Berkat Paling Penting
Kita mungkin pernah mendengar kata-kata seperti ini, “Tuhan kita adalah Allah yang suka memberkati umat-Nya! Jadi, jikalau hidup Anda tidak diberkati, berarti Anda sedang hidup di dalam dosa!” Kita lantas mengasosiasikannya dengan pengkotbah atau denominasi tertentu dan bereaksi negatif. Bagaimana seharusnya kalimat ini dimaknai?
Memang benar kata “berkat” seringkali disempitkan maknanya menjadi berkat materi. Namun kesalahpahaman ini terjadi karena hanya menekankan ayat-ayat tertentu (misal: Maz. 37:25-26; 112:3-5; Ams. 3:13-16, dsb) dan mengabaikan bagian-bagian Alkitab lainnya. Salah satu ayat yang seringkali dilupakan ketika membicarakan berkat Tuhan adalah Matius 28:18-20. Ayat ini dikenal sebagai Amanat Agung dan acap kali dipakai sebagai panggilan misi. Padahal, ayat ini membicarakan berkat Tuhan yang paling penting.
Berkat apakah itu? Tidak lain dan tidak bukan adalah penyertaan Tuhan! Di sepanjang Alkitab, jarang sekali Tuhan menjanjikan berkat materi kepada umat-Nya, apalagi kepada mereka yang mendapat panggilan khusus (misal: nabi-nabi). Tetapi satu berkat yang selalu Tuhan janjikan adalah penyertaan-Nya. Ketika Musa enggan dipakai Tuhan menjadi alat membebaskan bangsanya karena tidak pandai bicara, Tuhan tiga kali mengulang janjinya untuk menyertainya dan lidahnya (Kel. 3:12; 4:12, 25). Ketika Yeremia meminta agar Tuhan tidak mengutusnya karena ia masih muda, Tuhan tidak berjanji akan memberi kefasihan berbicara atau kharisma. Yang Ia janjikan adalah penyertan-Nya (Yer. 1:6-8). Bahkan terhadap nabi yang bengal seperti Yunus, Tuhan pun tetap menyertai-Nya ketika ia melarikan diri.
Salah satu kisah yang paling menyedihkan ketika Tuhan tidak lagi menyertai umat-Nya adalah kisah di dalam Yehezkiel 10-11. Pada bagian ini dikisahkan bagaimana Tuhan yang berdiam di dalam Bait Suci perlahan-lahan meninggalkan umat-Nya yang melakukan penyembahan berhala dan tidak mau bertobat. Secara bertahap Yehezkiel menggambarkan kisah ini: Kemuliaan Tuhan di atas sepasang kerub pergi dari ruang Maha Kudus ke ambang pintu Bait Suci (10:4), dari ambang pintu Bait Suci ke gerbang timur (10:18-19), dari tengah kota naik dan pergi ke gunung di sebelah timur Yerusalem (11:23). Beberapa ahli biblika sepakat bahwa gunung di timur ini adalah Bukit Zaitun. Pada akhirnya, hadirat Tuhan sama sekali meninggalkan Yerusalem. Menurut tradisi, Tabut TUHAN yang seharusnya berada di ruang Maha Kudus hilang dan tidak pernah ditemukan kembali. Tidak lama sesudah itu, Yerusalem jatuh setelah dikepung Babel (33:21). Mereka kehilangan tempat tinggal mereka dan harus hidup di negeri asing, tanpa bisa menyembah Tuhan di Bait Suci mereka.
Umat Tuhan bukan sama sekali tidak mengerti hal ini. Sudah sejak awal Tuhan memperingatkan mereka bahwa Ia akan membiarkan mereka ditimpa malapetaka ketika dalam murka-Nya Ia meninggalkan mereka (Ul. 31:17-18). Ancaman ini menjadi kenyataan karena mereka tidak mengindahkan hukum-Nya, bahkan ketika Ia telah menegur mereka melalui nabi-nabi.
Kisah ini mungkin mengerikan untuk kita. Apakah kita lebih baik daripada orang-orang di zaman Yehezkiel? Mungkin ya, tetapi mungkin juga tidak. Tuhan Yesus memang berjanji bahwa Ia akan menyertai kita sampai akhir zaman. Tetapi bagaimana jika Ia meninggalkan kita sebagaimana Ia meninggalkan Yerusalem? Jawabannya sederhana: Ia tidak akan pernah meninggalkan kita.
Ingat secara detail apa yang terjadi di malam sengsara Tuhan Yesus. Di malam sebelum Ia ditangkap, Tuhan Yesus dan para murid-Nya pergi ke Bukit Zaitun dimana Taman Getsemani berada (Mrk. 14:26; Mat 26:30). Ia kemudian ditangkap, diadili, disalibkan, dan dikuburkan. Semua ini terjadi di Yerusalem. Injil Yohanes mencatat bahwa pada Maria yang menjadi saksi kebangkitan Tuhan Yesus melihat dua orang malaikat duduk di sebelah kepala dan sebelah kaki tempat mayat Tuhan Yesus dibaringkan (Yoh. 20:12). Apakah gambaran ini mengingatkan kita akan sesuatu? Ini adalah Tabut Perjanjian! Di masing-masing ujung Tabut Perjanjian terdapat kerub (Kel. 25:19), menggambarkan TUHAN bertahta di atas mereka (Yes. 37:16). Sesudah bertemu dengan kedua malaikat tersebut, Maria bertemu dengan Tuhan Yesus (Yoh. 20:14-17).
Kita melihat pola yang berkebalikan dari kisah sengsara Tuhan Yesus dan kisah kemuliaan Tuhan meninggalkan Yerusalem. Dari Bukit Zaitun, ke Yerusalem, ke ruang Maha Kudus tempat Tabut Perjanjian disimpan. TUHAN kembali kepada milik kepunyaan-Nya. Tidak hanya itu, kini kita tidak perlu lagi seperti orang Israel yang harus hijrah ke Yerusalem untuk pergi ke Bait Suci. Tuhan Yesus sendiri berjanji menyertai kita dimana pun dan kapan pun. Ia tidak akan pernah meninggalkan kita, dan itulah janji-Nya.
Di masa-masa ini, mungkin kita sulit melihat bagaimana Tuhan memberkati hidup kita. Namun ingat bahwa berkat Tuhan yang terpenting bukanlah berkat materi melainkan penyertaan-Nya. Pertanyaannya adalah, maukah kita berjalan sesuai dengan kehendak-Nya? Maukah kita dengan setia mengamalkan Amanat Agung-Nya? *(DO).