Kodrat Injil
Tulisan ini membahas kodrat Injil (the nature of the gospel) yang memiliki karakter ganda. Di satu pihak Alkitab menekankan Injil adalah kekuatan Allah yang menyelamatkan (Roma 1:16-17). Keselamatan adalah karya Allah semata yang hanya diterima oleh manusia berdosa melalui iman dan berdasarkan anugerah. Keselamatan bukan usaha manusia tetapi pemberian Allah (Efesus 2:8-9). Di lain pihak, dalam Alkitab yang sama juga ditekankan bahwa orang-orang percaya harus mengerjakan keselamatan mereka (Filipi 2:12). Mereka tidak boleh pasif, sebaliknya harus mengerjakan iman mereka, berusaha dalam kasih, dan bertekun dalam pengharapan (1Tesalonika 1:3). Iman yang diterima tidak boleh dibiarkan begitu saja, tetapi mereka harus sungguh-sungguh menambahkan kepada iman mereka, kebajikan, pengetahuan, penguasaan diri, ketekunan, kesalehan, dan kasih (2Petrus 1:5-7).
Jadi di satu pihak Alkitab menekankan keselamatan adalah pemberiaan Tuhan semata, di mana tidak ada usaha manusia. Di lain pihak, Alkitab juga menekankan perlunya usaha manusia ditambahkan ke dalam keselamatan dan iman orang percaya. Dua poin ini kelihatannya saling bertentangan, tetapi sesungguhnya tidak. Teologi Reform menyelaraskan ke dua poin ini dengan menekankan karakter ganda perjanjian anugerah (the covenant of grace). Untuk memahami poin ini, kita perlu melihat terlebih dahulu apa artinya perjanjian antara Allah dan manusia.
Perjanjian (Covenant)
Konsep perjanjian adalah sentral dalam menggambarkan relasi antara Allah dan manusia. Teologi Reform secara khusus menekankan dan mengembangkan konsep ini. Teologi Perjanjian (Covenant Theology) dengan demikian menjadi ciri khas Teologi Reform. Relasi antar manusia – kasih cinta, pernikahan, persahabatan, perdagangan, dsb – pada dasarnya berlandaskan perjanjian, dimana ada 2 pihak secara sukarela mengingkatkan diri mereka untuk mencapai tujuan bersama.
Alkitab mencatat ada dua macam relasi antara Allah dan manusia: relasi penciptaan (creational relationship) dan relasi perjanjian (covenantal relationship). Menurut relasi penciptaan, Allah adalah Pencipta dan manusia adalah ciptaanNya (Kej.1:1; Yes.37:16). Dia adalah Tuan, dan manusia adalah hamba-hamba-Nya (Luk.17:10). Sedangkan dalam relasi perjanjian, Allah adalah Bapa, dan kita adalah anak-anakNya (1Yoh.3:1). Dia seperti induk ayam yang melindungi anak-anaknya (Lukas 13:34). Hubungan Allah dan umatNya seperti suami dan istri (Ef.5:21).
Herman Bavinck dalam karyanya Reformed Dogmatics, vol.2, menekankan bahwa ibadah yang sejati haruslah berdasarkan relasi perjanjian. Agama sejati tidak dapat berdasarkan semata-mata pada relasi penciptaan. Allah adalah Sang Pencipta dan kita adalah ciptaanNya. Ada jarak tak terseberangi antara Pencipta dan ciptaan. Ia tinggi bertahta di sana, dan manusia jauh di bawah. Dalam relasi penciptaan hanya Tuan dan hamba. Tidak ada persekutuan intim antara Allah dan manusia.
Agama yang sejati menuntut adanya persekutuan yang intim antara Allah dan umatNya. Persekutuan intim ini hanya dimungkinkan dengan adanya relasi perjanjian antara Allah dan umatNya. Saat Allah meninggalkan tempatNya yang maha tinggi, turun ke bawah, menjadi sama dengan manusia, saat Ia mencurahkan anugerahNya, maka jarak antara Pencipta dan ciptaan-Nya teratasi. Saat Allah datang melawat umatNya, maka persekutuan yang intim dapat terjadi. Ia bukan saja dipanggil Tuhan dan Tuan, tetapi juga Bapa. Ia menyamakan diriNya dengan kita dan bahkan menyebut kita sahabat-sahabatNya (Yoh.15:13-15).
