Bridging the generation gap
1 Timotius 5:1-2; Titus 2:1-8
EKSPRESI PRIBADI
"Tiap hari bos cerita nostalgia, soal kenangan lama terus. Bosan!" kata si anak muda tentang bosnya. Sementara si bos berkata, "Anak muda sekarang tidak punya sopan santun ya?" atau, "Kenapa generasi sekarang dikasih tantangan sedikit saja sudah takut, terus banyak perhitungannya. Disuruh masuk untuk lembur saja sudah protes dan mengeluh. Lembek sekali ya generasi sekarang?" Inilah Generation Gap. Gap generasi pertama kali dikenal di awal tahun 50-an di dunia barat untuk menggambarkan jurang pemisah antara generasi muda dan generasi tua. Saat ini sudah muncul empat generasi yang saling berhubungan. Yakni generasi Baby Boomer (lahir 1950-1960-an), Gen X (lahir 1970-an), Gen Y (lahir 1980-an) dan Gen Z (1990-sekarang). Mereka mempunyai kepedulian, minat, tata nilai serta cara berinteraksi yang berbeda karena panggilan zaman mereka. Kini, ke-4 generasi ini hidup di waktu yang sama. Tak heran, muncullah "Generation Gap." Hal ini bukan saja terjadi di keluarga tetapi juga di gereja dan di tempat kerja. Ketika dikelola dengan baik, maka ke-4 generasi ini akan saling menutupi kekurangannya dan saling membangun. Tetapi jika tidak, akan menjadi sumber konflik, ketidakcocokan dan perselisihan. Bagaimana menjembatani jurang pemisah antar generasi dalam perspektif otoritas Alkitab? Diskusikan di dalam care group Anda.
EKSPLORASI FIRMAN
Surat 1-2 Timotius dan Titus biasanya disebut sebagai "surat-surat pastoral", ditulis Rasul Paulus, ditujukan kepada Timotius dan Titus mengenai pelayanan pastoral di gereja Efesus dan Kreta. Secara khusus 1 Timotius 5:1-6:21 dan Titus 2:1-10 berbicara mengenai hubungan antar generasi dalam gereja. Paulus memberikan beberapa nasihat praktis bagaimana memperlakukan saudara seiman di dalam gereja, yang terdiri dari beragam golongan. Ada generasi tua dan muda, pria dan wanita, kaya dan miskin, menikah dan lajang dan kelompok etnis serta bahasa yang berbeda. Karena itu pelayanan kepada setiap orang/golongan harus dilakukan dengan penuh perhatian dan kepekaan yang tinggi. Apa pun perbedaannya, Paulus memberikan sejumlah prinsip dan nilai dasar yang dapat diterapkan di dalam setiap hubungan antar pribadi di dalam gereja, termasuk etika menegur orang yang bersalah. Berikut ini ada beberapa pedoman dan etika menegur sesama jemaat yang berbuat kesalahan.
Pertama, menegur dengan sikap hormat. Frasa "orang yang tua" (1Tim. 5:1a) tidak menunjuk kepada jabatan tetapi orang yang lebih tua dalam usia. Sebagai spiritual leader, Timotius mempunyai tanggung jawab membina kerohanian generasi tua dan yang muda. Ia harus berani menyatakan apa yang benar dan apa yang salah. Ketika pria atau wanita yang lebih tua bersalah atau menyimpang dari kebenaran, mereka harus ditegur atau dinasehati, tetapi tidak dengan nada yang keras, melainkan dengan sikap lemah lembut (ayat 2). Dalam melakukan semuanya itu, ia harus menunjukkan sikap hormat (lih. Kel. 20:12; Im. 19:32; 1Ptr. 2:17), sama seperti sikap seorang anak kepada ayah dan ibunya. Alhasil, generasi tua tidak merasa dihakimi dan dilecehkan wibawa mereka ketika ditegur oleh orang muda tetapi justru mau menerima teguran yang diberikan, sehingga gap generasi tidak berdampak negatif. Jika kita memperlakukan orang tua dengan rasa hormat, sebagai anggota keluarga Allah, maka kita akan berusaha melindungi dan menolong mereka bertumbuh dalam iman, pengaharapan dan kasih.
Kedua, menegur dengan kasih dan kemurnian hati. Timotius harus mengasihi jemaat pria yang lebih muda sebagai saudara (1Tim. 5:1b). Ia tidak boleh menekan atau melecehkan mereka, sekalipun mereka bersalah. Tetapi tetap menegur mereka dengan penuh kasih dan kelemahlembutan, agar generasi muda tidak merasa di hakimi. Tujuannya bukan untuk mencari-cari kesalahan atau menyulut pertengkaran, tetapi untuk membina kerohanian mereka. Selain itu, Timotius harus memperlakukan kaum wanita yang lebih tua sebagai ibu dan yang lebih muda sebagai adik dengan penuh kemurnian dan ketulusan (ayat 2). Artinya, ia harus tetap waspada dan menjaga kesucian dalam relasinya dengan para wanita yang muda agar jangan tergoda dan jatuh ke dalam dosa percabulan.
Ketiga, menegur sambil memberi teladan. Dalam menjembatani gap generasi, orang tua wajib memberikan contoh atau teladan kepada orang muda. Apa yang dikatakan dengan apa yang dilakukan harus sesuai. Sehingga orang muda tidak mengecap orang tua dengan istilah NATO (No Action Talk Only), atau bisa ngomong, tidak bisa menjalani. Itu sebabnya, Paulus mengingatkan Timotius dan Titus agar memberitakan ajaran yang sehat untuk membentuk karakter dan kepribadian Kristen yang dewasa dalam Kristus supaya menjadi teladan. Tentu saja keteladanan itu harus dimulai dari diri mereka sendiri sebagai hamba Tuhan (1Tim. 4:12; Tit 2:6-8). Selanjutnya di dalam Titus 2:1-8, Paulus menekankan keteladanan generasi tua. Pria dan wanita yang tua harus memberi teladan kepada orang-orang muda. Menjadi teladan dalam mempersembahkan diri kepada Tuhan, hidup sederhana, terhormat, bijaksana, dapat mengendalikan diri, sehat dalam iman, setia dan tetap berpegang pada kebenaran Injil. Demikian juga para wanita yang tua, menjadi teladan bagi para wanita muda dan mengajar mereka mengasihi suami dan anak-anaknya dan rajin mengurus rumah tangganya (ay 3-5). Jadi, untuk mengatasi gap generasi, harus ada komitmen kedua generasi untuk saling memperhatikan, menghormati, mengasihi, hidup berdamai dan membangun relasi tanpa membeda-bedakan usia dan latar belakang. Supaya nama Tuhan dipermuliakan. [SL]
APLIKASI KEHIDUPAN
(PROFIL MURID : KRISTUS, KARAKTER, KOMUNITAS, KELUARGA & KESAKSIAN)
Pendalaman
Gap generasi bisa menjadi potensi negatif atau positif, tergantung bagaimana kita menyikapinya. Untuk itu kita perlu mengetahui apa kesamaan dan perbedaan antar generasi tersebut di atas? Apa solusi terbaik agar kedua kelompok dapat hidup dinamis dan harmonis ?
Penerapan
Langkah konkrit apa yang dapat Anda lakukan untuk menjalin hubungan yang rukun dan harmonis antar generasi ?
SALING MENDOAKAN
Akhiri Care Group Anda dengan saling mendoakan satu dengan yang lain.