My Eyes Have Seen You (Mataku Telah Melihat-Mu)
Ayub 38:1-11; 42:1-6
EKSPRESI PRIBADI
Setiap kita pernah mengalami yang dinamakan dengan “pengalaman rohani.” Entah itu berupa mukjizat, kesembuhan dari Tuhan, jawaban doa, pertolongan yang luar biasa maupun di dalam kehidupan sehari-hari kita. Ketika Anda mengalami hal-hal di atas, apakah ada pengaruh atau dampak terhadap iman Anda? Apakah iman Anda semakin bertumbuh ataukah biasa saja? Silahkan diskusikan.
EKSPLORASI FIRMAN
Ayub 42:1-6 merupakan pengalaman rohani Ayub ketika dia berjumpa dengan TUHAN, sang pencipta langit dan bumi. Perjumpaan Ayub dengan Tuhan, bukanlah karena pengalaman rohani yang hebat seperti mukjizat, kesembuhan, jawaban doa yang luar biasa, tetapi justru melalui penderitaan yang hebat di dalam hidupnya. Ketika Ayub mengalami kehilangan atas semua yang ia miliki termasuk anak-anaknya serta mengalami sakit kulit yang membuat dia sangat menderita, Ayub mencoba mencari jawaban atas apa yang ia alami. Ia pun merasa bahwa tidak ada alasan yang membuat dia menderita sedekimian hebat. Ayub merasa bahwa dia bukan orang yang jahat dan berdosa sehingga layak di hukum sedemikian berat. Dia pun membela diri ketika sahabat-sahabatnya Elifas, Bildad dan Zofar meminta dia untuk mengoreksi diri dan meminta ampun atas dosa-dosa yang ia lakukan terhadap Tuhan.
Karena itu, tidak heran, ketiga sahabat Ayub menuduh dia kalau Ayub sudah berbuat dosa yang besar terhadap Tuhan. Karena itulah, sepanjang kitab Ayub ini, kita bisa membaca bagaimana pertanyaan-pertanyaan dan keluhan-keluhan Ayub yang mencoba untuk memahami penderitaan yang ia alami. Tetapi, walaupun dia sudah berusaha mencari jawaban atas alasan penderitaannya, ia tidak pernah mendapatkannya. Justru, bukan jawaban yang ia peroleh, tetapi sebuah penegasan dan penyataan Allah tentang diriNya di hadapan Ayub, yang adalah manusia. Di dalam Ayub 38:1-11, TUHAN tidak menjawab mengapa Dia memberikan penderitaan di dalam hidup Ayub. Tetapi justru, TUHAN menyatakan dan menegaskan diriNya sebagai Allah yang berdaulat penuh atas hidup manusia termasuk di dalam kehidupan Ayub. TUHAN menantang Ayub: “Di manakah engkau, ketika Aku meletakkan dasar bumi? Ceritakanlah, kalau engkau mempunyai pengertian!”(Ayub 38:4). Dan sepanjang pasal 38 sampai pasal 41, TUHAN menyatakan bahwa Dialah yang telah menjadikan semua yang ada di dalam alam semesta, bumi dan segala isinya serta yang mengatur dan memelihara segalanya. Sedangkan Ayub, bagi TUHAN, hanyalah bagian yang sangat kecil di hadapan DiriNya yang maha besar dan dahsyat. Jawaban TUHAN ini merupakan jawaban di luar perkiraan Ayub. Dia berpikir bahwa dia akan mendapatkan alasan mengapa dia menderita. Ternyata tidak. Tetapi justru, Ayub mendapatkan penyataan atau penyingkapan yang baru tentang TUHAN secara langsung dari TUHAN sendiri.
