Ibadah Korporat
Setiap hari Minggu orang percaya sudah terbiasa datang ke gereja untuk beribadah. Entah kita datang sendiri atau bersama keluarga/sahabat, kita pasti bertemu dengan orang percaya lainnya yang sama-sama mau beribadah. Di dalam ibadah, biasanya kita bernyanyi, membaca Firman Tuhan, mendengarkan khotbah, memberi persembahan dan menerima berkat, lalu kita pulang. Ibadah yang kita ikuti seperti itu disebut ibadah korporat, atau juga disebut ibadah raya atau ibadah umum. Ini adalah sebuah ibadah yang dilakukan kepada Tuhan secara bersama-sama oleh orang percaya, dilakukan di suatu tempat, dalam waktu tertentu, dengan model tertentu dalam pengarahan kepemimpinan gereja tertentu.
Ibadah korporat dibedakan dengan ibadah pribadi. Dalam bentuk yang sempit, ibadah pribadi dapat berupa berdoa kepada Tuhan secara pribadi, membaca dan merenungkan Firman Tuhan, bernyanyi memuji Tuhan. Semuanya dapat dilakukan sendiri di kamar, di tempat kost, di taman dan dimanapun juga. Sebagian orang berpendapat bahwa ibadah kepada Tuhan adalah urusan pribadi dan tidak ada urusannya dengan orang percaya lainnya. Setidaknya sebagian orang percaya bahwa ibadah pribadi sudah cukup memadai tanpa ibadah korporat. Pandangan seperti ini semakin lazim dijumpai ketika pandemi memaksa orang untuk beribadah secara daring tanpa perlu hadir secara fisik.
Di dalam terang Roma 12:1-2, sebenarnya semua ibadah yang sejati dari orang Kristen, baik korporat maupun pribadi, tidak dibatasi pada tempat atau waktu tertentu, namun harus mencakup keseluruhan hidup orang percaya yang dijalani dan dipersembahkan kepada Tuhan setiap saat di segala tempat dan keadaan. Apakah dengan demikian ibadah korporat tidak lagi berlaku atau penting? Jawabannya adalah tidak. Sejak Perjanjian Lama sampai kepada Perjanjian Baru dan di dalam sejarah gereja, sekalipun ibadah pribadi memiliki tempat yang sangat penting dalam hidup orang beriman, ibadah korporat tetap memainkan peran yang sangat penting. Model ibadah yang individualistik tidak sesuai dengan gambaran dan pengajaran yang ada di dalam Alkitab.
IBADAH KORPORAT DALAM PERJANJIAN LAMA
Peristiwa pembebasan orang Israel dari perbudakan Mesir menjadi sebuah cikal bakal dari penyembahan secara korporat di Perjanjian Lama. Peristiwa keluaran ini membentuk suatu umat yang dipanggil Allah untuk menyembah Dia (Kel. 3:12, 18). Setelah pembebasan Israel, Allah mengadakan perjanjian dengan Israel di gunung Sinai dan menyatakan akan hadir di tengah-tengah mereka. Sebagai respon, umat Israel berjanji akan mengikuti semua ketetapan Allah. Kehadiran Allah dinyatakan di dalam kemah suci, yang dibangun dengan rincian dari Allah sendiri. Seluruh suku Israel diatur berkemah mengelilingi kemah suci tersebut. Allah menjadi sentral dalam kehidupan korporat umat Israel. Untuk mengurus segala sesuatu tentang kemah suci dan berbagai aktivitas yang terkait dengannya, ditetapkanlah sistem keimaman. Selain menjadi pengantara antara umat Allah dengan Allah, para imam juga memimpin dan memberikan persembahan harian, berbagai ibadah dan perayaan lainnya.
