Iman kristen & tanggung jawab sebagai warganegara
Dua Kewarganegaraan
Di dalam anugerah Tuhan, setiap orang percaya menerima dan sekaligus mendapatkan dua macam atau jenis kewarganegaraan, yang perlu diketahui dengan seksama dan juga senantiasa disyukuri, yaitu: menjadi warganegara dunia dan sorgawi/ Kerajaan Sorga. Menjadi warganegara dunia menunjuk kepada pengertian bahwa setiap orang percaya ada, hidup dan menjadi bagian dari masyarakat dunia. Dunia menjadi tempat hidup bersama bagi manusia dan makhluk hidup yang lain, yang sesungguhnya Tuhan memang sudah sediakan dan anugrahkan. Pada dunia inilah, manusia dihimpunkan dan juga sekaligus dipisahkan dan dibedakan di dalam ras, warna, budaya, bahasa, negara dan bangsa satu dengan yang lainnya. Perbedaan dan pemisahan ini, tentunya bukanlah untuk menciptakan konflik atau pertentangan di antara manusia, suku, bangsa dan negara tetapi lebih pada pemahaman untuk menunjukkan dan mengungkapkan adanya "kekayaan" dari ciptaan Tuhan itu sendiri, yang memang demikianlah adanya.
Sebagai warganegara dunia, dalam hal ini orang percaya, harus mau tetap selalu ingat adanya keterikatan didalam ikatan sosial dan kemasyarakatan diantara sesama manusia, untuk selalu bersama-sama bertanggung jawab baik secara pribadi maupun kolektif didalam mengusahakan, mengelola, memelihara dan mensejahterakan dunia yang menjadi "tempat tinggal" bersama ini, khususnya dimana Tuhan tempatkan setiap orang percaya.
Sedangkan menjadi warganegara Sorgawi menunjuk pada pengertian bahwa setiap orang percaya tidak hanya hidup di dalam dunia ini saja, tetapi ada jaminan tempat "lain", yang bersifat kekal, permanen dan sempurna, yang tidak bersifat sementara dan fana seperti dunia sekarang yang ditinggali. Tempat "lain" ini, diterima oleh setiap orang percaya setelah percaya dan menerima Tuhan Yesus sebagai Tuhan dan juru selamat secara pribadi. Tempat "lain" ini adalah menunjuk kepada sorga atau Kerajaan Allah, dimana Allah tinggal dan bertahta. Yang perlu diperhatikan, penggenapan yang sempurna untuk setiap orang percaya mengalami surga atau kerajaan Allah adalah setelah Tuhan Yesus datang untuk yang kedua kalinya
Yang perlu disadari bersama sebagai orang percaya, yaitu melalui ke-2 warganegara ini, orang percaya tidak hanya dijamin memiliki 2 tempat yang berbeda, tetapi juga yang paling utama adalah memiliki 2 tanggung jawab berbeda yang tidak boleh didikotomikan, untuk dikontraskan dan dipertentangkan satu dengan yang lain, dengan asumsi untuk mencari dan menemukan mana yang terpenting.
Pendalaman Yang Lebih
Pada konteks tanggung jawab, biarpun berbeda, tetapi tetap bersifat mengikat dan melekat satu dengan yang lain. Ada tanggung jawab secara "vertikal" dan "horizontal". Secara "vertikal" menunjuk pada tanggung jawab orang percaya yang berikan kepada Tuhan, sedangkan secara "horizontal" di konteks tulisan ini menunjuk kepada bangsa, negara dan pemerintah, dengan segala kewajiban dan tutuntutannya masing-masing. Ini berarti harus ada keseimbangan didalam memberikan perhatian kepada keduanya.
Konsep keseimbangan didalam 2 tanggung jawab yang berbeda ini menjadi perhatian dan penekanan Tuhan Yesus, yang diungkapkan di Matius 22:21, Dia berkata: "Berikanlah kepada Kaisar apa yang wajib kamu berikan kepada Kaisar dan kepada Allah apa yang wajib kamu berikan kepada Allah.” Penekanan kebenarannya: "Memberikan kepada Kaisar dan Allah, yang sama-sama wajib diberikan.” Dasar pemikirannya adalah baik kaisar dan Allah, dapat dikatakan menunjuk kepada pribadi-pribadi yang ditempatkan sebagai pemimpin, yang perlu dihormati, ditakuti, hargai dan dikasihi. Kenapa harus demikian? Karena kedua pemimpin ini, didalam konteks negara dan bangsa, kaisar memiliki kuasa untuk mengelola, membagi semua kekayaan alam dan manusia untuk digunakan dalam pembangunan dan kesejahteraan bagi rakyat. Sedangkan didalam konteks penciptaan, Tuhan adalah pemilik dan penguasa tunggal yang menciptakan segala yang ada di dalam dunia ini untuk disediakan bagi manusia yang menjadi "puncak" ciptaan-Nya.