Karena itulah, di dalam Ayub 42:5, Ayub berkata: “Hanya dari kata orang saja aku mendengar tentang Engkau, tetapi sekarang mataku sendiri memandang Engkau.” Inilah pengetahuan yang baru. Inilah penyingkapan yang TUHAN berikan kepada Ayub sehingga Ayub sendiri akhirnya mengenal siapa TUHAN yang dia sembah selama ini. Ayub pun berkata, “tetapi sekarang mataku sendiri memandang Engkau.” Ada perjumpaan secara pribadi yang dialami oleh Ayub yang mengubah perspektif atau pandangan dirinya tentang TUHAN. Bahkan bukan hanya pengetahuan atau pandangannya saja yang berubah, tetapi kini Ayub memiliki pengenalan yang dalam dan bersifat personal. Bukan dari orang lain lagi, tetapi ia kini mengalami sendiri dan mengenal secara pribadi siapa TUHAN yang selama ini ia sembah. Tidak heran, respons selanjutnya adalah Ayub kemudian bertobat di hadapan Tuhan yang berdaulat atas hidupnya.
Dari firman Tuhan yang kita pelajari, ada dua hal penting yang patut kita renungan dan pelajari lebih jauh. Pertama, TUHAN adalah TUHAN yang berdaulat penuh atas hidup kita. Ketika TUHAN melakukan sesuatu atas apa pun dan siapa pun di dalam dunia ini, tidak ada seorang pun yang berhak memprotesNya, mempertanyakanNya dan melawanNya. Karena TUHAN lah yang menciptakan segala sesuatu di dalam dunia ini sehingga semua yang ada di dalam dunia adalah milikNya dan di bawah otoritasNya. Demikian pula di dalam kehidupan kita. Ketika kita percaya kepada Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Jususelamat kita, maka Ia pun berotoritas dalam hidup kita. Bahkan Ia pun berhak melakukan apa pun di dalam hidup kita karena kita adalah umatNya dan Ia adalah TUHAN (bahasa Yunani - kurios : Tuhan, tuan) atas hidup kita. Kita hanyalah hambaNya yang menerima secara mutlak apa pun yang TUHAN kerjakan di dalam hidup kita.
Kedua, apapun yang kita alami adalah karya TUHAN agar kita mengenal-Nya lebih dalam lagi. Pertanyaan yang muncul dalam hidup manusia adalah mengapa ada penderitaan? Mengapa orang Kristen yang setia juga mengalami penderitaan? Saya percaya, walaupun kita berusaha mencari jawaban atas pertanyaan ini, tetap saja sulit menjawabnya. Walaupun demikian, ternyata di balik semua penderitaan itu, TUHAN berencana yang terbaik bagi kita. Seperti Ayub yang mengenal TUHAN lebih dalam lagi dan lebih pribadi lagi melalui penderitaan yang ia alami, terkadang kita pun bisa mengalami yang sama. Penderitaan membuat kita melihat betapa rapuh dan lemah serta terbatasnya kita sebagai manusia. Di sisi lain, kita sadar bahwa ada TUHAN yang besar dan ajaib, yang menciptakan langit dan bumi serta segala isinya, yang berotoritas dan memiliki rencana yang terbaik bagi kita. Karena itu, ketika kita mengalami penderitaan, kita pun harus bersyukur karena, ketika kita melewati itu semua, kita menjadi anak-anak Tuhan yang naik level lebih tinggi lagi. Lebih mengenal Allah dan bertumbuh di dalam iman rohani kita.[SO]
APLIKASI KEHIDUPAN
Pendalaman
Bagaimana Anda menyikapi semua penderitaan yang saat ini Anda alami? Apakah Anda marah ataukah berserah pada rencanaNya yang besar bagi Anda?
Penerapan
Ambilah waktu tenang sejenak untuk mengkoreksi diri, apakah selama ini saat Anda diperhadapkan dengan penderitaan, Anda terlalu melihat secara sempit penderitaan tersebut tanpa melihat rencana besar Tuhan bagi Anda?
SALING MENDOAKAN
Akhiri Care Group Anda dengan saling mendoakan satu dengan yang lain.