Tuhan Yang Panjang Sabar
Yunus 4:1-11
Tidak dilakukan-Nya kepada kita setimpal dengan dosa kita, dan tidak dibalas-Nya kepada kita setimpal dengan kesalahan kita, tetapi setinggi langit di atas bumi, demikian besarnya kasih setia-Nya atas orang-orang yang takut akan Dia;
- Mamzur 103:10-11
Era digital membuat orang-orang dapat menyatakan pendapat atau menyampaikan suaranya secara anonim (tanpa nama) di dunia maya. Kondisi tersebut membuat banyak orang menjadi mudah nyinyir terhadap seseorang yang viral di media sosial karena melakukan kesalahan. Hal ini juga mengembangkan sifat “tajam ke luar, tumpul ke dalam” untuk urusan menilai orang. Tidak ada manusia yang sempurna, seharusnya orang yang menilai orang lain juga harus introspeksi diri terlebih dahulu. Orang Kristen juga tidak terlepas dari kecenderungan ini. Lantas, bagaimana seharusnya kita bersikap terhadap ketidaksempurnaan orang lain?
T uhan menunjukkan kesabaran-Nya ketika menghadapi ketidaksempurnaan Yunus.
Sikap dari T uhan ini pun seharusnya menjadi teladan dalam kehidupan orang percaya. Yunus, meski seorang nabi T uhan, menunjukkan sikap yang kurang ajar terhadap T uhan karena ia marah terhadap keputusan T uhan mengampuni bangsa Niniwe. Sebenarnya, Yunus terlebih dahulu merasakan kasih setia T uhan ketika diselamatkan dari laut yang bergelora (Yun. 2:1-6). T uhan juga menunjukkan kesabaran-Nya, sesuai dengan karakter-Nya yang disebutkan Yunus, ketika Dia mengajarkan Yunus tentang diri-Nya melalui perkataan dan tanaman.
T uhan Yesus juga mengajarkan kepada Petrus untuk terus mengampuni orang yang bersalah kepadanya. Pada waktu itu Petrus menanyakan sampai berapa kali harus mengampuni orang yang bersalah kepadanya. Yesus menjawab dengan perumpamaan hamba yang telah dihapuskan hutangnya juga diharapkan untuk menghapuskan hutang hamba lain kepadanya (Mat. 18:21-35). Yesus mengajarkan kepada Petrus bahwa landasan untuk mengampuni orang lain yang bersalah kepada kita adalah pengampunan dari Allah yang terlebih dahulu kita terima.
Orang Kristen pun juga sewajarnya untuk menunjukkan kesabaran (pengampunan) bagi orang yang bersalah kepadanya. Apakah ini hal yang mudah untuk dilakukan? Secara jujur saya jawab sulit, apalagi jika kesalahan orang tersebut berulang kali dilakukannya kepada kita. Namun, sebagai orang Kristen, kita harus bertumbuh makin hari makin serupa dengan Kristus. Apalagi jika mengingat besarnya pengampunan Allah bagi kita, masihkah kita dapat menolak untuk mengampuni orang yang bersalah kepada kita?
Refleksi Diri:
• Apakah Anda menyadari betapa besarnya pengampunan yang T uhan telah berikan kepada Anda?
• Apa kesalahan yang dilakukan orang lain kepada Anda yang begitu sulit untuk diampuni?