi sebetulnya bukan hanya berkata-kata
tetapi juga mendengarkan apa yang dikatakan orang lain.
Kita sering mendengar tapi jarang mendengarkan. Ada perbedaan besar antara mendengar dengan mendengarkan. Suami mendengar suara istri, anak men- dengar suara orangtua, tetapi belum tentu mendengarkan, dalam arti menyimak, to listen not to hear. Ini sumber masalahnya. Nampaknya mendengar tapi ternyata tidak menyimak. Telinga ada dipasang tapi pikiran melayang. Inilah yang Tuhan Yesus tegaskan melalui ayat emas di atas.
Jadi jika mendengarkan, telinga seharusnya digunakan untuk menyimak dengan benar. Dalam test TOEFL, IELTS atau HSK, salah satu bagian tes adalah Listening, yaitu tes mendengarkan. Banyak orang speaking dan writingnya bagus tapi jeblok di listening. Kenapa? Karena tidak terbiasa mendengarkan, maunya didengarkan.
Salah satu penyebab kegagalan bangsa Israel karena mereka tidak mau mendengarkan firman Allah dengan baik. “…. engkau memasang telinga, tetapi tidak mendengar.” (Yes. 42:20). Mereka mendengar perintah Tuhan yang disampaikan melalui nabi-nabi-Nya tapi mereka tidak mau menyimak dengan benar. Mereka tegar tengkuk dengan sikap mereka sendiri, maunya sendiri, bahkan terkadang membangkang dan berani berbicara lantang terhadap Tuhan. Apa akibatnya? Bangsa Israel akhirnya dibuang dan diasingkan selama puluhan tahun ke negeri Babel. Lepas dijajah bangsa Mesir mereka akhirnya malah terjajah lagi oleh bangsa Babel.
Masalah mendengarkan yang menyimak sangatlah penting. Tuhan Yesus sampai menekankan di terjemahan Alkitab BIS, “Kalian punya telinga, dengarkan!” Fungsikan telinga dengan benar. Tuhan ciptakan manusia dengan dua telinga, dan satu mulut dengan satu tujuan. Mendengarkan harus lebih banyak daripada berbi- cara. Namun, seringkali kita terbalik. Satu mulut kita dipakai dengan lebih banyak, sementara mendengarkan walau punya dua telinga kurang dipakai. Semua dikomentari, semua dijawab. Entah kapan diamnya, kapan mendengarkannya?
Saudaraku, mari kita belajar mendengarkan. Dengarkan tanpa menghakimi. Dengarkan tanpa asumsi. Berlatihlah mendengarkan dan memahami perkataan orang lain, terlebih lagi perkataan Tuhan Yesus.
Refleksi Diri:
- Sudahkah Anda mendengarkan orang-orang di sekitar dengan cara menyimak dengan benar?
- Apa komitmen yang Anda ambil untuk lebih banyak mendengar dibanding berbicara?