From and unto him (dari dan untuk dia)
1 Tawarikh 29:10-19
EKSPRESI PRIBADI
"Take for granted" merupakan sebuah frasa populer yang kerap kali disadari atau tidak telah merasuki cara berpikir kita. Frasa ini mengandung makna "tidak menganggap atau tidak menghargai nilai dari suatu hal karena sudah sangat biasa terjadi" . Akibatnya hidup kita jauh dari syukur di tengah banyak hal yang dapat kita syukuri. Misalnya oksigen yang kita hirup setiap saat untuk menopang keberlangsungan hidup. Kita anggap sebagai hal biasa. Demikian pula berkat yang kita peroleh melalui pekerjaan yang kita lakukan, kita menganggapnya lumrah kita terima sebagai konsekwensi atau upah dari kerja keras yang telah dilakukan. Sikap take for granted telah mengaburkan kesadaran bahwa Allahlah yang telah memberkati kerja keras kita sehingga kita dapat menikmati hasilnya. Apakah saat ini Anda terjebak dengan keadaan yang demikian?
EKSPLORASI FIRMAN
Daud yang tidak diijinkan Allah membangun Bait Allah, menunjukkan antusiasmenya dalam melakukan persiapan mengerjakan proyek besar itu, yang kelak akan dilaksanakan oleh Salomo. Hal itu tercermin dari upayanya mengumpulkan jemaah untuk berbicara kepada mereka tentang pekerjaan besar Allah yang akan dilakukan melalui anaknya itu. Daud meminta dukungan dan mengajak mereka untuk berkontribusi dalam pembangunan tersebut. Setelah panjang lebar Daud berpidato di hadapan segenap jemaah dalam konteks perencanaan pembangunan Bait Allah, Daud mengalihkan perhatiannya pada Allah. Setidaknya dalam pujian yang menyiratkan betapa dalamnya Daud mengenal Allah ini, menegaskan dua hal penting:
Allah adalah Sumber Segala Sesuatu
Pujian Daud kepada Allah didasarkan pada kesadarannya bahwa Allah patut di puji dari kekal sampai kekal (ay. 10b). Bukanlah hal berlebihan pujian itu hanya layak dialamatkan kepada Allah, karena segala sesuatu berasal dan milik-Nya, baik itu kebesaran, kejayaan, kehormatan, kemasyhuran dan keagungan, dan segala sesuatu yang ada di langit dan di bumi (ay. 11-12). Bahkan segala apa yang ada pada dirinya, semuanya berasal dari Allah (ay. 14, 16). Bukanlah sebuah perkara mudah untuk tetap tersadar bahwa Allah adalah sumber berkat di tengah kelimpahan kekayaan dan kejayaan ada pada dirinya. Sebab, godaan untuk bergeser dari Allah kepada "si aku" sebagai aktor utamanya sangatlah besar. Sehingga dengan rasa bangga kita mengklaim bahwa semuanya adalah karena aku. Kesuksesan, kekayaan, prestasi, kejayaan dan segala berkat yang diperoleh tidak lain adalah upah dari sebuah kerja keras. Tidak ada intervensi Allah sedikitpun di dalamnya. Semuanya bergantung pada si "aku" untuk meraihnya. Dalam konteks ini kita dapat belajar dari Daud. Ia tidak tergoda dan jatuh ke dalam jerat pergeseran seperti demikian. Ia tetap menyadari bahwa semua yang ia miliki berasal dan bersumber dari Allah (bdk Yoh 15:5b). Dialah pemilik sejati dan dirinya sekadar penatalayan.
Segalanya adalah Untuk Kemuliaan Allah
Daud tidak hanya menyadari bahwa Allah adalah sumber segala sesuatu yang ada pada dirinya, namun juga menyadari akan tujuannya. Dalam konteks ini, Daud berkomitmen untuk mendukung proyek pembangunan Bait Allah dengan memberikan persembahan dalam jumlah yang sangat besar (ay. 2). Ia lakukan itu dengan sukarela dan tulus ikhlas, serta dengan kesadaran bahwa ia bisa memberi bukan semata karena ia mau tetapi karena di dalam anugerah-Nya, Allah sendiri yang memungkinkan dirinya mampu melakukannya. Semua berasal dari Allah, maka layak untuk dipersembahkan kepada Allah (ay. 16). Ia tidak berhak menahan semuanya itu untuk diri dan kepentingannya. Maka, Daud tidak pernah "perhitungan" dalam hal memberi persembahan (ay. 2). Ia telah menjadi teladan apa artinya memberi, yang menginspirasi dan memotivasi yang lain untuk terlibat dalam memberi persembahan.
Apa yang Allah anugerahkan pada kita semata-mata bukan sekadar untuk digenggam dan di nikmati tetapi untuk digunakan seirama dengan kehendak dari Sang Pemberi. Mengutip dari apa yang pernah dikatakan oleh Elisabet Eliot, dalam karyanya yang berjudul Passion and Purity, "Jika kita memegang erat apapun yang diberikan kepada kita, dan tidak bersedia melepaskannya saat tiba waktunya atau tidak bersedia untuk digunakan sesuai kegunaan yang dikehendaki Sang Pemberi, kita sedang menghambat pertumbuhan iman kita. Kita bisa dengan mudah mengatakan, ‘Jika Allah sudah memberikannya kepadaku,’ kataku, ‘maka itu menjadi milikku.’ ‘Aku berhak melakukan apapun yang kuinginkan dengannya.’ Itu salah besar. Yang benar adalah pemberian itu merupakan milik kita untuk disyukuri, milik kita untuk dipersembahkan kembali kepada-Nya,… milik kita untuk dilepaskan!"
Dibalik pemberian Allah pastilah ada tujuan Allah. Maka pilihan yang harus kita ambil adalah menggunakan semua yang telah berikan kepada kita seirama dengan tujuan-Nya. Dengan demikian, hidup kita sedang dipakai Tuhan sebagai alat demi kemuliaan-Nya. [DA]
APLIKASI KEHIDUPAN
(PROFIL MURID : KRISTUS, KARAKTER, KOMUNITAS, KELUARGA & KESAKSIAN)
Pendalaman
Apa yang selama ini menjadi alasan dan motivasi Anda tiap kali memberikan persembahan?
Penerapan
Bagaimana caranya agar dapat mengetahui tujuan Allah dibalik berkat yang Allah anugerahkan? Langkah apa saja yang perlu dilakukan.
SALING MENDOAKAN
Akhiri Care Group Anda dengan saling mendoakan satu dengan yang lain.