Pemberitaan Injil Yang Sehat
Membaca judul di atas, mungkin ada pembaca yang bertanya, apakah mungkin ada penginjilan yang tidak sehat? Kenyataannya memang ada. Pemberitaan Injil yang tidak sehat bukan hanya akan merusak gereja dan kekristenan, tetapi terlebih lagi akan membawa orang-orang berdosa salah menaruh pengharapan kekal dan dapat berakibat pada keselamatan palsu. Karena itu, kita perlu terus diingatkan apa saja yang menjadi bagian dari pemberitaan Injil yang sehat.
Pertama-tama, kita mencoba mengerti apa arti kata Injil. Kata Injil dalam bahasa Yunani adalah euangelion yang berarti kabar baik. Jadi, pemberitaan Injil artinya adalah memberitakan kabar baik. Kata kabar baik dalam konteks zaman Yesus dipakai antara lain untuk menyatakan kelahiran kaisar Augustus yang dianggap merupakan kabar baik bagi dunia. Dalam konteks iman Kristen, istilah Injil dipakai untuk menyatakan kabar baik karena Raja di atas segala raja, yakni Yesus Kristus, telah lahir untuk menjadi Juruselamat bagi orang berdosa.
Pada dunia Romawi masa itu, istilah kyrios yang berarti “tuan”, dilekatkan pada kaisar Romawi yang menjadi penguasa tertinggi dan menjadi representasi cara hidup, cara berpikir dan prioritas hidup orang-orang di masa itu. Namun, sejak awal Alkitab telah memandang Yesus sebagai Tuan yang sesungguhnya dalam kehidupan manusia. Dari hal ini, kita dapat melihat bahwa sejak awal pemberitaan Injil memiliki sifat konfrontatif. Yang dimaksudkan bukan dalam pengertian berkelahi secara fisik atau melulu sebagai perdebatan apologetis, tetapi pemberitaan Injil tentang Kristus akan menantang setiap orang untuk mengevaluasi siapa yang berhak menjadi tuan dalam hidupnya (Flp.2:9-11, Kis. 4:12). Ini adalah sebuah konfrontasi terbuka untuk membawa orang berdosa takluk kepada otoritas Kristus, dan jelas ini tidak disukai orang berdosa. Karena itu, setiap pemberita Injil perlu menyiapkan hati akan penolakan keras dari orang berdosa terhadap berita Injil Kristus. Di sisi lainnya, kita harus berhati-hati terhadap kemungkinan kebenaran dikompromikan ketika berusaha menyajikan Injil dengan ramah dan tidak konfrontatif.
Sebagian orang percaya menyadari kemungkinan penolakan dari orang berdosa terhadap berita Injil dan merasa gentar untuk memberitakan Injil dengan yakin. Karena itu, ada yang hanya diam-diam saja belajar menjadi orang yang hidupnya memperlihatkan gaya hidup orang Kristen. Hal ini tentu baik karena gaya hidup memang harus konsisten dengan pemberitaan melalui kata-kata. Namun, kita tidak boleh hanya terus-menerus berusaha hidup baik tanpa berani menyampaikan berita Injil secara verbal. Kita adalah duta besar dari Allah Pencipta dan Pemilik dunia untuk menjangkau orang-orang berdosa dan karena itu kita harus punya keyakinan kuat akan kuasa Injil (Rm. 1:16). Kita juga tidak boleh hanya sekadar memberitahu orang berdosa untuk mencoba ikut Yesus seperti mereka mencoba obat tertentu. Berita Injil terlalu penting untuk hanya dicoba-coba. Kita perlu sungguh-sungguh berusaha agar orang berdosa dapat melihat kebutuhannya akan Kristus sebagai juruselamat pribadi. Untuk bisa melakukan itu, kita perlu betul-betul bergumul dalam doa, memikirkan cara terbaik untuk menyampaikan berita Injil dan meyakinkan orang berdosa terhadap kebutuhannya akan Kristus dan memohon kuasa Roh Kudus dalam pemberitaan tersebut.
Faktor penyertaan Roh Kudus sangat perlu karena Dialah yang membuka kesempatan untuk kita memberitakan Injil (bdk. Kis. 8) dan Dialah yang mendorong pertobatan pada orang berdosa. Faktor Roh Kudus juga akan mengingatkan kita akan perbedaan besar antara pemberitaan Injil dan pertobatan serta kelahiran baru. Pemberitaan Injil adalah tugas kita sebagai orang percaya namun hasil dari pemberitaan Injil, yakni pertobatan dan kelahiran baru dari orang berdosa bukan menjadi tanggung jawab kita; itu adalah pekerjaan Roh Kudus semata. Tentu kita boleh memiliki kerinduan agar orang berdosa itu bertobat, mendoakan orang-orang berdosa tersebut dan memohon kemurahan Tuhan. Namun, apakah pertobatan orang berdosa akan terjadi dalam masa hidup kita atau terjadi setelah kita tidak ada lagi di dunia ini, atau bahkan apakah itu betul akan terjadi, sungguh-sungguh berada di luar jangkauan kita.
Jikalau pertobatan orang berdosa ada di luar kapasitas kita sebagai pemberita Injil, apakah yang seharusnya menjadi motivasi kita dalam menginjili? Motivasinya bukanlah supaya ada lebih banyak orang Kristen di dunia, sekalipun kita semua menginginkan hal tersebut. Motivasi pertama adalah ketaatan kepada perintah Yesus yang meminta kita untuk memberitakan Injil ke seluruh dunia dan memuridkan orang-orang (Mat. 28:19-20). Terlepas kita mahir atau tidak dalam memberikan penjelasan tentang Yesus, kita wajib
melakukan hal tersebut. Karena itu, kita bertanggung jawab untuk belajar sedemikian rupa supaya kita bisa melakukan perintah Tuhan ini dengan sebaik mungkin. Ibarat prajurit yang harus berlatih sebaik mungkin untuk bisa berperang mengikuti perintah negara dengan sebaik-baiknya, demikian juga dengan orang percaya selaku prajurit Kristus dan sebagai anak yang telah ditebus oleh Kristus.
