Silent Is Not Always Golden (Diam Tidak Selalu Emas)
Kisah Para Rasul 18:1-11
BAHAN CARE GROUP
Ada sebuah pernyataan populer yang berbunyi ““sometimes silence is not golden, just yellow…” Diam itu relatif, tidak mutlak selalu menjadi emas, tetapi bisa saja hanya sekadar kuning. Bagi seorang ibu yang berhasil menidurkan anaknya yang masih balita, pasti setuju bahwa diam itu adalah emas. Beberapa jam yang sangat berharga untuk menikmati ketenangan, tidak ada teriakan dan tangisan. Diam juga emas ketika seseorang sedang bersaat teduh. Waktu yang sangat berharga untuk berkonsentrasi penuh menikmati hadirat Allah dalam kesenyapan. Namun di sisi lain, diam tidak selalu menjadi emas, ketika dilakukan di saat yang tidak tepat. Diam sebagai bentuk kemarahan terhadap pasangan atau orang terdekat yang sedang berkonflik merupakan pelecut hancurnya sebuah hubungan. Demikian juga sikap diam bergeming seribu bahasa tanpa berbuat apapun terhadap ketidakadilan, kejahatan, penindasan, dan ketidakbenaran yang dipertontonkan adalah sebuah tindakan yang salah. Maka benar sebuah ungkapan populer dari Edmund Burke katakan “The only thing necessary for the triumph of evil is for good men to do nothing.” Artinya kejahatan itu semakin merajalela dan dapat dikatakan ‘menang’ adalah ketika orang baik memilih untuk berdiam diri dan tidak melakukan apapun. Diam di saat yang tidak tepat untuk hal yang sangat penting, adalah sebuah tindakan yang salah dan destruktif.
Diskusikan dalam Care Group Anda, kapan sikap diam itu tidak menjadi emas dan sekadar berwarna kuning, alias tanpa makna apapun? Sharingkanlah pengalaman yang pernah alami.
EKSPLORASI FIRMAN
Pemberitaan Injil tidak pernah kompatibel dengan keberdiaman dan keengganan. Injil harus di beritakan. Tidak bisa disimpan dan dibungkus dalam sikap diam. Itulah yang Allah kehendaki, saat dimana Paulus berniat dan mempertimbangkan untuk menahan lidahnya dalam pewartaan firman Tuhan di Korintus. Dengan tegas, lewat sebuah penglihatan di suatu malam, Allah berkata "Jangan takut! Teruslah memberitakan firman dan jangan dia.” Atau dalam terjemahan NIV “Do not be afraid; keep on speaking, do not be silent.” Ini adalah sebuah perintah agar Paulus tetap dan terus memberitakan firman. Hal ini tidak bisa dikompromikan oleh karena adanya alasan apapun. Seolah tidak ada pilihan lain sebagai alternatif.
Setidaknya ada dua alasan, mengapa Injil harus diberitakan dan tidak bisa dihentikan oleh apapun dengan sikap diam.
Terus memberitakan Injil adalah Ekspresi Ketaatan kepada Allah
Tuhan tidak pernah memanggil orang percaya untuk diam, membisu dan apatis terhadap pemberitaan Injil. Tetapi justru terika dalam panggilan untuk memberitakan Injil dimanapun dan kapanpun. Itu pula yang tersemat dalam kehidupan Paulus. Panggilan Ilahi untuk memberitakan Injil begitu kental dalam dalam dirinya (2 Kor 9:16; Rm 1:5). Maka tidak heran, Allah mengingatkan kembali Paulus agar on the track sesuai dengan panggilan-Nya, lewat sebuah penglihatan agar terus memberitakan Injil walau situasi yang dihadapi tidak gampang dan jauh dari ideal.
Memang jika kita melihat konteksnya, boleh dikata Paulus berada pada titik terendah dalam pelayanannya yang melelahkan. Kombinasi rasa ‘gentar’ dan putus asa sedang menyelimuti batinnya. Sekalipun kondisi itu tidak diungkapkan secara langsung oleh Paulus. Tetapi jika kita melihat apa yang dihadapi Paulus, tentu saja kondisi itu menjadi logis ada pada dirinya. Dimana Paulus harus menghadapi ancaman datang dari para haters, sekelompok orang Yahudi yang memusuhi dan menolak Injil yang diberitakan--bahwa Yesus adalah Mesias (ay. 6). Mereka bahkan mencari celah untuk melawan dan menyingkirkan Paulus dengan agresif (ay. 16). Namun bukan hanya itu saja, keputusasaan itu pun lahir dari sulitnya membawa orang bertobat dan percaya Yesus. Walau dikatakan, “banyak dari orang-orang Korintus (non Yahudi), yang mendengarkan pemberitaan Paulus, menjadi percaya dan memberi diri mereka dibaptis” (ay. 8). Mencapai ‘keberhasilan itu’ harus melewati perjuangan yang tidak gampang, mengingat Korintus memiliki reputasi yang buruk sebagai kota dosa, atau Las Vegasnya di dunia kuno saat itu. Sedemikian
buruknya reputasi kota Korintus hingga ada ungkapan dalam bahasa Yunani “berkelakuan seperti orang Korintus.” – yang melukiskan orang yang suka mabuk-mabukan, berpesta pora dan berbuat tidak senonoh. Bahkan iklim rohani semakin diperburuk dengan memanipulasi rohani demi memuaskan nafsu kedagingan dengan melegalkan pelacuran sebagai aktivitas rohani. Hal itu dibuktikan dengan adanya kuil Afrodite yang konon mempekerjakan 1000 pelacur yang dianggap sebagai imam-imam suci. Dengan iklim seperti itu, tidak mudah bagi Paulus untuk bersaksi. Mereka sudah berurat akar hidup dalam glamor dosa. Kesulitan itu tidak berhenti sampai disini, ketika ada sejumlah orang yang bertobat, hal itu menimbulkan masalah baru, yaitu penentangan yang kuat para hatersnya itu—sampai-sampai Paulus bergumul dengan hebat apakah dia harus terus berkhotbah di Korintus atau diam sejenak.
