Imitating Christ: Say No to Satan’s Hoax!
Kemelut sosial-politik seputar pemilihan umum presiden Amerika Serikat 2021 telah mencelikkan mata kita akan gencarnya serangan untuk mencongkel nilai-nilai Kristen yang melandasi konstitusi negara adikuasa tersebut dan menggantinya dengan nilai-nilai libertarianisme dalam sistem otoriter Marxisme. Pemilu ini juga mencelikkan mata kita akan kecilnya nyali para pengikut Kristus di belahan bumi ini untuk berdiri teguh menyuarakan kebenaran di tengah massif-nya hoax yang menguasai media massa global. Hal ini sangat bertolak-belakang dengan para pengikut Kristus dari abad pertama: Rasul Petrus dan Yohanes,yang dengan keberanian mereka yang luar biasa telah membuat sidang Sanhedrin tercengang. Pasalnya mereka hanyalah orang biasa-biasa saja yang tidak terpelajar, namun memiliki nyali untuk mengajar dan memproklamasikan bahwa Yesus Kristus yang mati tersalib dan bangkit pula dari antara orang mati adalah Juruselamat dunia satu-satunya (Kis. 4:12). Fenomenon ini ditafsirkan sidang Sanhedrin dengan: “they had been with Jesus” (mereka sudah bersama-sama dengan Yesus—Kis. 4:13). Namun perlu kita perhatikan adanya perbedaan yang mencolok sebelum dan sesudah kebangkitan Kristus. Sebelum kebangkitan-Nya, walaupun sudah tiga setengah tahun para murid mengikuti Kristus, para murid lari tunggang-langgang menyelamatkan diri ketika Kristus ditangkap di Taman Getsemani. Hanya Kristus seorang diri yang punya nyali berkata: “Ini Aku!” Hal ini kontras dengan realita setelah kebangkitan Kristus. Para murid diliputi oleh keberanian surgawi yang dimiliki Kristus. Kelihatannya ada perbedaan antara meneladani Kristus secara lahiriah dan secara rohaniah.
Di dalam buku devosional klasik terlaris di dunia, The Imitation of Christ, penulisnya, Thomas A. Kempis, seorang biarawan dari abad ke-15 sudah mengungkapkan bahwa hidup Kristus hanya dapat ditiru melalui persekutuan intim dengan-Nya, khususnya melalui sakramen Perjamuan Kudus. Secara manusia, kita dapat menata kurikulum pertumbuhan rohani kita dengan menginkorporasi ide-ide Kempis yang menarik. Namun, pada akhirnya kita harus ingat bahwa Roh Kuduslah yang memberikan kadar pertumbuhan kepada setiap anggota tubuh Kristus, masing-masing dengan kurikulumnya yang unik. Seperti ada tertulis: “Karena kepada kita masing-masing telah dianugerahkan kasih karunia menurut ukuran pemberian Kristus” (Ef. 4:7), sampai Tubuh Kristus mencapai tingkat pertumbuhan yang sesuai dengan kepenuhan Kristus (Ef. 4:13).
Secara khusus, kita akan menyoroti hidup Kristus dalam aspek keberanian-Nya menghadapi pencobaan dengan berpegang teguh kepada Firman Allah. Di dalam Matius 4, kita mendapati bahwa Kristus telah menang atas pencobaan keinginan daging-Nya karena Ia bertekad untuk tetap menjadikan kehendak Allah sebagai prioritas utama dalam hidup-Nya. Pada pencobaan kedua, si Setan berusaha menjatuhkan Kristus dari segi “keangkuhan hidup.” Kristus diminta untuk membuktikan iman-Nya dengan meminta agar Allah Bapa menggenapi janji-Nya mengutus malaikat-Nya untuk menatang-Nya ketika Ia menjatuhkan diri dari bubungan Bait Suci. Penggenapan janji Bapak ini akan membuktian kasih setia Bapa bagi-Nya. Kristus segera mengendus modus penipuan ini, dan menghardik si Setan, “Janganlah engkau mencobai Tuhan Allah-mu!” (Mat. 4:7). Kristus tahu bahwa meminta Bapa untuk membuktikan kasih-Nya sama saja berdosa kepada Allah karena mencobai-Nya dengan meragukan kasih-Nya. Kristus juga tahu bahwa si Setan memakai tafsir asal comot untuk memelintir kebenaran Allah tentang ‘berkat.’ Sebenarnya siapakah yang berhak
menerima janji berkat proteksi Allah yang sempurna itu (Mzm 91:3-16)? Menurut si Setan, mereka yang adalah milik kepunyaan Allah. Hanya dengan status mereka sebagai orang kepunyaan Allah semata maka mereka otomatis berhak mendapatkan “berkat” Allah yang sempurna. Berkat Allah yang tanpa syarat semacam ini (hyper-Grace) bukanlah pengajaran yang Alkitabiah. Firman Allah dalam pembukaan Mazmur 91 mencatat bahwa penerima janji berkat proteksi Allah yang sempurna diberikan pada orang yang mau ‘menetap’ (יֹ֭שֵׁב) dan ‘bermalam’ (לוּן) di bawah naungan Allah Yang Mahatinggi dan Mahakuasa (Maz. 91:1). Secara alamiah mereka akan berkata kepada Tuhan: “tempat perlindunganku dan kubu pertahanan-ku, Allahku, yang ku percayai” (Mzm. 91:2). Janji proteksi Allah di sini bukannya tanpa syarat. Orang milik kepunyaan Allah yang tidak mau tinggal di bawah kanopi proteksi yang disediakan Allah melalui Firman-Nya tidak akan beroleh hidup, melainkan kematian (Ams. 19:16).