Selain kemah suci dan sistem pendukungnya, ada pula berbagai ritual yang ditentukan Allah agar umat-Nya yang berdosa dapat tetap berhubungan dengan Tuhan. Umat Israel secara pribadi datang ke kemah suci ketika mereka mau mempersembahkan kurban penebus dosa atau ketika ada kenajisan atau ingin memberi pengucapan syukur dan sebagainya. Semua pengaturan yang sangat detail ini diadakan baik untuk urusan pribadi setiap orang Israel maupun secara bersama-sama. Di kemudian hari, setelah orang Israel menetap di tanah Kanaan, Salomo membangun bait Allah untuk menggantikan kemah suci dan Allah secara khusus berdiam di ruang Mahakudus bait Allah tersebut. Sistem keimaman dan sistem kurban terus berjalan.
Selain pengaturan tentang kemah suci/bait Allah, sistem kurban dan keimaman, umat Israel juga diharuskan untuk bersama-sama merayakan hari-hari tertentu sebagai peringatan dan respon korporat atas semua kebaikan Allah kepada mereka sebagai satu umat, baik atas pembebasan dari perbudakan Mesir atau pemeliharaan yang diberikan hari lepas hari. Tiga perayaan yang sangat penting dimana orang Israel diharuskan datang ke Yerusalem adalah Paskah, hari raya Pentakosta dan hari raya Pondok Daun. Pada waktu ketiga perayaan ini diadakan, ibadah korporat paling nyata terjadi karena umat Israel dari jauh dan dekat bersama-sama beribadah di bait Allah di Yerusalem. Jadi, sifat korporat dari penyembahan umat kepada Tuhan sudah nampak dari seluruh pengaturan yang ada: tempat, sistem keimaman, sistem kurban maupun perayaan hari-hari khusus.
Ketika umat Israel dibuang ke Babel, bait Allah yang didirikan oleh Salomo dihancurkan. Setelah kembali dari pembuangan, umat Israel mulai tersebar ke berbagai wilayah, tidak hanya ke tanah Yudea, Samaria dan Galilea. Bait Allah yang dihancurkan dibangun kembali tetapi secara terbatas dan kurang kemegahannya dibandingkan dengan bait yang dibangun oleh Salomo. Berbagai situasi geopolitik dan religius yang berkembang saat itu mendorong munculnya pusat-pusat peribadatan yang lebih bersifat wilayah/lokal. Karena itu muncullah berbagai sinagoge agar komunitas orang Yahudi di berbagai wilayah dapat beribadah secara korporat dengan lebih mudah. Pada masa ini, perjalanan ziarah ke bait suci di Yerusalem tidak lagi menjadi suatu kewajiban seperti sebelum pembuangan, meskipun orang-orang Yahudi yang saleh akan berusaha melakukan ziarah ini dan berkumpul dengan orang-orang Yahudi lainnya dari berbagai tempat di dunia.
IBADAH KORPORAT DALAM PERJANJIAN BARU
Inkarnasi Kristus membuat perubahan besar dalam cara Allah berelasi dengan umat-Nya. Yesus, yang adalah Allah, hadir dan berdiam di tengah-tengah umat-Nya, sebagaimana Allah melakukannya di Perjanjian Lama. Namun hal ini tidak dilakukan khusus di sebuah tempat, waktu atau kelompok orang tertentu. Allah sendiri hadir dengan segala kepenuhan-Nya dalam diri Yesus dan hadir bersama-sama umat-Nya. Pada waktu bertemu dengan wanita Samaria, Yesus mengajarkan bahwa saatnya sudah tiba bahwa orang tidak lagi beribadah di gunung Gerizim (untuk orang Samaria) maupun di Yerusalem tetapi menyembah di dalam roh dan kebenaran.
Setelah kebangkitan Yesus, kita melihat bagaimana para murid berkumpul di sebuah ruangan ketika Yesus tiba-tiba hadir dan memberkati mereka. Meskipun tidak dapat dikatakan ini sebagai sebuah ibadah korporat yang lengkap, namun ini menjadi cikal bakal dari ibadah korporat yang dilakukan orang percaya di kemudian hari setiap hari Minggu.
