Panggilan untuk Menuai
Matius 9:35-38 dan Yohanes 4:35-38
Panggilan orang percaya adalah hidup memuaskan kehendak Allah. Sebagaimana mengikuti teladan Yesus, dengan fokus yang jelas dan tidak teralihkan adalah, “Makanan-Ku ialah melakukan kehendak Dia yang mengutus Aku dan menyelesaikan pekerjaan-Nya” (Yoh. 4:34). Pekerjaan yang harus digenapi itu adalah menjangkau jiwa yang terhilang dan menyelamatkannya. Bagi Yesus, itulah makanan yang dapat memuaskan Diri-Nya. Sebab bagi-Nya, “satisfying the Father gave Jesus true satisfaction.”
Kita yang telah ditebus dipanggil mengikuti jejak Yesus. Dipanggil untuk menjadi penuai-penuai tuaian yang sudah menguning. Seorang penuai harus memiliki tiga modal penting:
Paradigma Allah
“Mereka lelah dan terlantar seperti domba yang tidak bergembala …” (Mat. 9:36). “Tuaian memang banyak …” (Mat. 9:37). “Pandanglah ladang-ladang yang sudah menguning dan matang untuk dituai …” (Yoh. 4:35).
Di dalam Matius 9:35 ditegaskan bahwa Yesus sedang berkeliling dari desa yang miskin dan terpencil ke kota yang besar dan mewah untuk melawat umat-Nya. Ia mengajar, mengabarkan Injil dan memanifestasikan mukjizat kesembuhan. Ia melakukannya dengan penuh semangat tanpa mengenal lelah. Walau harus berjalan bermil-mil menempuh perjalanan yang sulit, berdebu, dengan sengatan panas terik matahari dan Ia lakukan mungkin tanpa upah dan tidak dihargai orang, Yesus tetap pada komitmen-Nya memberitakan Injil.
Sikap itu didasarkan pada persfektif-Nya, “Melihat orang banyak itu ... seperti domba yang tidak bergembala ... tuaian memang banyak ….” Yesus bukan hanya asal melihat tetapi melihat dengan penuh perhatian dan peduli (attention/notice). Tidak ada seorangpun yang luput dari perhatian-Nya. Baik orang-orang terpandang maupun orang-orang yang dimarginalkan dari komunitas sosial. Mata Yesus mau melihat dan mempedulikan mereka tanpa pandang bulu.
Yesus melihat mereka seperti “domba yang tidak bergembala,” seperti “tuaian yang banyak telah menguning.” Ini berbicara perihal paradigma. Yesus melihat orang-orang dari sudut pandang yang berbeda dari pada umumnya. Mata-Nya sanggup menembus kedalaman jiwa yang kering, kosong, tersesat, dan menderita oleh sengat dosa. Bagi Yesus mereka butuh untuk digarap, dituai, dan dilayani. Telinga mereka butuh mendengar Injil yang diperlukan untuk menyegarkan jiwa. Seperti lirik lagu, “tiap hari kutemukan, mereka yang terhilang, hidupnya tak menentu arah tujuan. Mereka perlukan kasih Kristus yang besar sebagai jawaban.” Mari kita melihat orang-orang disekeliling kita sebagaimana Yesus melihat. Siapapun mereka, jiwanya terhilang dari Allah dan butuh mendengar Injil keselamatan di dalam Yesus Kristus.
Hati yang Berlimpah Belas Kasih
“Melihat orang banyak itu, tergeraklah hati Yesus oleh belas kasihan kepada mereka” (Mat. 9:36).
Hal ini sangat menarik, ungkapan “tergeraklah hati Yesus oleh belaskasihan” muncul berulang-ulang kali tercatat dalam Injil (Mat. 14:14; 15:2; 20:35; Mrk. 1:31; 6:34; Luk. 7:13; 15:20). Biasanya digunakan sebagai respons Yesus setelah menyaksikan orang-orang disekitarnya sedang mengalami penderitaan. Hati Yesus selalu berdenyut dengan irama belas kasihan. Artinya Yesus memiliki hati yang sensitif terhadap kesusahan orang lain. Ketika Ia melihat kesusahan itu, langsung hatinya tenggelam dalam perasaan atau emosi belas kasih yang sangat dalam.
Charles Spurgeon mendefenisikan belas kasihan sebagai, “Ekspresi dari emosi terdalam, yaitu sebuah perjuangan di dalam perut, sebuah kerinduan yang paling mendalam atas rasa iba.” Spurgeon pun menegaskan bahwa hanya Yesus, satu-satunya pribadi yang memiliki belas kasihan yang besar kepada orang-orang. Dia menjelaskan, “Saat Juruselamat kita menyaksikan pemandangan tertentu, orang-orang yang melihat Dia sangat memperhatikan agitasi internal-Nya (pengaruh di dalam diri-Nya) yang sangat besar, emosi-Nya sangat mendalam, dan wajah-Nya penuh penyerahan, pancaran mata-Nya seperti pancuran air mata, dan kamu akan melihat kebesaran hati-Nya mampu meledak dengan kesedihan atas dukacita yang disaksikan oleh mata-Nya. Seluruh kemanusiaan-Nya gelisah karena bersimpati atas penderitaan di hadapan-Nya.” Itulah compassion. Sebuah keterbukaan hati terhadap penderitaan, kesusahan, kepedihan, tragedi, yang dialami orang lain dan mau peduli dengan keadaan mereka.
Ketika kita memiliki kualitas hati yang seperti itu, hati kita akan selalu gelisah dan sedih melihat orang-orang terhilang disekitar kita. Sebab kita menyadari bahwa jiwa mereka sedang berjalan menuju kebinasaan dan kengerian absolut. Mereka butuh Kristus demi masa depan yang terbaik. Sebab hidup tanpa-Nya adalah kehidupan tanpa harapan.
Rasa Urgensi dan Langkah Antusias
“Tuaian memang banyak ...” (Mat. 9:37). “Pandanglah ladang-ladang yang sudah menguning dan matang untuk dituai ...” (Yoh. 4:35).
Yesus menekankan bahwa penuaian bukan saja penting tetapi menuntut kemendesakan atau urgensi. Bukan hanya tidak boleh diabaikan tetapi juga tidak dapat ditunda dan menjadi terlambat. Penuaian harus segera dilakukan. Kesempatan terbaik bukan nanti, besok, sekian waktu kemudian, tetapi sekarang juga. This is the time! Sekaranglah waktunya masa bagi penuaian.
Mengabarkan Injil harus diresponi dengan ketaatan segera dan antusiasme. Sebagaimana yang Rasul Paulus katakan terhadap dirinya sendiri, “Celakalah aku, jika aku tidak memberitakan Injil” (1 Kor. 9:16). Sebab dalam diri Rasul Paulus ada gelora antusiasme yang mendorong dan selalu mendesak untuk memberitakan Injil. Di dalam situasi apapun. Sekalipun harus membayar harga yang sangat mahal. Injil tetap dan harus diberitakan.
Ingatlah selalu bahwa Yesus tidak mengatakan, “Sudah waktunya untuk menanam.” Namun Dia berkata, “Sudah siap untuk dituai.” Ladang sudah menguning dan telah siap dituai. Jangan biarkan setan berbisik di telinga kita, “Tetanggamu tidak mau mendengarkan. Kerabatmu tidak akan merespons. Mereka pasti menolaknya. Sia-sia dengan apa yang kamu lakukan!” Tidak. Ingat, tuaian sudah siap. Ladang-ladang sudah menguning dan matang untuk dituai. Itu tandanya. Beritakanlah Injil kepada mereka, segera. Itulah bagian kita. (DA)