Di tengah situasi demikian, Tuhan menjumpai Paulus dan mengingatkan agar ia tidak memilih diam. Ia harus terus bersaksi. Dan Paulus tidak memilih untuk diam yang diyakininya bukanlah emas. Tetapi menerobos kesulitan dan tampil sebagai saksi Kristus. Selama satu setengah tahun ia memberitakan dan mengajarkan firman disana (ay. 11). Apa yang membuat Paulus tetap bersaksi? Ia selalu menyadari bahwa memberitakan Injil adalah soal ketaatan kepada Allah. Itu alasan dan motif yang paling tinggi, melampaui apapun. Sehingga ketakutan, kenyamanan, kesulitan, tidak bisa menjadi alasan untuk mengompromikan dan mengabaikan ketaatan kepada Allah. Mentaati kehendak Allah untuk bersaksi tidak akan pernah salah. Tetapi sebaliknya, berdiam diri dalam keengganan untuk bersaksi pastinya selalu salah! Maka seharusnya kitapun takut untuk berdiam dan bukan takut untuk bersuara dalam memberitakan Injil.
Terus memberitakan Injil karena adanya Jaminan Penyertaan Allah
Perintah Allah tidak berhenti menuntut Paulus taat untuk tidak diam tetapi terus menyuarakan kebenaran firman Tuhan. Tetapi juga mengungkapkan kepedulian dan komitmen Allah untuk menyertainya. “Sebab Aku menyertai engkau dan tidak ada seorang pun yang akan menjamah dan menganiaya engkau, sebab banyak umat-Ku di kota ini." (ay. 10). Allah mengerti betul kerapuhan seorang Paulus jauh melampaui Paulus mengerti keadaannya. Sebab bagaimanapun, sehebat-hebatnya dan seberaninya Paulus, tetaplah ia bukan superman melainkan manusia biasa yang terbelenggu oleh kerapuhan dan keterbatasan. Ia butuh perlindungan, penghiburan, dorongan dan topangan yang nyata lewat kehadiran Allah dalam setiap jejak pelayanannya. Sebab tanpa Allah turun tangan, sangat sulit bagi Paulus untuk mentaati panggilannya. Tetapi menjadi berbeda ketika Allah bersamanya semua bisa dihadapi dengan langkah yang tegap.
Dengan kepastian akan kehadiran Tuhan, tidak ada alasan bagi Paulus untuk mengelak, membantah, berkutat dengan alasan takut. Sebab tidak ada situasi sulit yang tidak bisa dilewati bersama-Nya. Termasuk ketika Paulus ada dalam situasi berbahaya saat ia harus dibawa ke hadapan gubernur Romawi, Galio untuk diadili. Orang-orang Yahudi mendesaknya agar dia dihukum mati. Namun, tanpa sepatah katapun keluar kalimat pembelaan dari Paulus, Galio tidak tertarik menangani kasus tersebut dan melepaskan Paulus. Peristiwa tersebut tidak berjalan alamiah atau sebuah kebetulan, tetapi ada intervensi Tuhan dibaliknya. Inilah bukti penyertaan Tuhan dalam kehidupan Paulus.
Marilah kita terus memberitakan Injil. Jangan diam walau ditekan oleh situasi sulit. Ingatlah selalu bahwa Tuhan menyertai kita. Dimana dalam penyertaan-Nya, Tuhan bekerja dengan cara-Nya untuk menopang dan menolong kita mengemban panggilan-Nya. Sebagaimana Markus menutup Injilnya, “Mereka pun pergilah memberitakan Injil ke segala penjuru dan Tuhan turut bekerja…” (Mrk 16:20). Tuhan yang berjanji menyertai itu adalah Tuhan yang bekerja. (DA)
APLIKASI KEHIDUPAN
Pendalaman
Apa yang menjadi alasan utama Anda harus terus memberitakan Injil dan tidak berdiam diri?
Penerapan
Tantangan terberat apa yang membuat Anda sulit memberitakan Injil?
SALING MENDOAKAN
Akhirilah Care Group Anda dengan saling mendoakan satu dengan yang lain.