Kalau pemahaman yang demikian ini didapat, maka panggilan untuk membela dan mengerjakan tanah air itu, khususnya Indonesia, seharusnya terjadi dan dilakukan oleh setiap anak-anak bangsa, yang didalamnya tercakup juga setiap orang percaya. Yang pasti hal ini dapat terjadi, dikarenakan ada 2 pendekatan, yaitu:
▪ Pendekatan Iman. Setiap orang percaya yang sudah mengalami anugerah keselamatan, hidup yang baru, pertobatan dan jaminan hidup yang kekal, seharusnya memiliki perubahan kehidupan yang membawa dampak yg dirasakan oleh setiap orang.
▪ Pendekatan Perbuatan. Setiap orang percaya, setelah menerima keselamatan, tidaklah ditempatkan secara "soliter" (diluar komunitas - sendirian), tetapi dikembalikan ditengah-tengah dunia, untuk jadi kesaksian yang hidup, yaitu: Menjadi Garam dan Terang Dunia.
Dua pendekatan inilah yang memberikan nilai kebenaran tentang keterikatan antara: Iman dan tanggung jawab sosial, khususnya didalam keterikatan dan keterlibatan dengan negara dan bangsa. Setiap orang percaya yang menjadi orang Indonesia adalah: Orang Percaya Indonesia, sehingga mau tidak mau keterkaitan kesatuan, yaitu: "Bangsaku, bangsamu dan bangsa kita Indonesia," pasti terjadi secara otomatis. Ini yang sebenarnya dapat melahirkan "cinta" tanah air.
Ketukan Untuk Hati
Yang pasti, untuk harus diakui: Lahir, besar dan dewasa di Indonesia; Makan, minum, tidur dan istirahat di Indonesia;Bekerja, studi, membangun masa depan dan mencari segala dan banyak keuntungan di Indonesia; Menikah, berkeluarga, beranak-pinak, meninggal dan di kubur di Indonesia; Membangun rumah, pekerjaan, perusahaan dan menjadi kaya di Indonesia; dsb.. Ini semua adalah fasilitas-fasilitas yang luar biasa yang Indonesia dan negara ini sudah sediakan, berikan dan penuhi. Semua kekayaan yang ada di Indonesia yang Tuhan karuniakan, sebenarnya sudah didapatkan, sehingga tidak ada alasan apapun yang dapat menolak apalagi menyangkali semua sumbangsih ini. Namun didalam kehidupan berbangsa dan bernegara, keapatisan, kepasifan, ketidakpedulian bahkan masa bodoh, kerap menjebak banyak orang, termasuk orang-orang percaya. Seolah-olah yang sudah diberikan Indonesia tidak ada nilai dan harganya sama sekali. Semua ini dapat terjadi, dikarenakan adanya ketidakpuasan dari sekelompok orang yang mengatasnamakan "rakyat" yang kerapkali dimunculkan dan dikembangkan sedemikian rupa baik secara diam-diam maupun aktif dengan memunculkan opini-opini yang seolah-olah benar, tapi lebih bersifat hoaks dengan motif yang pasti, yaitu mendeskriditkan pemerintah, menghancurkan ekonomi, mengacaukan politik, memunculkan gangguan keamanan dan ketertiban di Indonesia. Harus tetaplah terbuka, tidak ada bangsa, negara, masyarakat, pemerintahan yang sempurna, termasuk Indonesia. Memang mengungkapkan semua "keburukan-keburukan" yang ditemukan dan terjadi di Indonesia, pasti lebih mudah, dibanding mengungkapkan kebaikan, kemajuan yang sudah terjadi selama ini dan sedang terus diusahakan oleh pemerintah.
Prinsip yang perlu menjadi pakem adalah "kritik" terhadap kondisi bangsa, kehidupan bermasyarakat, ekonomi, politik, keamanan bahkan pemerintah Indonesia, sah-sah saja. Namun demikian, yang selalu perlu di kedepankan adalah memberi kontribusi yang konkrit untuk memberikan pertolongan yang konstruktif, bukan yang sebaliknya desdruktif. Selama pemerintah Indonesia, masih memperjuangkan dan berusaha memajukan dan mensejahterakan rakyat Indonesia, maka sudah selayaknya masyarakat Indonesia, termasuk orang percaya harus mau mendukung dan membela. Hal ini dilakukan sebagai "ketukan hati" untuk lebih peduli dan mencintai Indonesia.