Bagikan artikel ini :

Yesus Anak Allah

Yohanes 1:1-5

Jawab malaikat itu kepadanya: “Roh Kudus akan turun ke atasmu dan kuasa Allah Yang Mahatinggi akan menaungi engkau; sebab itu anak yang akan kau lahirkan itu akan disebut kudus, Anak Allah.
- Lukas 1:35

Ajaran Yesus Kristus sebagai Anak Allah merupakan ajaran yang seringkali disalahpahami, baik oleh orang Kristen maupun non-Kristen. Bagi orang Kristen, tak jarang kita mendengar narasi bahwa Yesus hanya manusia biasa. Yesus bukan lagi Allah pada saat berinkarnasi menjadi manusia. Sedangkan bagi non-Kristen, kekristenan dianggap telah mempersekutukan manusia dengan Allah karena mengakui Yesus sebagai Anak Allah. Melalui renungan ini, kita diajak untuk lebih dalam mengenal Yesus Kristus yang berimplikasi pada transformasi hidup yang ditandai dengan bertumbuhnya relasi yang intim dengan-Nya.

Ajaran Yesus Kristus sebagai Anak Allah bersumber dari Alkitab, khususnya ayat emas di atas yang menegaskan bahwa Yesus adalah Allah sekaligus manusia. Sebelum berinkarnasi, Yesus adalah Allah, Sang Pencipta, “Pada mulanya adalah Firman… Firman itu adalah Allah… Segala sesuatu dijadikan oleh Dia…” (Yoh. 1:1-3). Setelah berinkarnasi, Yesus tetap Allah. Hanya saja Dia membatasi diri-Nya secara sukarela, tidak menggunakan semua kuasa keilahian-Nya. Yesus mengambil rupa seorang hamba yang menderita bahkan sampai mati di kayu salib demi untuk menyelamatkan manusia berdosa (Flp. 2:5-11). Konsep ini bukan berarti “menduakan Allah” atau menganggap Allah memiliki anak secara biologis, seperti yang dipersepsikan orang non-Kristen. Yesus adalah Pribadi kedua dari doktrin Tritunggal (Trinitas). Dia adalah Allah, satu esensi dengan Allah Bapa dan Allah Roh Kudus dalam kemahakuasaan, kedaulatan, dan kekekalan, tetapi berbeda dengan Allah Bapa dan Allah Roh Kudus. Ketiganya tidak dapat dipisahkan, tetapi dapat dibedakan dan tidak dapat berbaur (melebur) sehingga kehilangan identitas masing-masing.

Pemahaman kita akan kebenaran ini, jangan hanya berhenti pada tatanan rasio (head) saja, tetapi seharusnya berdampak pada hati (heart) dan tangan (hand). Marilah membawa keyakinan dan prinsip kebenaran ini ke dalam tindakan sehari-hari. Hiduplah dengan iman, pengharapan, dan kasih di saat menghadapi kesulitan apa pun. Kasihilah Tuhan dan giatlah melayani-Nya dengan segenap hati, jiwa, akal, dan kekuatan kita. Suka berbagi kasih, ringan tangan untuk menolong orang yang lemah, hidup menjadi pembawa damai Kristus di lingkungan sekitar di mana Tuhan menempatkan kita.


Refleksi Diri:

  • Apa dampak bagi iman kita jika Yesus Kristus bukan Anak Allah yang sejati? Apa saja alasan yang dikemukakan mereka yang tidak percaya Kristus sebagai Tuhan?
  • Apakah Anda sungguh-sungguh percaya Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat Anda? Apa implikasinya bagi kehidupan keseharian Anda?