Sejak di Taman Eden si Setan tidak suka melihat Adam pertama berada di bawah kanopi proteksi berkat Allah melalui Firman-Nya. Ia berusaha keras untuk menggiring Adam keluar dari kanopi yang Allah sediakan ini dengan meyakinkan Adam bahwa aman-aman saja di luar sana dan ada berkat tanpa syarat yang Allah sediakan. Sayangnya Adam pertama terperdaya hoax si Setan. Karena Allah setia pada Diri-Nya dan Firman-Nya, Adam yang jatuh di dalam dosa dan kehilangan seluruh berkat Allah yang indah. Bukan saja Adam, Adam beserta dengan seluruh keturunannya juga. Ketika Kristus sebagai Adam kedua datang, si Setan berpikir ia dapat menjatuhkan-Nya dengan memakai manuver yang sama. Tetapi Kristus tidak terperdaya oleh hoax si Setan. Bagi Kristus Firman Allah itulah berkat kanopi yang Allah sediakan yang membawa-Nya kepada berkat-berkat lainnya. Jika Ia keluar dari kanopi proteksi Allah, tidak ada mujizat-mujizat lain yang Allah berikan, tidak ada malaikat yang akan Allah utus untuk membuktikan kasih-Nya. Karena Allah setia pada Janji-Nya dan Firman-Nya, barangsiapa yang mempermainkan-Nya dengan mencobai-Nya akan berhadapan dengan konsekuensi murka Allah (Gal. 6:7), karena tanpa iman tidak mungkin seseorang dapat diperkenan Allah. “Sebab, barangsiapa berpaling kepada Allah, ia harus percaya bahwa Allah ada dan Ia memberikan upah kepada orang yang sungguh-sungguh mencari Dia.” (Ibr. 11:6). Mungkin kita beralibi bukankah Allah sudah menyerahkan Anak tunggal-Nya? Bagaimana mungkin Ia tidak mengaruniakan segala sesuatu kepada kita bersama-sama dengan Dia (Rom. 8:32)? Bukankah janji ini Ya dan Amin bagi semua orang yang ada di dalam Kristus? Benar, namun di dalam perumpamaan Pokok Anggur yang benar Kristus pun menjanjikan jika kita mau ‘tinggal’ di dalam Dia dan Firman-Nya tinggal di dalam kita, kita boleh mengharapkan berkat-Nya (Yoh. 15:7). Sebaliknya jika kita tidak ‘tinggal’ di dalam Dia, kita kan dibuang keluar seperti ranting dan menjadi kering (Yoh. 15:6). Itu artinya hanya orang yang mau ‘Tinggal’ didalam Kristus yang adalah pewaris janji yang Ya dan Amin di dalam-Nya. Kelihatannya Allah sangat konsisten dengan teologi ‘Berkat’-Nya yang tidak terpisahkan dari teologi ‘Firman’-Nya.
Di dalam sikon pandemi yang berkepanjangan ini, marilah kita teguhkan hati untuk meneladani Kristus yang bertekad untuk ‘tinggal tetap’ di dalam kanopi proteksi Allah. Jangan kita termakan hoax si Setan yang mengiming-imingi kita dengan teologi ‘Berkat’ yang tanpa syarat. Jangan kita mencobai Allah kita dengan mengklaim janji proteksi dan berkat-berkat lain-nya di luar kanopi proteksi yang Allah sediakan. Mari kita bulatkan tekad kita untuk hidup seperti Kristus dan mengamini janji Allah ini: “Tunduk-lah kepada Allah,dan lawan-lah Iblis maka, ia akan lari dari-padamu!” (Yak. 4:7).***IT