Lebih Dari Pahala
“Masuklah dan turutlah dalam kebahagiaan tuanmu” (Matius 25:21c, 23c)
Tentang Pahala
Pahala yang dimaksudkan di dalam perumpamaan talenta adalah hasil yang harus didapatkan, yang membawa keuntungan. Keuntungannya bagaimana? Dua menghasilkan dua, jadi empat; sedangkan yang lima menghasilkan lima, jadi sepuluh. Tidak boleh terjadi satu disimpan tidak menghasilkan keuntungan apapun. Jelas ini tidak bertanggung jawab sama sekali. Ada tuntutan tanggung jawab dari Tuhan. Prinsip yang benar adalah berilah keuntungan sebesar-besarnya bagi Tuhan.
Prinsip yang penting adalah kalau bekerja atau berusaha tidak menghasilkan keuntungan, lebih baik tidak usah dilanjutkan atau berhenti saja. Sudah keluar uang, tenaga, waktu, pemikiran tetapi hasil tidak dapatkan. Itu namanya mubasir dan sia-sia, karena mengalami kerugian. Memang, harus diakui bahwa keuntungan dan kerugian itu, seperti mata uang yang memiliki 2 sisi, yang tidak terpisahkan dan saling melekat satu dengan yang lainnya. Kalau tidak untung ya, rugi, sebaliknya kalau tidak rugi ya, untung. Namun demikian, di dalam hukum ekonomi, tuntutan untuk menghasilkan keuntungan yang sebesar-besarnya adalah keharusan, yang tidak bisa ditolak, tetapi harus dipenuhi. Demikian juga berkenaan dengan pekerjaan Tuhan. Di dalam pekerjaan Tuhan, tidak boleh alergi untuk menuntut keuntungan – pahala, baik yang diberikan kepada Tuhan, bagi pelayanan maupun yang disediakan untuk orang-orang yang terlibat didalamnya. Tuhan Yesus pernah berkata: “Berikanlah kepada Kaisar apa yang wajib kamu berikan kepada Kaisar dan kepada Allah apa yang wajib kamu berikan kepada Allah (Matius 22:21).
Di dalam pekerjaan Tuhan, didalam semua lini apapun harus bisa memberikan keuntungan, baik yang bersifat rohani, duniawi maupun kekekalan. Bukankah semua yang rohani, duniawi dan kekal ini berasal dari Tuhan? Sudah seharusnya dikembalikan serta dipakai untuk kemuliaan Tuhan juga. Jelas, ini lebih dari pahala.
Menilik Lebih Dalam
Pada saat talenta ini diberikan oleh Tuhan kepada orang percaya, Ia tidak asal memberi. Tetapi dengan jelas dikatakan: Sesuai dengan kemampuan masing-masing. Sebagai Pencipta manusia, Tuhan tahu persis kapasitas yang dimiliki oleh setiap manusia. Pada waktu Ia memberikan: satu, dua dan lima talenta maka seharusnya itu menjadi bukti bahwa Tuhan tidak pernah menciptakan manusia di dalam keadaan “kosongan”, tetapi diberi kemampuan yang sesuai.
Pilihan manusia jelas, yaitu tinggal mau menggali, menemukan dan memakaiannya, atau hanya dibiarkan begitu saja dan dibiarkan terbengkalai. Sebetulnya tidak ada orang yang bodoh, tetapi orang yang malas. Orang seperti itu tidak mau berjuang, berusaha atau bekerja keras. Maunya hanya ongkang-ongkang kaki saja, menunggu datangnya keuntungan. Jelas tidak mungkin. Hanya mimpi disiang bolong. Amsal berkata: “Tidur sebentar lagi, mengantuk sebentar lagi, melipat tangan sebentar lagi untuk tinggal berbaring., maka datanglah kemiskinan seperti seorang penyerbu dan kekurangan seperti orang yang bersenjata” (Amsal 24:33-34).
Bagaimana Tuhan mau memberkati orang malas dan tidak mau berjuang serta berusaha mati-matian? Jelas tidak! Bahkan dengan sangat jelas Tuhan justru mengecam orang malas ini sebagai sebagai Hamba yang “jahat”. Jahat, karena sudah dipercaya dan diberi modal kekayaan yang besar, biarpun hanya satu talenta, tetapi tidak dikelola dengan baik. Sebaliknya justru dibengkalaikan dan dibiarkan begitu saja dengan cara disimpan. Kalau disimpan untuk apa? Lebih baik diberikan kepada orang lain, yang sudah punya talenta lebih, tetapi rajin dibandingkan orang malas; supaya pada saat ditambahkan, dapat menghasilkan keuntungan yang lebih banyak lagi dan berlipat-lipat ganda.
Inilah yang disebut lebih dari pahala. Pahala hanya satu, yaitu keselamatan; tetapi lebih dari pahala artinya banyak yang mendapatkan keselamatan, melalui talenta – kemampuan di dalam membawa dan membagikan kebaikan, pertolongan, kemurahan, cinta kasih serta pelayanan kepada siapapun yang ada di dalam dunia, supaya banyak orang mengalami: “Masuk di dalam kemuliaan Tuhan”
Panggilan Mulia
Panggilan mulia ini berkaitan dengan dua hal yang harus disadari, supaya dapat memberikan kesukacitaan, yaitu: Pertama, dapat dipilih dan dipercaya. Sebetulnya Tuhan bisa mengerjakan-Nya sendiri. Pasti banyak memberikan keuntungan. Biarpun sebetulnya Tuhan tidak memerlukan itu. Karena Dia sudah punya segala-Nya. Sekarang, justru Tuhan ingin membagi dan memberikan keuntungan kepada manusia. Dengan cara memilih dan memercayakan talenta – harta milik-Nya kepada orang-orang tertentu yang Tuhan percayai. Yang pasti keuntungan yang melebihi pahala adalah Dia Tuhan yang mau memakai orang-orang yang diberikan talenta sebagai “instrumen-Nya”. Memakai dan membagikan segala kebaikan dan harta kekayaan sorgawi yang berkenaan dengan keselamatan dan penetapan Tuhan untuk menjadikan orang-orang berdosa percaya dan untuk dijadikan sebagai anak Tuhan. Bagi siapapun yang kita bawa kepada Tuhan Yesus. Layakkah diri ini disebut orang dipercaya oleh Tuhan?
Kedua, menyediakan tempat kekal. Tempat ini Tuhan sediakan bagi orang yang sudah memberikan keuntungan bagi Tuhan. Kalau dua talenta menghasilkan dua dan lima menghasilkan lima berarti Tuhan sangat menghargai usaha dan jerih payah yang sudah dilakukan oleh orang yang Tuhan percayai untuk mengelola harta milik-Nya. Bagi yang memberikan keuntungan, maka Tuhan memberikan tempat kekal yang penuh dengan kebahagiaan. Sedangkan yang tidak memberikan keuntungan tempat yang penuh dengan penderitaan.
Biarpun disebut dengan panggilan mulia, tetapi tetap ada konsekuensi yang melekat di dalamnya, yaitu mau dan taat melakukan atau tidak mau sama sekali. Kalau sungguh orang percaya yang mengenal Tuhan, maka panggilan mulia ini akan direspon dengan tepat dan benar, karena tahu dengan jelas ada yang lebih dari pahala, yang Tuhan akan sediakan. Tempat yang penuh kebahagiaan, yaitu hidup dan ada bersama-sama dengan Tuhan di dalam surga. Sungguh luar biasa. Soli Deo Gloria.*(LHP)