Setelah Pentakosta, Roh Kudus sendiri hadir dalam diri setiap orang percaya maupun secara korporat dalam umat percaya secara bersama-sama. Jikalau di Perjanjian Lama keintiman dengan Allah paling dirasakan oleh para imam karena mereka yang setiap hari bertugas di kemah suci/bait Allah, maka di masa sekarang, keintiman ini menjadi milik setiap anak Tuhan di setiap waktu. Selain itu, kehadiran Roh Kudus menyatukan semua orang percaya melampaui sebuah tempat tertentu sehingga tidak ada lagi suatu tempat yang sedemikian dikhususkan untuk ibadah semua orang percaya, seperti Yerusalem di zaman Perjanjian Lama. Ini tidak berarti bahwa ibadah tidak lagi terkait dengan tempat tertentu atau kehilangan aspek korporatnya. Kisah 2:41-47 menceritakan bagaimana orang-orang yang percaya setelah Petrus berkhotbah tetap berkumpul di bait suci untuk bersama-sama mempelajari Firman, memecahkan roti dan sebagainya.
Perbedaan yang lain dengan ibadah di Perjanjian Lama adalah dalam hal persembahan. Jikalau di dalam aturan Perjanjian Lama ada persembahan berupa binatang atau tumbuh-tumbuhan dalam ibadah korporat yang khusus, maka tidak ada lagi persembahan semacam itu yang ditekankan di dalam ibadah Perjanjian Baru. Yesus telah menjadi kurban persembahan yang sempurna, yang dilakukan satu kali untuk selama-lamanya. Persembahan tetap ada tetapi dalam bentuk yang berbeda. Misalnya, Ibrani 13:15 menyatakan bahwa pujian adalah sebuah bentuk persembahan. Yang dimaksudkan pujian disini tentu bukan hanya dalam bentuk nyanyian tetapi juga dalam bentuk perkataan penuh kasih kepada sesama, pengucapan syukur atas kebaikan Tuhan, kata-kata kebenaran yang menguatkan sesama dan berita Injil yang disampaikan kepada orang lain. Hal ini sesuai dengan dorongan rasul Paulus di dalam 1 Korintus 14:25 agar orang-orang percaya saling membangun tubuh Kristus.
Penekanan kepada saling membangun ini menjadi ciri unik yang membedakan ibadah korporat di Perjanjian Baru dengan masa sebelumnya. Bukan hanya melalui pujian bersama, tetapi juga melalui mendengarkan Firman Tuhan bersama, menjadi saksi bersama atas pengakuan iman seseorang melalui sakramen baptisan, makan dan minum bersama dengan Tuhan melalui sakramen perjamuan kudus, saling melayani bersama dan saling berbuat baik adalah gambaran dari ibadah korporat di Perjanjian Baru. Roma 12:1-2 tentang ibadah yang sejati menjadi dasar yang indah untuk diterapkan secara nyata dalam konteks komunitas umat beriman. Percumalah kita melakukan ibadah raya bersama-sama seandainya kita tidak saling mengasihi, saling menerima dan saling menguatkan satu sama lain seperti yang dijabarkan Paulus dan diberikan contoh olehnya secara pribadi dalam Roma pasal 12 sampai 16.
Karena itu, mari kita selalu beribadah korporat secara rutin, selain tentu beribadah secara pribadi. Jangan meninggalkan pertemuan-pertemuan ibadah korporat. Namun kita perlu ingat bahwa sekadar datang di dalam jam ibadah korporat resmi tetapi tidak peduli dengan sesama di dalam ibadah tersebut, atau mengabaikan bahkan menyakiti saudara seiman dalam bentuk apapun di luar jam ibadah tersebut bukan merupakan gambaran ibadah korporat yang utuh. Ibadah korporat tidak hanya mengungkapkan hormat, penyembahan dan kasih kita kepada Allah, tetapi juga harus terwujud dalam kasih kepada sesama orang percaya. Tuhan menolong kita. * (TDK)