Motivasi kedua adalah sebagai ungkapan kasih kepada sesama sebagai bagian dari respon kita akan kasih Allah kepada kita. Karena kita telah mengalami kasih Allah yang sedemikian besar, keindahan hidup bersama Dia dan kekayaan anugerah-Nya yang luar biasa, kita rindu orang-orang lain yang belum mengenal kasih Kristus juga bisa mendapatkan dan mengalami kasih itu. Karena itulah kita mencari mereka, menghabiskan waktu menjelaskan Injil kepada mereka, memikirkan cara-cara supaya mereka boleh mendengar dan meresponi berita Injil, memberikan alasan apologetis untuk menjawab keberatan mereka dan sebagainya. Inilah juga yang dirindukan oleh Rasul Paulus yang dengan ekstrim menulis di dalam suratnya kepada jemaat di Roma bahwa dia mau terkutuk dan terpisah dari Kristus demi kaum Israel sebangsanya (Rm. 9:1)
Motivasi ketiga tentu saja adalah untuk kemuliaan Allah (Kol. 3:23). Kita akan bersukacita dan memuji Tuhan ketika kita bisa menyaksikan seorang berdosa diselamatkan; seseorang yang gambar Allahnya rusak dipulihkan oleh kuasa Roh Kudus; seseorang yang hidupnya merusak orang lain dan dunia ciptaan diubahkan menjadi seseorang yang mengasihi dan membangun orang lain dan dunia milik Allah. Kita juga pasti akan bersukacita ketika melihat orang-orang dari berbagai suku dan bangsa dan bahasa diselamatkan. Kita akan bersukacita bersama malaikat di Surga ketika satu orang berdosa bertobat (Luk. 15:7)
Apakah berita Injil yang harus kita sampaikan dengan penuh keyakinan? Tentu saja ini terkait dengan keseluruhan karya Kristus yang datang untuk mencari dan menyelamatkan manusia berdosa. Orang yang berdosa harus diberitahu bahwa dia berdosa, akan mendapatkan murka Allah tanpa dapat dihalangi apapun, namun kasih Allah begitu besar sehingga mengutus Anak-Nya ke dalam dunia dan mati di atas kayu salib untuk menanggung dosanya, supaya orang berdosa tersebut dapat diselamatkan dan mendapatkan hidup kekal ketika dia percaya dan menerima karya penebusan Kristus tersebut. Penginjilan selesai ketika berita tersebut disampaikan melalui kata-kata secara utuh. Jikalau seorang percaya hanya hidup baik-baik tetapi tanpa menjelaskan Injil secara verbal, dia belum menyelesaikan pemberitaan Injilnya walaupun kehidupannya sebagai seseorang yang baik telah membuka pintu bagi pemberitaan Injil yang utuh. Dengan demikian, isi pemberitaan Injil bukanlah sebuah janji bahwa penyakit seseorang akan disembuhkan kalau percaya kepada Tuhan Yesus, atau bahwa pekerjaan/bisnisnya akan lancar, dan berbagai janji kemakmuran lainnya.
Terkait metode pemberitaan Injil yang paling efektif, tentu saja terdapat banyak pilihan yang disesuaikan dengan konteks budaya dan konteks orang yang akan diberitakan Injil. Metode apapun yang akan dipakai, berita Injil harus disampaikan dengan lengkap. Misalnya, kita tidak boleh menekankan kasih Kristus bagi orang berdosa tanpa juga menjelaskan akan hukuman kekal yang akan dialami orang berdosa yang tidak mau bertobat. Kita jelas tidak boleh menggunakan metode yang memanipulasi seseorang sekadar supaya dia percaya kepada Tuhan Yesus. Sebagian orang menekankan bahwa pemberitaan Injil harus disertai dengan tanda-tanda mukjizat seperti kesembuhan ilahi, adanya bahasa roh dan sebagainya sebagai tanda kehadiran Allah untuk membawa orang berdosa betul-betul takluk. Hal ini berbahaya dan menyesatkan. Di dalam kitab-kitab Injil jelas sekali bagaimana orang berdosa tetap tidak percaya sekalipun mereka melihat mukjizat yang dilakukan Tuhan Yesus. Di Perjanjian Lama pun, orang Israel yang melihat berbagai mukjizat Tuhan melalui Musa, tetap menyembah anak lembu emas dan menggerutu ketika melintasi padang gurun. Seorang berdosa bisa percaya bukan karena tanda-tanda ajaib yang menyertai pemberitaan Injil kepadanya, tetapi karena Roh Kudus yang melahirbarukannya.
Akhirnya, siapakah yang harus melakukan pemberitaan Injil? Sebagian orang mengatakan bahwa itu harus dilakukan oleh orang-orang yang memiliki panggilan khusus untuk memberitakan injil. Sebagian lagi mengatakan bahwa para rohaniawanlah yang harus melakukan hal tersebut. Alkitab dengan jelas mengatakan bahwa setiap orang percaya perlu untuk memberitakan Injil karena inilah yang dikehendaki oleh Yesus (Mat. 28:19-20) dan sesuai dengan kehadiran Roh Kudus dalam diri orang percaya yang akan mendorong mereka untuk membawa orang-orang lain diselamatkan. (TDK)