Karakter Ganda Perjanjian Anugerah (Covenant of Grace)
Setelah membahas panjang lebar tentang pentingnya relasi perjanjian yang menjadi dasar iman yang sejati, kita kembali ke topik pembahasan kita – bagaimana menjelaskan bahwa keselamatan di satu pihak adalah murni karya Allah, tetapi di lain pihak juga menuntut usaha manusia. Paradoks ini dapat dijelaskan dengan memahami adanya karakter ganda perjanjian anugerah.
Di satu sisi perjanjian anugerah bersifat sepihak (foedus monopleuron). Perjanjian anugerah adalah sepihak, yakni inisiatif-nya murni dari Allah dan pelaksanannya juga oleh Allah semata. Perjanjian manusia pada dasarnya dua pihak (foedus dipleuron). Ada persetujuan bersama dua pihak di mana keduanya mengikatkan diri untuk mencapai satu tujuan yang sama. Perjanjian Anugerah pada dasarnya adalah sepihak, yakni datang dari dan dilaksanakan oleh Allah sendiri. Kejadian 15 menggambarkan dengan jelas perjanjian sepihak ini. Allah mengikat perjanjian dengan Abraham. Abraham diperintahkan Tuhan untuk menyembelih binatang dan membelahnya 2 bagian (ayat 10). Dalam perjanjian manusia, umumnya ke dua belah pihak akan berjalan di tengah-tengah binatang yang terpotong sebagai tanda kedua belah pihak mengikat diri mereka untuk menaati perjanjian. Mereka yang melanggar akan binasa sebagaimana binatang yang terpotong dua (cf. Yer.34:18-20). Tetapi dalam perjanjian ini yang berjalan di tengah-tengah binatang yang terpotong dua itu hanya Tuhan sendiri (ayat 17). Abraham tidak melakukannya. Ini adalah perjanjian sepihak. TUHAN Allah sendiri yang berinisiatif mengikat diriNya dalam perjanjian dengan Abraham.
Perjanjian Anugerah pada dasarnya adalah sepihak. Keselamatan murni inisiatif dari TUHAN Allah sendiri. Dalam kekekalan Ia telah memilih umatNya untuk menerima keselamatan berdasarkan anugerahNya semata (Ef.1:4). Adalah Kristus yang telah mati di atas kayu salib untuk menyediakan penebusan bagi manusia yang berdosa, dan adalah Roh Kudus sendiri yang menerapkan penebusan Kristus dalam hidup setiap orang percaya. Dalam semua ini tidak usaha di dalamnya. Keselamatan adalah murni karya Allah semata dan tidak ada seorang pun dapat membanggakan diri mereka (Ef. 2:8-9).
Namun begitu seseorang percaya kepada Yesus Kristus, mereka diterima dalam perjanjian anugerah-Nya, perjanjian anugerah yang sepihak menjadi dua pihak. Mulai dari detik kita menjadi anak-anak Allah dan memanggilNya sebagai Bapa, kita menjadi partner perjanjian ini. Adalah Kristus yang menjadikan kita murid-murid-Nya, tetapi setiap murid dipanggil untuk taat memikul salib, menyangkal diri, dan setia mengikutiNya seumur hidup mereka (Mat.16:24). Keselamatan adalah diberikan oleh Allah dengan anugerahNya, namun keselamatan setelah diterima harus dikerjakan, harus dipelihara, dan harus diusahakan (Filipi 2:12). Iman adalah pemberian, tetapi setelah percaya, iman harus ditumbuh kembangkan (2Pet 1:5).
Sekalipun perjanjian anugerah menjadi dua pihak setelah kita masuk dalam perjanjian, namun perjanjian anugerah tidak menjadi perjanjian perbuatan. Perjanjian anugerah tetap berdasarkan anugerah sekalipun menjadi dua pihak. Dalam kita berusaha dan memelihara iman dan keselamatan, semua tidak berdasarkan kekuatan manusia, tetapi berdasarkan anugerah Allah semata (1Kor.15:10). (PD)