Menggantung Dan Mendadak
Terjemahan NIV memberi keterangan bahwa Markus 16:8b-20 tidak ada di dalam manuskrip-manuskrip tertua. Meski LAI tidak mencantumkan keterangan ini, Anda dapat mendeteksi adanya perubahan gaya penulisan jika anda membaca dengan cermat. Ahli biblika sepakat bahwa Markus 16:8b-16, yang sering kali disebut "akhiran panjang Markus", adalah penambahan yang dilakukan berdasarkan tiga Injil lainnya. Oleh karena itulah, beberapa sarjana biblika liberal menolak otentisitasnya, lebih-lebih menyimpulkan bahwa kisah kebangkitan merupakan karangan. Coba saja baca ayat 8a bukankah dikatakan para wanita itu tidak mengatakan hal ini kepada siapapun juga karena gentar? Namun, mendadak di ayat 8b dikatakan bahwa para wanita itu mengabarkan kepada murid-murid, dan tahu-tahu Tuhan Yesus menampakkan diri kepada mereka. Semua ini adalah gabungan narasi kebangkitan ketiga Injil lain.
Para apologet dan ahli biblika Kristen telah banyak memberi jawaban untuk tantangan ini. Namun secara pribadi kita mungkin bertanya-tanya: mengapa Markus yang percaya akan kebangkitan tidak menuliskan kisah-kisah ini? Mungkinkah Markus meninggal sebelum menyelesaikannya? Ataukah bagian ini hilang? Atau… mungkinkah Markus sengaja memberikan akhiran yang begitu menggantung dan mendadak?
Markus, dibandingkan penulis Injil lain, tidak banyak memberikan komentar langsungnya tentang identitas Tuhan Yesus. Sebaliknya, fokus Markus adalah memberikan detail-detail menarik tentang setiap peristiwa. Contoh yang paling jelas adalah kisah pengusiran setan dalam Markus 18:14-29. Bandingkan dengan Matius yang hanya mengisahkan ini dalam 8 ayat saja! Meski jumlah kisah yang dituliskan Markus tidak sebanyak tiga Injil yang lain, ia yang paling banyak mencatat detail-detail mengenai reaksi setiap pribadi dalam Injilnya. Orang-orang di sekeliling Tuhan Yesus, misalnya, berespon dengan kebingungan, kebimbangan, keraguan, bahkan kemarahan. Reaksi Tuhan Yesus melihat hal ini pun beragam. Kadang Ia marah (8:33), heran (5:20), berdukacita (3:5), dan sebagainya.
Jadi, mengapa hanya satu kali saja Markus memberi komentar langsung tentang identitas Tuhan Yesus (Mrk. 1:1 "Inilah permulaan Injil tentang Yesus Kristus, Anak Allah), tidak lebih dari itu? Jawabannya adalah karena ia ingin pembacanya pun, sama seperti orang-orang di sekeliling Tuhan Yesus, bergumul ketika mengenal Sosok ini. Siapa Ia sebenarnya?
Selain komentarnya sendiri bahwa Tuhan Yesus adalah Anak Allah, Markus juga melalui kisah pengakuan Petrus menyiratkan bahwa Ia adalah Mesias (8:29). Di dalam kebudayaan Yahudi, dua gelar ini bersinonim satu sama lain. Masalahnya, orang-orang Yahudi memiliki konsep yang salah mengenai Mesias. Ketika Petrus menjawab pertanyaan ini, jangan dikira ia membayangkan Gurunya akan mati di kayu salib untuk menebus manusia dari dosa. Sebaliknya, ia membayangkan bagaimana Gurunya akan menghimpun kekuatan militer, mengalahkan penjajah Roma, kemudian menjadi Raja atas Israel. Mungkin Petrus (dan murid-murid lainnya, khususnya Yohanes dan Yakobus) membayangkan nanti ia akan diangkat menjadi menteri dan duduk di sebelah kiri atau kanan Tuhan Yesus.
Alih-alih mengumpulkan tentara, Tuhan Yesus malah berulang kali mengatakan bahwa Ia akan mati di bawah Kekaisaran Roma. Tentu saja ini membuat para murid bingung. Pembacanya pun, Markus berasumsi, pasti bingung saat membaca bahwa Orang yang digantung di kayu salib dalam pasal 15:34-37 adalah Orang yang sama dengan yang Markus klaim di awal sebagai Anak Allah. Anehnya, dua ayat sesudahnya kita membaca bahwa kepala pasukan yang menyalibkan Tuhan Yesus-lah yang mengulang klaim ini, "Sungguh, orang ini adalah Anak Allah!" Pada bagian ini, Markus seolah-olah menantang, "Lihat, orang Roma yang menyalibkan-Nya saja bisa melihat siapa Yesus Kristus sebenarnya! Bagaimana dengan kalian?"
Tidak banyak yang Markus kisahkan sesudah itu. Bukan karena kebangkitan tidak penting. Bagaimanapun, kebangkitanlah yang mengkonfirmasi pernyataan si kepala pasukan di akhir dan Markus sendiri di awal bahwa Yesus Kristus adalah Anak Allah. Namun, Markus tidak mencatat lebih jauh. Mengapa? Karena sementara ia dan kepala pasukan itu sudah tahu bahwa Pribadi yang disalib itu adalah Anak Allah, pembacanya, sama seperti orang banyak di dalam Injilnya, bimbang dan ragu-ragu.
Markus menuliskan sebuah kisah, bukan menyusun argumen panjang lebar untuk membuktikan kisah kebangkitan. Ia tahu argumen apologetis hanya menghadirkan Sosok dalam diskursus sejarah dan teologi, tetapi bukan dengan Yesus Kristus yang adalah Pribadi yang hidup, yang kehadiran-Nya membuat semua orang harus menjawab pertanyaan besar itu sendiri, "Tetapi apa katamu, siapakah Aku ini?" (8:29). Markus tidak memberikan semua jawaban. Ia ingin pembacanya berhadapan dengan Sosok itu secara pribadi sebagaimana Petrus berhadapan dengan-Nya. Biarlah para pembaca sendiri yang menemukan-Nya, sambil berseru dan memohon kepada Pribadi yang mengalahkan maut itu, "Aku percaya. Tolonglah aku yang tidak percaya ini!" (9:24).Untuk itu, ia harus mengakhiri kisah itu di sana. Menggantung dan mendadak.*(DBO).